#TrueShortStory
Some feelings are left unsaid.
Megan dan Owen adalah sahabat sejak kecil. Saat hubungan mereka semakin akrab, Megan yakin menyukai Owen, secara diam-diam. Ia menyimpan rasa sukanya itu untuk waktu yang lama.
Tapi sayang sekali, sahab...
Saat ini tak ada misi yang lebih penting bagi Claire selain membantu Megan berubah.
Banyak orang yang mengira hidup Claire sempurna. Siswa yang melihatnya di sekolah meliriknya tanpa malu, siswi yang meliriknya berbisik iri di telinga teman masing-masing ketika ia lewat.
Katanya ia cantik, katanya rambutnya halus, katanya tubuhnya seksi. Bullshit.
Mereka belum melihat diri Claire yang sebenarnya. Ia sebenarnya jiwa yang rapuh, tapi Claire sekuat tenaga melawan karena menurutnya orang-orang akan merendahkannya ketika tahu yang sebenarnya.
Oleh karena itu, Claire menyetujui perubahan yang akan dilakukan Megan.
"Satu putaran lagi, little Megan," teriak Claire penuh semangat. Ia berdiri di bawah pohon, menaruh kedua tangannya mengelilingi mulut lalu berteriak pada Megan.
"Kalau kau tak dapat mencapai finish hari ini maka tak ada makan malam untukmu sebentar, girl. Ayo, satu putaran lagi!"
Di ujung lapangan yang lain, Megan hanya mengejar dua hal; garis finish dan napasnya yang tersengal.
Bulir-bulir keringat memenuhi seluruh tubuhnya, mulutnya terbuka membantu paru-paru bekerja karena pangkal hidungnya terasa sangat pedih.
Persetan dengan menu makan malamnya sebentar. Paling hanya sayuran mentah ditaburi oil.
Claire menyiksanya. Ini libur musim panas dan Claire mencoba membunuhnya.
Tapi Megan tidak berhenti.
Kakinya berteriak menyerah selama seminggu ini. Perutnya meronta mengaku kekalahan menahan siksaan Claire seminggu ini.
Tapi Megan tak ingin berhenti.
"Kau li-haat sa-ja, Claire," rintih Megan pada dirinya sendiri.
Seakan mengetahui raut wajah bengis yang nampak dari sahabatnya yang berlari, Claire tersenyum puas. Usahanya akan berhasil.
Megan akan mengejutkan semua orang.
Megan akan membalas semua orang. Ia mulai menanamkan prinsip 'Jangan Menampakkan Kekuranganmu pada Orang Lain' yang dipakainya pada Megan.
Tiga menit berlalu dan Megan telah rebah di tanah dekat tempat Claire duduk. Ia telah menyelesaikan finish. Megan seakan kehabisan napas, dadanya bergerak naik turun.
"Lima putaran, dua puluh delapan menit lima puluh detik. Not bad. Dua menit lebih cepat dibanding kemarin."
"Si-al. Itu... bukan... waktu... yang terbaik," aku Megan terbata-bata.
Claire hanya tersenyum lalu ikut berbaring di dekat Megan. Mereka terbaring disana menyambut hembusan angin. Sambil mata mereka menikmati sisa-sisa lembayung senja yang menggantung di langit.
"Memang bukan yang terbaik Megan, tapi kita masih punya besok, bukan? Orang yang penuh harapan dan usaha akan selalu punya hari esok."
Megan berbalik memandang wajah Claire. Hidungnya mancung dengan dagu lancip, Claire punya pipi tirus dambaan semua wanita. Ia pun ahli dalam hal make up.
"Kau... lebih... co-cok... jadi pelatih kebugaran dan... seorang motivator, kau tahu?"
"Kartu kuning, Megan. Kau hanya dapat setengah porsi jatah makan malammu sebentar," ucap Claire mengada-ada. Megan dapat melihat nada bercanda di sana.
Mereka tertawa, karena bahagia. Claire tak pernah sebahagia ini dalam kesunyian hidupnya. Memiliki teman layaknya Megan membuatnya bisa menjadi dirinya sendiri.
"Boleh aku minta ice cream malam ini, huh?" bisik Megan mengadu pada Claire.
"NOPE. Satu kartu kuning lagi dan kau tak dapat jatah makan malam. Jangan sampai larangan dilarang mandi jatuh padamu," ancam Claire, tapi hanya dibalas Megan dengan tertawa.
Setelah Megan merasa cukup kuat, ia mendudukkan badannya. Mereka berdua akan menginap di rumah Claire malam ini.
"Dasar tuan rumah yang buruk. Ayo pulang, hari sudah malam," adu Megan yang didengar oleh Claire.
Claire hanya membalasnya dengan memutar bola matanya.
"Hey, Megan. Aku masih penasaran dengan pertanyaan yang tiap hari kutanyakan. Mengapa hari itu kau lari saat aku menemui Dave, huh? Kau lari terbirit-birit mendengar namanya."
Megan memang berbohong soal itu. Ia hanya beralasan ingin buang air kecil saat itu. Padahal ia lari pulang ke rumah.
Ia takut pemuda itu mengingat kalau ada gadis yang hampir membunuh dirinya sendiri. Megan belum siap mengatakannya pada Claire.
Claire pasti akan membunuhnya.
"Sudah kubilang aku hanya sakit perut." Dan saat ini Megan berharap saat Claire tahu, ia tak akan benar-benar membunuhnya nanti.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.