1. Putus [Revisi]

267 23 2
                                    


Luka ini tak kasat mata, namun sakitnya luar biasa!
~Rara

Rara sedang menikmati makan malam di restoran depan komplek perumahannya. Sudah hampir setahun restoran ini menjadi  tempat favorit Rara, dan ia menjadi salah satu pengunjung tetap di restoran ini.

Restoran yang kental dengan nuansa italian ini adalah tempat pertama kali ia bertemu dengan sosok pria yang kini duduk dihadapannya. Pria yang selama ini menjadi penopangnya. Pria yang selalu mendengarkan keluh kesahnya. Pria yang selalu membuat Rara merasa nyaman jika berada didekatnya, tapi tidak dengan malam ini!

Dipandanginya pria bermata hazel yang kini duduk dihadapannya.

"Haruskah malam ini?" Batin Rara.

"Bukankah lebih cepat lebih baik? Tapi aku belum sanggup untuk kehilangan dia Tuhan. Kenapa harus serumit ini?"
Rara terus bertanya dalam hati pada dirinya sendiri. Pikirannya terpusat pada satu hal, sesuatu yang sudah mengganggunya sejak lama.

"Sayang, makanannya dimakan. Jangan cuma diaduk-aduk aja. Kamu belum makan loh dari tadi." Raka meraih  tangan Rara yang sedari tadi hanya sibuk memainkan makanannya tanpa sekalipun menyendokkan sesuap nasi ke mulut. Gadis itu mengerjapkan mata, sadar dari lamunannya.

"Ka? Aku mau udahan." ucap Rara setelah mengambil nafas cukup panjang.

"Iya udah kalo kamu enggak mood makan nggak usah dimakan nggak papa kok ra." Raka memandang Rara penuh pengertian sambil mengusap-usap tangan kekasihnya.

Rara menarik tangannya, melipat tangan di depan dada, menjauh dari jangkauan Raka. Melihat reaksi Rara, Raka tersenyum tipis pada gadis yang sudah hampir setahun ini menemani pria itu.

"Bukan itu ka, Aku mau kita udahan." Suara Rara pelan nyaris tak terdengar tetapi dari jarak sedekat ini indera pendengarnya masih menangkap dengan jelas apa yang diucapan Rara.

"Maksud kamu mau kita udahan itu apa?" tanya Raka walaupun sebenarnya ia tahu betul apa yang dimaksud Rara, tetapi ia tetap bertanya dan ingin memastikan serta mendengar langsung dari mulut gadis yang sangat ia sayangi itu.

"Maksud aku... Aku mau putus!" Mata Rara terpejam saat mengucapkan kalimat laknat itu, tak kuasa melihat ekspresi apa yang Raka tampilkan. Terkejut dan terluka adalah ekspresi yang pasti mendominasi, fikirnya.

Mendengar jawaban dari Rara seketika tubuh Raka menegang, difikirannya muncul pertanyaan-pertanyaan mengapa Rara berkata begitu. Seingatnya sebelum ia pergi makan malam bersama Rara, gadis itu baik-baik saja. Akhir-akhir inipun ia tidak merasa ada masalah dengan Rara, bahkan kemarin mereka liburan bersama ke Dufan. Gadis itu juga tidak sedang marah kepadanya, tapi kenapa tiba-tiba Rara meminta putus? Sungguh Raka tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

Raka menarik tangan Rara, menggenggamnya seolah takut kekasihnya itu melarikan diri. Pandangan  Raka lurus tertuju pada mata gadis berambut hitam sebahu yang kini masi duduk di depannya berusaha melepas genggaman yang menjerat tangannya.

"Aku buat salah sama kamu, Ra? Aku salah apa, Ra? Kamu nggak biasanya kayak gini. Kalau ada masalahkan bisa kita omongin baik-baik nggak perlu dengan kamu minta putus sama aku."

"Maafin aku Raka, Aku mau kita putus." ucap Rara sambil berusaha kembali menarik tangannya tetapi usaha gadis itu sia-sia karna Raka semakin menguatkan genggamannya.

"Tapi kenapa, Ra? Jelasin sama aku kenapa kamu mau putus? Aku salah apa sama kamu?" Suara Raka terdengar frustasi, ditambah wajah memohon agar Rara mau memberikan alasan kenapa ia ingin putus.

"Kamu nggak salah apa-apa kok, Ka. Ini juga bukan salah kamu, aku nggak bisa mertahanin hubungan ini. Mama aku nggak suka aku pacaran sama orang yang beda keyakinan sama aku, Ka."

Mata Rara terasa panas, ia menguatkan benteng pertahanannya agar tidak runtuh. Menangis di sini bukanlah pilihan yang tepat. Namun benteng yang sudah ia bangun akhirnya runtuh. Air matanya berhasil lolos, dadanya terasa sesak ketika mengingat hal yang membuat ia harus mengakhiri hubungan yang selama ini ia jalani.

Mendengar penuturan Rara, membuat Raka sontak berkata "Mama yang mana, Rara? Kamu masih peduliin apa kata mama kamu? Bahkan mama kamu nggak pernah peduli sama kamu, Ra!"

"Stop Raka!! Jaga ucapan kamu. Dia mama aku dan kamu nggak semestinya ngomong kayak gitu tentang mama aku!" teriak Rara membuat pengunjung  restoran mengalihkan pandangan kepada dua sejoli yang sedang bertengkar namun detik berikutnya mereka memilih kembali ke aktifitas masing-masing dan tak ikut mencampuri urusan orang lain.

"Aku mau pulang dan sekarang kita udah nggak ada hubungan apa-apa lagi."

Rara beranjak dari tempat duduknya, meninggalkan Raka sendiri kemudian melangkah keluar restoran dengan perasaan gusar.

***

Ucapan Raka terus terngiang-ngiang di kepala Rara. Bagai benalu yang mempengaruhi inangnya. Rara merasa terganggu dengan apa yang diucapankan Raka tadi, hingga akhirnya ia memutuskan untuk pergi meninggalkan mantan kekasihnya itu dan sekarang disinilah Rara. Berjalan dibawah cahaya bintang-bintang menyusuri jalanan komplek rumahnya.

"Apa benar mama nggak peduli sama gue?" Tanya Rara pada dirinya sendiri.

Setiap kali mengingat wanita yang melahirkannya, seperti ada belati yang menusuk-nusuk dada Rara. Tidak berdarah tetapi luka itu tidak pernah mengering bahkan sekarang luka itu kian melebar, menjalar keseluruh tubuh. Menimbulkan rasa sakit yang tiada penawarnya.

Nafasnya tersengal akibat terlalu lama menangis. Mata gadis itu pun memerah, Rara mengusap sisa cairan bening yang membasahi pipi. Dilihatnya rumah bercat putih bergaya minimalis yang letaknya berada di seberang jalan dari ia berdiri sekarang. Bibirnya membentuk garis tipis saat melihat rumah itu, rumah yang selama ini menjadi saksi kesengsaraan yang ia rasakan.

Dengan malas ia berjalan menyebrang ke arah rumahnya. Namun dari arah berlawanan Rara melihat sorot lampu serta bunyi klakson yang memekakkan telinga dan setelah itu semua menjadi gelap.

Masalah (Married Sama Orang Yang salah?) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang