#TrueShortStory
Some feelings are left unsaid.
Megan dan Owen adalah sahabat sejak kecil. Saat hubungan mereka semakin akrab, Megan yakin menyukai Owen, secara diam-diam. Ia menyimpan rasa sukanya itu untuk waktu yang lama.
Tapi sayang sekali, sahab...
Selalu ada awal mula dari suatu kejadian. Awal yang membawa seseorang pada lautan kebahagiaan atau mimpi-mimpi buruk.
Menurut pengalaman Megan, menutup diri adalah hal yang paling mudah dilakukan untuk menyingkirkan mimpi buruk itu. Salah satu cara pertahanan diri paling efektif dari rasa terluka. Ia banyak mengenal kesakitan sebelumnya dan Megan tahu benar rasanya.
Robert, ayahnya, menjadi lebih sering pulang malam. Ia secara halus menelantarkan Megan, membuat Robert lebih mudah meringankan rasa kehilangan. Melihat Megan lebih sering berarti mengingat Luwina lebih banyak.
Robert sering memperhatikan Megan saat tertidur, hanya sekadar memperhatikan dan hal itu membuat Robert semakin bersalah pada Luwina. Ia benar-benar tidak sanggup menggenapi wasiat istrinya, untuk menjaga Megan.
Robert sering minum, kadang pulang malam dalam keadaan mabuk, tak jarang berbau alkohol yang membuat Megan ingin muntah karena mencium bau busuk itu dari baju ayahnya ketika akan dicuci.
Lima bulan berlalu. Lima bulan yang bagaikan kutukan itu berlalu. Dan Megan berubah drastis, psikis maupun fisik. Pelampiasannya selama ini hanya pada makanan, menyebabkan tubuhnya menjadi lebih besar, lebih dari ukuran proporsional. Dan tubuh besar itu menjadi awal lain yang harus dihadapinya. Pembullyan. Kata-kata kasar. Makian.
Seandainya saja orang-orang bisa lebih sopan dengan mulut mereka dan kata-kata kasar itu hanya akan singgah sebentar di telinga Megan, maka ia tak akan menjadi peduli dengan semua itu.
"Hey, kau seperti karung yang dipakai untuk menghalau banjir, minggirlah. Kau merusak pemandangan."
"Wow, you look soooo... big. Eww."
"Kau memakan tempat, Megan."
"Fatty..."
"Shit, she's BIGGER than my truck!"
"Freak..."
Dan semua untuk Megan.
Megan merasa baik-baik saja sebelum itu. Telinganya memang mendengar, tapi ia menolak meneruskannya ke dalam dadanya. Pertahanan diri dari itu semua adalah jangan merasa, ia sudah membuang hatinya di suatu tempat.
Hingga sebelum kelulusannya dari junior high, seseorang merubah segala dunianya.
Owen, sahabat lelaki masa kecilnya itu, mungkin cinta pertamanya, ikut merendahkannya di sekolah.
"Owen, dia sahabatmu 'kan? Haha, sepertinya dia memakan seluruh isi foodcourt selama setahun ini. Lihatlah dia...tsk!" Ben, siswa tahun terakhir yang akhir-akhir ini menjadi teman jalan Owen, bersuara.
Megan mendengar itu, dengan sangat jelas ketika ia berjalan di lorong sekolah melewati Owen dan Ben di sana. Yang membuatnya tertegun saat berhasil melewati mereka dengan wajah tak acuh adalah Owen ikut tertawa.
Sahabat kecilnya itu tertawa dari hatinya, menikmati cacian yang Ben lontarkan.
And it all becomes a bad start. A nightmare.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
27022017
Berlatih untuk jaga ucapan ya, kalau gak bisa mending diam aja. Ya kan?