Kampung Lampir

1.1K 30 0
                                    

Lampir adalah salah satu nama hantu yang berwujud nenek tua dengan rambut putih panjang, tongkat, dan wajah menyeramkan. Lebih lengkapnya disebut Nenek Lampir.

Kata Mbah Sumo, legenda nama kampung kami telah diceritakan turun-temurun di keluarganya. Dulu, pada zaman kakek buyut Mbah Sumo, ada seorang nenek tua yang tinggal sebatang kara di kampung kami. Nenek itu hidup sangat lama, sampai rambutnya memutih dan tidak ada bekas kecantikan di wajahnya. Karena hal tersebut, nenek tua itu sering dijuluki oleh orang kampung sebagai Nenek Lampir.

Sebelum meninggal, nenek itu sempat menulis surat untuk orang kampung kami yang isinya mewakafkan tanah rumahnya agar didirikan masjid. Sejak kejadian itu, warga yang sering memanggilnya Nenek Lampir merasa begitu bersalah. Sebagai bentuk penghargaan atas kebaikannya, warga sepakat kampung kami diberi nama Kampung Lampir dan masjid diatas rumah nenek itu dinamakan Masjid Al-Husna (Masjid Kebaikan), agar warga kampung kami ingat untuk terus berbuat baik walau dicela seperti apapun.

"Slurpp." Mbah Sumo menyeruput kopi hitamnya sebelum melanjutkan cerita.

"Pada masa itu, kampung kita sudah termasuk padat penduduk. Setiap orang punya tanah yang luas dan terus berusaha memperluasnya. Sampai-sampai, kampung ini tak pernah punya pos kampling, balai desa, bahkan masjid pun tidak, saking kikir dan serakahnya warga pada tanah. Itulah mengapa kedermawanan Nenek Lampir begitu dikenang karena berhasil melunakkan hati orang kampung ini." Sambung Mbah Sumo.

"Cerita itu sudah kau ulang ratusan kali, Mbah, tak ada cerita lain yang menarik apa." Sahut Lek Sopa.

Walau Mbah Sumo sudah sering bercerita tentang legenda kampung kami, tetap saja Mbah Sumo selalu bisa menyihir seisi warung tiap kali bercerita. Sampai-sampai, Kolil pun tak bisa menahan diri untuk menyimak cerita Mbah Sumo walau muka masamnya itu belum selesai mencuci piring.

Mbah Sumo adalah tetua yang dihormati di kampung. Tiap pagi buta, Mbah Sumo selalu menyempatkan mampir di warung untuk sarapan dan berkelakar dengan seisi warung. Mbah Sumo dijuluki "Pujangga Veteran" oleh orang kampung karena menurut mereka kemampuan sastra Mbah Sumo hampir sejajar dengan penyair hebat Chairil Anwar.

"Sungguh hebat kisah si Lampir. Membalas tuba dengan susu. Jasadnya kini telah lapuk dalam pusara, tapi nama dan jasa tak termakan oleh masa. Namun apa mau dikata, nasi telah menjadi nasi goreng." syair Mbah Sumo membuat semua kagum sekaligus tergelitik tawa.

Di Bawah Langit MadinahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang