PORTLAND, UNITED STATES
*February 14th 2012*
"Itu dia!" aku melihatnya, berjalan di koridor sekolah dengan kaleng cola yang di genggamnya dan meneguknya sesekali. Apakah aku sanggup memberikan ini padanya?
Aku melirik sebentar ke sebuah benda bersampul perak dan berbentuk kotak di genggamanku. Rasa ragu membayangiku. Apakah aku sanggup memberikan sekotak cokelat valentine ini padanya?
Setiap 14 februari para gadis selalu memberikan cokelat ke para pria yang mereka kagumi.
Dan aku mengaguminya.
Sejak ia menolong ku dari anak-anak pengganggu di sekolah saat kami kelas 7. Sejak ia selalu membantuku membawakan buku-buku yang harus ku bawa kembali ke perpustakaan. Sejak ia menyelamatkanku saat aku hampir tenggelam di pantai. sejak ia mengantarku pulang saat ayahku tidak dapat menjemputku. Semua tentang dirinya. Danny Scrivern. Aku menyukainya.
Aku memantapkan kakiku dan berjalan ke arahnya yang saat ini tampak sedikit kesusahan untuk membuka loker besinya.
Aku tidak yakin tapi ternyata aku sudah berada di sebelahnya sekarang, "Mmm. Hai Danny..."
Dia menoleh ke araku masih menggenggam kaleng colanya, "Eh hey Allison. Ada apa? Ada yang bisa ku bantu?" Tatapan kami saling bertemu dan itu membuat jantungku berdebar kencang. Apakah ia merasakan hal yang sama seperti ini setiap kali kami berdekatan?
"Tidak apa. Aku hanya ingin menyapa. Kebetulan aku hanya lewat dan melihatmu disini."
Alis mata Danny saling bertautan tanda kalau ia sedang bingung atas tingkahku yang membingungkan, "Baiklah kalau begitu." Ia kembali ke lokernya yang telah berhasil ia buka dan menaruh beberapa buku dari dalam tasnya ke dalam loker.
Bodohnya aku. Mengapa aku berkata begitu? Aku tidak boleh kehilangan kesempatan ini!
"Danny, ini untukmu. Aku menyukaimu. Ku harap kau menerima nya, jadilah pacarku." Aku memberikan kotak cokelat yang sejak tadi ku sembunyikan di balik jaketku dan memberikannya lelaki bermata biru dihadapanku dengan tangan yang bergetar. Aku sudah kelewatan, seharusnya aku tidak berkata kalau aku ingin ia menjadi pacarku! Tapi mau bagaimana lagi, nasi sudah menjadi bubur dan aku tidak sanggup lagi untuk memendam perasaan itu.
Danny mengambil kotak cokelat dari tanganku dan memasang tampang dingin, seperti biasanya, "Aku terima ini, terimakasih banyak. Tapi aku tidak bisa menjadi pacarmu. Aku sedang tidak ingin berhubungan spesial dengan gadis manapun. Sekali lagi maafkan aku Alli." Ia menundukkan wajahnya.
"Aku mengerti. Tak apa. Dan aku harus pergi. Sampai bertemu besok Danny..." oh sungguh, bahkan aku tidak berharap akan bertemu dengannya lagi. Aku malu sekali. Aku mempercepat langkahku dan meninggalkan Danny yang masih berdiri dengan kepala menunduk di depan lokernya. Aku harusnya mengerti. Terakhir kali ku dengar ia berpacaran saat kelas 9, dan gadis itu berselingkuh dengan sahabat baiknya sendiri. Aku mengerti mengapa ia sedang tidak mau menjalin hubungan lagi untuk saat ini. Meskipun begitu, aku akan mencintainya. Dan akan selalu mencintainya. Cinta pertamaku.
***
Malam ini aku menginap di rumah Emma sepupuku. Orangtuanya sedang berlibur jadi mereka memintaku untuk menemani Emma selama mereka pergi.
"Pacarku akan datang." Emma berbicara padaku setelah menutup teleponnya.
Aku membolak-balikkan majalah yang tidak ku baca. Pikiranku masih menuju kepada Danny. Masih sangat malu akan apa yang terjadi tadi siang.
"Alli, aku berbicara padamu." Didepanku Emma sudah berkacak pinggang dengan tampang sebal karena aku mengabaikan dirinya.
Setelah menutup majalahku, aku memperhatikannya sekarang, "Lalu?"
Ku dengar semua hal yang selalu Emma ceritakan tentang pacarnya. Meskipun aku tidak mengenal pria ini tapi menurutku ia pria yang baik, dari bagaimana cara Emma bercerita tentang dirinya.
"Uhh. Kau harus membantuku berdandan secantik mungkin!" Nada bicara Emma mulai panik dan ia sesegera mungkin mengambil handuk dan berlari menuju kamar mandi.
*ting* *tong* *ting* *tong*
Tak lama kemudian bel berbunyi dari lantai dasar, "Alli, bisakah kau menolongku bukakan pintunya? Aku akan kebawah sekitar 5 menit lagi!" Emma berteriak dari dalam kamar mandi.
Aku memutar bola mataku dan menuruni tangga dengan malas.
*ting* *tong* bel kembali berbunyi.
"Sebentar!" Aku berteriak dan dengan cepat menggapai knop pintu.
"Emma sedang di kamar mandi, ia memintamu untuk menunggunya seben...tar." Majalah yang kugenggam jatuh saat melihat siapa yang datang.
Danny Scrivern.
"Alli?" Alis Danny bertaut.
"Hello, and yeah its me." Aku masih tak percaya dengan apa yang kulihat. Dia berbohong.
"Hi honey, maaf telah membuatmu menunggu. Kau tampak keren dengan jas itu." Emma datang dan mencium bibir merah Danny di depan mata kepalaku!
I think im gonna heart attack!
"Terimakasih." Danny tersenyum. Senyumnya masam.
"Eh Alli, aku dan Danny akan makan malam di luar. Apa kau mau ikut?" Emma bertanya padaku.
"Eh. Mmmm. Tidak. terimakasih. aku tidak lapar. Mmmm.. Aku sedang diet." Aku berbohong.
"Well baiklah, tolong jaga rumah selama aku pergi. Aku mencintaimu." Emma memelukku dan menggenggam lengan Danny saat mereka bergegas pergi. Aku melihat mata gelap Danny sekilas.
Setelah mereka pergi aku langsung berlari menuju kamar Emma.
Terimakasih Danny Scrivern telah membohongiku. Aku kira ia memang tidak ingin menjalin hubungan dulu, tapi nyatanya ia sudah memiliki hubungan dengan Emma sepupuku. Harusnya aku tau kalau aku memang tidak pantas untuknya. Emma sangat cantik dan modis. Stylenya pun selalu berkelas. Tidak seperti diriku yang acak-acakan tak karuan. Aku menangis. Ini pertama kalinya aku menangis karena lelaki. Dan itu membuatku berpikir kalau aku benar-benar mencintainya. Danny Scrivern. Yang sekarang seharusnya aku lupakan.
Sejak saat itu, tepat keesokan harinya, Mom memintaku untuk menemani Paman dan Bibi di Cambridge, England. Dan aku memutuskan untuk pergi dari Portland dan pindah ke rumah bibi ku di Cambridge, England. Berharap semua rasa itu akan hilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
My February
ФанфикAku hanya punya satu jiwa, satu hati, dan satu cinta yang hanya akan kuberikan untuk satu orang. Saat aku telah memilih sebuah cinta, aku harus rela melepaskan cinta yang lain. Mencoba yakin pada apa yang kupilih meski jalannya begitu rumit...