Jimin menghentikan kegiatan menyeduh kopinya ketika Jungkook mendatanginya dengan sebuah dasi yang dipakai tidak beraturan. Seakan mengerti, jemari mungil nan gemuknya dengan sigap membenarkan dasi itu. bibirnya melengkungkan senyum puas saat melihat hasil pekerjaannya yang membuat Jungkook terlihat lebih tampan dengan tampilan rapi. Sebuah kecupan di pipinya membuatnya mendongak dan langsung mendapati Jungkook yang tersenyum menatapnya.
"Terima kasih." Ucap si pria tinggi yang dibalasnya dengan anggukan manis.
Sebagai bentuk kewajiban, Jimin mengantar Jungkook hingga ke depan rumah mereka. Begitu sampai didekat pintu, Jungkook berbalik dan sebuah kecupan kembali Jimin dapati. Kali ini di kening, membuatnya tersenyum lembut.
"Aku berangkat. Nanti aku akan pulang agak larut karena mengunjungi Jin hyung dulu. Jadi aku lebih suka jika hyung langsung tidur dan tidak perlu menungguku."
"Aku mengerti... Hati-hati di jalan."
Begitu mobil Jungkook keluar dari pekarangan rumah mereka, senyum yang sejak tadi dipertahankan Jimin luntur. Tergantikan dengan senyum sendu. Perasaan sesak itu datang lagi. Dan sampai saat ini Jimin masih belum bisa mengatasinya.
***
"Aku mohon batalkan perjodohan ini hyung... Aku masih berusaha memohon pada orangtuaku agar mereka bisa menerima Jin hyung. Jadi aku mohon padamu hyung, hanya kau yang bisa meyakinkan mereka untuk membatalkan perjodohan ini."
Jimin mengalihkan pandang dengan hati yang mencelos. Tak kuasa menatap Jungkook yang memandangnya memohon. Yang entah mengapa membuat seribu jarum tak kasat mata seakan menusuk tepat di jantungnya. Matanya terbelalak ketika melihat Jungkook berlutut didepannya. Dadanya terasa sesak hingga membuatnya sulit bernapas karena sekuat tenaga Jimin menahan airmatanya. Melihat sebegitu putus asanya Jungkook ingin membatalkan perjodohannya, tiba-tiba sebuah perasaan egois terlintas dibenaknya.
"Maafkan aku Jungkook-ah... Hyung tidak bisa."
"T-tapi —
"Aku tidak bisa meminta mereka membatalkan perjodohan ini. Tapi aku masih bisa membiarkanmu menemui dan berhubungan dengan Jin hyung setelah kita menikah nanti."
Seketika itu juga Jungkook menatapnya tak percaya. Sembari menarik napas dalam-dalam, Jimin tersenyum tipis. Tidak apa-apa. Ini pilihannya.
"Kau gila hyung." Ucap Jungkook tajam.
Senyuman Jimin mengembang. Tidak mengelak akan persepsi itu. karena dia mengakui jika dia memang sudah gila. Dan Jungkook menjadi satu-satunya alasan mengapa dia menjadi gila. Rasa egoisnya yang ingin memiliki pria itu mengalahkan rasa sakitnya karena tidak bisa memiliki hatinya. Karena menurutnya, hanya dengan memiliki Jungkook saja itu sudah cukup.
Maaf Jungkook-ah...
Maafkan aku Jin hyung...
Idiot!... Kuharap kau tidak menyesal Jimin-ah...
***
Jimin tersenyum kecil kemudian berbalik masuk.
Ya.. Dia tidak menyesal dengan keputusan bodohnya waktu itu. Rasanya Jimin juga tidak menyesal jatuh hati pada Jungkook ketika pria itu menyetujui keputusannya dan berjanji bahwa dia akan memperlakukan Jimin dengan baik seperti seorang istri. Walaupun pria itu tetap tidak bisa meninggalkan kekasih gelapnya. Ahh, apa Seokjin pantas disebut kekasih gelap? Mengingat kalau dialah yang merebut Jungkook? kkkk.....
KAMU SEDANG MEMBACA
KookMin OneShoot Stories
FanfictionKumpulan cerita manis pahitnya Kookmin diringkas dalam bentuk OneShoot~ Warning! Mengandung unsur boyxboy, gay, humu-humu