03 • Moody-an

372 88 65
                                    

"Cinta itu tidak diminta, melainkan cinta itu datang dengan sendirinya ke setiap hati tanpa meminta satu balasan."

-Eline Evagelista

Hari Jumat, adalah hari dimana jadwal latihan basket di SMA Model. Seluruh pemain basket wajib mengenakan seragam olahraga berwarna biru, dengan nomor punggung dan nama panggilan yang tertera masing-masing pada bagian punggung pemain. T-shirt lengan pendek serta celana pendek selutut membuat mereka nampak enjoy saat bermain.

Satu jam setengah berlalu, latihan akhirnya selesai. Roland dan Alden masih bertahan di lapangan untuk bermain basket sendiri, ada juga beberapa anak-anak lain yang masih setia berada di lapangan.

"Shoot!!!"

Roland berteriak. Secara refleks, Alden langsung melempar bola basket ke arah ring, hingga..

Slappp!

Bola basket itu berhasil masuk ke dalam ring. Secara otomatis, terdengar suara tepuk tangan yang saling bersautan dari para pemain lainnya. Spontan, senyum Alden mengembang, walau tak sepenuhnya. Keahlian memasukan bola ke dalam ring yang dimilikinya ini sudah sering terjadi, bahkan saat dia SMP, hingga duduk di bangku kelas dua SMA seperti saat ini.

"Lemparan yang bagus!" kata Roland, seraya menepuk bahu Alden.

"Dari tadi lo bilang gini terus ke gue," timpal Alden sebelum melangkahkan kaki-meninggalkan lapangan.

"Syukur-syukur lo gue puji, itu artinya gue baik sama lo. Dari pada entar gak di puji, kesihan lo nya, kan?" Roland mengelak dengan raut wajah serius. Sementara Alden diam terpaku menatap kelopak mata Roland.

"Huftt," Alden mendengus napas nya. "Udah Pak Ustadz, ceramah nya?"

"Wah, Anjir lo Al!" celetuk Roland yang merasa tidak terima.

Baik Alden maupun Roland akhirnya berlari, saling berkejar-kejaran. Penyebabnya cuman satu; Roland merasa tidak terima di beri tanggapan seperti tadi oleh sahabat nya itu.

Alhasil, anak-anak lain yang ada di sana memperhatikan kelakuan dua anak bawang itu dengan saksama. Ini bukan kali pertama terjadi, tapi ini kesekian kalinya terjadi--Roland dan Alden lagi-lagi berkejaran.

"Nah, kan kena lo! Makanya, jangan suka ngeledekin cogan dong!" desis Roland dengan bangga, karena berhasil menggapai tubuh Alden lalu menggelitikinya.

"Geli oy!" pekik Alden seraya menggerak-gerakan tubuhnya-bermaksud menghindari jari-jari Roland yang sudah mahir menggelitikinya.

"Makanya, jangan ngeledekin gue!" timpal Roland yang semakin membuat Alden geli sendiri. "Eh, Athala!"

Untung sekali Athala lewat di lapangan basket itu. Karena Athala lah yang membuat Roland tidak lagi menggelitiki Alden. Namun karena refleks, Roland memanggilnya--membuat langkah Athala terhenti. Tubuhnya sedikit serong ke kanan untuk mengetahui siapa yang telah menyebut namanya.

"Thal, sini!" kata Roland lagi. Tangannya memberi kode agar Athala mendekati dirinya dan Alden.

Dengan getir, Athala mendekati keduanya.

"Kebetulan banget lo disini," jawab Roland sembringah. "Alden dari tadi nyariin lo nih!"

"Apa-apaan?" pelotot Alden pada Roland.

Dbukk!

"Awhh!" Alden meringgis kesakitan karena kaki nya diinjak oleh Roland dengan sengaja. "Lo apa-apaan sih, Anjir?!"

"Sssttt!" tukas Roland pada Alden. "Lo gak usah ngeles deh Al, malu-malu kucing gitu saat Athala nya ada di hadapan lo."

Tatapan Roland kemudian berbalik pada Athala. "Thal, lo temanin Alden dulu ya. Gue ada urusan. Oh ya, sekalian lo tanyain tuh ke Alden soal dia nanyain lo. Katanya sih ada hal penting yang pengin dia sampein ke lo. Dahhh!"

C L O S E RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang