"Alli, dengarkan aku.. Aku punya alasan mengapa aku melakukan itu....." Danny tampak muram dan memandang ke arahku.
Aku merutuk alarm ku yang berbunyi tepat sebelum aku bertanya apa maksudnya mengatakan itu.
Secepat kilat, bayang-bayang Danny hilang bagaikan hembusan angin.
Dan aku terbangun dari tidurku..
Udara dingin pagi menusuk ke setiap tubuhku yang masih terbalut piama tidur ketika aku membuka jendela kamarku yang bertirai oranye.
Tadi malam, aku memimpikan Danny. Ia berkata sesuatu yang tidak ku mengerti.
Alasan? Alasan apa?
"Allison! Seseorang menunggumu! Cepat turun!" Suara Bibi menggema sampai ke kamarku.
Aku hanya bertanya-tanya bagaimana suaranya bisa senyaring itu? Padahal rumah ini sangat luas dan kamarku berada di lantai 2 paling pojok.
Dan kira-kira siapa yang menungguku ya?
Sesegera mungkin aku mengambil handuk, menuju kamar mandi dan berpakaian.
Aku mengenakan Kaos garis-garis berwarna coklat putih dengan lengan panjang yang hampir menutupi semua jari-jariku, celana jeans biru kesukaanku, dan menggerai rambut berwarna emas panjangku yang sebelumnya telah kupakaikan roll rambut pada beberapa bagiannya.
Karena ini hari Kamis jadi aku tidak memakai seragam. Peraturan di sekolahku pada hari kamis semua murid memakai baju bebas.
Aku menuruni tangga dan terbelalak kanget melihat siapa yang datang.
"Broody?"
Broody sedang bercakap-cakap dengan Paman dan Bibiku di meja makan. Ku lihat meja di depannya sebuah cangkir teh dengan isi yang tinggal sedikit. Tidak diragukan lagi, pasti Broody sangat suka dengan Teh buatan Bibi. Karena menurutku itu adalah Teh ternikmat yang pernah kurasakan.
Broody mengenakan kaos putih dan jaket abu-abunya. Ia tampak mengesankan, seperti selalu.
"Hi Alli!" senyum mengembang di bibir Broody saat melihatku.
"Kau tau sudah berapa lama ia menunggumu?" Bibi Grace mulai cerewet, bahkan masih sepagi ini ia sudah cerewet.
Aku berjalan menghampirinya di meja makan. "Maaf Broody, tadi saat kau datang aku baru saja bangun,"
"Oh tidak apa-apa, ayo kita berangkat,"
Broody beranjak dari tempat duduknya diikuti oleh Paman dan Bibiku.
"Terimakasih sudah datang. Datanglah kapanpun kau mau," Paman dan Bibi ku berjabat tangan dengan Broody.
Well, sudah kukatakan sebelumnya bahwa Tn. Harold ayah Broody adalah partner kerja pamanku. Jadi sudah pasti mereka akan berlaku sangat ramah kepada Broody.
"Terimakasih Tuan, Nyonya. Sungguh merupakan kehormatanku untuk datang kemari," Broody tersenyum dan menggandeng tanganku menuju depan rumah dimana ia memakirkan colvo nya.
---
"Kau tidak bilang padaku kalau mereka adalah Paman dan Bibimu," Ujar Broody saat kami telah masuk ke dalam mobil hitam mengkilap miliknya.
"Kau tidak bertanya," aku mengutak-atik handphone ku yang sejak tadi ku genggam.
"Kalau ku tau mereka Paman dan Bibimu kan aku bisa mendekatimu sejak dulu. Hahahah," Broody tertawa dengan matanya masih memandang lurus ke jalan raya.
Aku memonyongkan bibirku kedepan. "Kau gila,"
Broody kembali tertawa. "Haha, hanya bercanda dungu!" Broody mengacak-acak rambutku yang sudah rapih.
KAMU SEDANG MEMBACA
My February
FanfictionAku hanya punya satu jiwa, satu hati, dan satu cinta yang hanya akan kuberikan untuk satu orang. Saat aku telah memilih sebuah cinta, aku harus rela melepaskan cinta yang lain. Mencoba yakin pada apa yang kupilih meski jalannya begitu rumit...