"Destiny is something we've invented, because we can't stand the fact that everything that happens is accidental."
-Sleepless in Seattle
Asap motor ninja yang mengepul hingga mengenai wajah beberapa siswa yang lewat sukses bikin warga sekolah menoleh ke arah Alden. Saat Alden men-standarkan motornya, lalu melepas helm dan meletakkan nya diatas jok motor, hingga berjalan dengan tenang--menerobos siswa-siswi--tetap saja, hanya dia yang menjadi bahan tontonan beberapa warga sekolah. Mudah ditebak alasan mengapa mereka menonton gerak-gerik Alden: karena cowok itu adalah primadona sekolah mereka, sekaligus cogan urutan pertama dengan banyak prestasi akademik maupun non-akademik yang sudah diraih.Tidak salah jika Alden selalu dapat tanggapan awesome, bahkan king of the kings cogan.
Sambil melintas di koridor kelas, Alden tetap melangkah dengan tenang. Sikap cuek yang terpampang pada wajahnya justru semakin bikin para wanita jadi gemes. 90% diantara mereka berharap jika dirinya lah yang akan menjadi teman Alden saat melangkah di koridor kelas atau ditempat mana pun.
Tapi angan-angan yang mereka miliki dianggap Roland--sahabat Alden--terlalu tinggi.
Tak ada seorangpun dari mereka yang berhasil mencapai mimpi itu."Tugas matematika gimana? Udah dikerjain?" kalimat pertama yang dilontarkan Roland kepada Alden, saat cowok berambut messy itu tiba di bangku kelas.
"Lo pikir gue sama seperti lo? Yang hobi enak-enakan dan peduli PR kalo udah disekolah aja," judes Alden.
"Anjir!" sahut Roland. "Sekali aja lah Al, bagi jawabanya ke gue."
"Bahkan permintaan lo ini udah jadi urutan yang kejutaan kali," Alden kembali menyahut. "Usaha lah, lo kapan cerdasnya kalo nyontek mulu?"
"Nyontek pun perlu usaha kali. Harus teliti nulisnya, dan wajib gercep!" jawab Roland tak mau kalah.
"Huft," Alden mendengus seraya duduk di bangkunya. "Selesai in masalah lo sendiri, gue gak mau terlibat."
"Ya Allah Alden! Segitunya sekali kamu sama saya, masa gak kesihan sih sama teman sendiri," lemas Roland--seperti biasa, Roland yakin jika kalimat melemas nya ini akan bikin Alden berubah pikiran.
"Kali ini gak akan percaya gue sama kalimat pencitraan lo," kata Alden pelan tapi terdengar galak bagi Roland.
"Pagi semuanya!"
Belum sempat Roland melanjutkan drama nya, Bu Vana--guru Matematika kelas Alden dan Roland--sudah masuk ke dalam kelas dengan membawa buku paket dan beberapa alat tulis yang terletak dalam kotak pensil berukiran batik.
"Sial!" Roland mulai prustasi, seraya duduk di bangkunya--disamping Alden. "Mati gue!"
"Syukurin," tindas Alden seraya memamerkan senyum miring.
"Hari ini, jumlah siswa di kelas ini genap 30, karena kalian kedatangan teman baru," ucap Bu Vana penuh semangat. "Ayo masuk!"
Para penghuni kelas XII-IPA 1 serentak menoleh ke arah pintu kelas--terkecuali Alden yang sama sekali tidak peduli dengan hal itu. Hingga beberapa detik setelahnya, seorang gadis manis masuk ke dalam kelas. Ia melangkah dengan santai, lalu berdiri di samping Bu Vana.
"CECAN WOY!" Refleks Roland berbicara, hingga menimbulkan Alden merasa risih dengan kata yang baru saja diucapkan Roland--dan membuat cowok itu ikut memperhatikan seorang gadis yang sedang berdiri di depan bersama Bu Vana.
"Jangan sampai saya dengar kamu modus sama siswi baru ya, Roland," sindir Bu Vana yang bikin seisi kelas tertawa.
"Saya bakalan tetap setia sama Eline kok, Bu!" kedipan mata Roland bikin Eline merasa geli, namun sukses bikin penghuni kelas lagi-lagi tertawa. Sementara Bu Vana hanya geleng-geleng.
KAMU SEDANG MEMBACA
C L O S E R
Teen FictionAlden Denalfo, cowok yang suka ngomong pedas ibarat cabai. Omongan Alden susah untuk dikondisikan. Untungnya cerdas dan masuk dalam kategori 10 Cogan Top versi SMA Model. Secara otomatis tingkat kepopulerannya bertambah. Tapi Alden juga punya kelem...