Aku bukan seseorang yang mudah diingat. Jika kau bertemu denganku di jalan dan aku menyapamu, sudah dipastikan bahkan belum selang lima menit kemudian kau sudah tidak mengingat kejadian itu. Aku juga bukan seseorang yang punya keahlian spesial. Pada dasarnya aku berada di garis rata-rata. Hidupku biasa saja, dan walaupun Mom dan Dad punya sesuatu yang cukup sinting untuk dikatakan sinting serta Luke pandai membuat puisi meskipun dia sama sekali tidak terlihat seperti cowok pembuat puisi, aku sama sekali tidak punya keahlian yang menonjol.
Jadi tentu saja, aku tidak punya rencana hebat bagaimana aku bisa jatuh cinta pada seseorang dan orang tersebut balik mencintaiku hanya dalam jangka waktu satu minggu. Bahkan sejujurnya aku tidak punya rencana sama sekali. Sewaktu berjalan kaki ke sekolah dan memikirkan apa yang bisa kulakukan, semua yang terlintas dalam benakku hampir terdengar seperti mimpi, pada hakikatnya hal tersebut tidak mungkin kulakukan.
Maka satu-satunya hal masuk akal yang bisa kulakukan hanya mengatakan semua yang terjadi pada Katherine dan Krissy dan berharap mereka tidak menganggapku gila.
"Jadi begitu," kataku, mengaduk-ngaduk sup kental yang kubeli dari salah satu stand makanan setelah menceritakan pertemuanku dengan Spring dari awal sampai akhir. Tanpa melewatkan detail terkecil. Aku berusaha tidak melewatkan satu pun kejadian pada mereka.
"Summer, aku tahu kau sedang dalam masa-masa sulit. Kau yakin kau tidak berhalusinasi?" Katherine menatapku khawatir. Dia dan Krissy berpandangan, dan aku sangat yakin apa yang sedang mereka pikirkan; kita harus membawa Summer ke psikiater.
Aku mendesah, baru saja hendak mengatakan bahwa aku serius ketika sebuah lengan merangkul pundakku dari belakang. "Hai, Summer."
Jika aku masih dapat terkejut dengan kejadian-kejadian aneh yang kualami, aku pasti sudah terlonjak ngeri sekarang. Pasalnya yang baru saja merangkul pundakku adalah Spring. Spring dalam wujud normal. Tanpa telinga runcing dan antena kecoa. Dia tersenyum ke arahku.
"Aku sudah mencarimu dari tadi!" katanya ceria, tanpa rasa bersalah sama sekali. Aku punya dorongan kuat untuk meninju wajahnya. Tapi aku terlalu lelah untuk melakukan itu.
"Oh astaga, Summer! Kau kenal Spring?" Katherine mendadak bersemangat. Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan, tadi dia menganggapku gila karena menceritakan soal Spring, kini dia seolah heran aku tahu Spring. Barangkali Spring sudah meracuni pikiran mereka juga. Atau apalah. Aku tidak sanggup berpikir tentang kemungkinan sekarang.
"Jadi kau sungguh akan sekolah di sini? Autumn bilang padaku kemarin," senyum Katherine begitu lebar.
"Autumn?" tanyaku. Mulai merasakan denyut tidak nyaman di kepalaku. Semua situasi ini bikin sakit kepala.
"Ya! Aku serius, Summer, kau harus sering bersosialisasi. Autumn teman dekatnya Levi, kau tidak tahu?"
Kenapa aku tidak menebak? Tentu saja ada seseorang dengan nama Autumn di luar sana. Maksudku, setelah Summer, Winter dan Spring, kau tidak boleh melupakan Autumn. Sudah sangat jelas (jika kau tidak peka, aku sedang berusaha bersikap sarkastik). Aku mengangguk, tidak sanggup menatap Katherine atau Krissy. Barangkali aku akan mencari jalan keluar dari masalah ini sendirian saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Tale of Summer Green (Starsfall #1)
FantasySummer Green hanya punya satu keinginan; hidup normal seperti gadis-gadis kebanyakan dan punya pacar baik hati (oke, itu mungkin dua). Namun setelah diputuskan Dustin pada hari ulang tahunnya, sepertinya hidup normal tidak akan pernah berada dalam...