"Sekarang gue baru ngerasain perubahan itu. Ayah yang dulunya sedekat nadi sama gue, sekarang jauh seperti Matahari. Dan gue bener-bener kangen, kangen sama sosok Ayah yang dulu."
-Athala Anabella
Tepat ketika waktu menunjukkan pukul delapan lewat lima menit, anak-anak kelas XII-IPA 1 sedang dalam proses mengerjakan soal ujian Matematika-sebagai latihan saja. Mengingat sebentar lagi kenaikan kelas akan tiba. Bu Erika-selaku guru mata pelajaran matematika kelas XII-IPA 1-menginginkan bila anak didiknya harus lebih fokus lagi belajar.
Oh tidak, bukan satu kelas yang tengah sibuk bercampur stress saat menghadapi latihan soal itu. Melainkan hanya beberapa saja, termasuk Alden. Sisanya malah sibuk bermain gadget, ada pula yang menggosip dengan segerombolan teman-teman nya yang rempong, bahkan suasana kelas terbilang sangat riuh.
"Satu soal lagi," Alden berucap pelan.
"Semangat, Bro! Cepet selesain, biar gue tinggal copy paste," Roland berucap dengan bangga, namun perkataan itu justru membuat dirinya mendapat pelototan dari Alden.
"Lo kira gue mau nyontekin ke lo? Kapan lo belajarnya, coba?" dengus Alden.
Roland terkekeh pelan. "Ntar, pas ujian gue pasti belajar kok."
"Iya, belajar nyontek."
Mendengar hardikan itu, Roland tergelak geli. "Peka banget sih lo, Al. Seneng deh punya sahabat kaya lo."
Alden kembali fokus pada soal-soal mematikan itu, ia bahkan tak menggubris Roland. Menurutnya, soal-soal itu jauh lebih penting dari pada perkataan Roland yang kadang terbilang aneh.
Tiga menit berlalu..
"Gila!" pekik Roland. Cowok itu tengah mengintip soal-soal yang sudah terjawab oleh Alden-dari balik punggung Alden. "Itu otak?"
"Emang ngapa?" tanya Alden cetus.
"Kenceng amat, udah kaya jaringan WIFI."
Alden menghela napas. "Bacot."
"Dasar lo mah, wikipedia berjalan," Roland menyeletuk, lalu gelak tawa nya menggema di seluruh penjuru kelas XII-IPA 1. "Al, bagi-bagi dong pinternya. Gue juga mau kali punya otak super duper nggak lemot kaya lo."
"Makanya belajar," sahut Alden. "Jangan taunya nyontek mulu. Kapan lo usahanya?"
"Iya deh Bos Ku," ujar Roland. "Gue bakalan berusaha ngerjain soal-soal itu sendiri, setelah-"
"Setelah apa?"
"Setelah gue nyontek jawaban lo!" Roland mengambil cepat buku tulis Alden yang terletak di atas meja. "Al, makasih ya!"
Roland belari dengan terburu-buru keluar kelas. Diiringi pula oleh cengiran khas dirinya.
"ANJIR!" tindas Alden sebal.
Untung Roland sahabat nya dari kecil, kalo bukan sahabat Alden, mungkin Roland sudah dapat tonjokan dari Alden-kaya Gerald kemarin.
"Athala masih sakit Al?" Nicho menghampiri Alden, kemudian duduk dibangku Athala-yang saat ini kosong.
Alden mengangguk. "Mungkin besok udah bisa sekolah."
"Semoga sih bisa," sahut Nicho. "Besok kan kita presentasi tugas bikin film pendek itu, sayang banget kan kalo anggota kelompok kita gak lengkap."
"Iya sih," kata Alden. "Oh ya, lo pasti mau lanjut di ITB?"
Sekarang giliran Nicho yang mengangguk. "Lo sendiri gimana? Tetep pengen di UGM?"
KAMU SEDANG MEMBACA
C L O S E R
Teen FictionAlden Denalfo, cowok yang suka ngomong pedas ibarat cabai. Omongan Alden susah untuk dikondisikan. Untungnya cerdas dan masuk dalam kategori 10 Cogan Top versi SMA Model. Secara otomatis tingkat kepopulerannya bertambah. Tapi Alden juga punya kelem...