Part 3 : Mencoba Menggapai Lembar Baru

5.7K 251 1
                                    

"Mbak, kalo dilanjut besok aja nggak apa – apa,” Ardila menegur bawahannya yang sedang sibuk membereskan berkas – berkas yang berceceran dimejanya. Seketika bawahannya itu menatap Ardila yang berdiri dihadapannya.

“Eh iya, bu. Nanggung ini, tinggal sedikit lagi sudah beres.”

“Yasudah kalau begitu, saya pulang duluan. Mari..”

“Iya bu.”

Ardila berjalan memasuki lift. Setelah sampai lobi, ia bergegas menuju tempat parkir dimana mobilnya ia parkirkan pagi tadi. Saat ia melewati lobi, banyak karyawan yang menyapanya dan Ardila membalas dengan ramah. Ardila ini terkenal sebagai atasan yang loyal dan ramah. Banyak karyawan perusahaan itu yang menyukai Ardila, tidak jarang jika banyak karyawan yang memuji Ardila. Tak hanya cantik luarnya tapi juga cantik dalamnya.

Ardila memacu mobilnya menuju cafe milik Meisya. Sore ini ia ada janji dengan dua sahabatnya itu untuk nongkrong seperti biasanya.
Sesampai di cafe, terlihat dua sahabatnya itu sudah datang. Ardila langsung saja memesan minuman kesukaannya dan duduk bermain handphonenya. Ardila tidak membawa MacBook untuk menonton drama korea kesukaannya. Ardila hanya duduk terdiam menikmati dunia yang ia ciptakan sendiri. Ardila terlihat tidak ceria seperti biasanya.
Rere dan Meisya membicarakan tentang perkembangan cafe milik Meisya dan Ardila hanya manggut – manggut saya, tidak yang langsung asal nyambar dan cerewet seperti biasanya.

Saat Rere mencoba menggoda Ardila, respon Ardila sungguh diluar nalar. Biasanya Ardila akan menggoda balik, kini Ardila hanya tersenyum saja lalu kembali asik tenggelam bersama handphonenya yang sejak tadi menemaninya.

“Dil, lo kenapa deh? Tumben banget diem aja,”

“Iya nih, lo kenapa sih daritadi lo dateng diem mulu,”

“Nggak apa – apa, gue lagi banyak pikiran.” Ardila mencoba menjawab sekenanya. Belum siap ia harus bercerita pada dua sahabatnya itu.

About?”

Something, my future life.

Your future life?” ujar Rere menyelidik.

My new life after marriage.”

WHAT?! Marriage?! Lo??”

“Gue bakalan dijodohin.”

**

“Man, korek api dong,”

“Nih, ngerokok aja terus.” Irman menyerahkan korek api yang baru saja ia raih dari saku celananya

“Lo kan juga ngerokok.” Ujar Sakha sambil menyematkan sebatang tembakau yang digulung dalam kertas di mulutnya dan menyalakannya dengan korek api.

“Itu kan dulu, sekarang udah nggak lah. Udah berapa batang pak yang dihisap? Nggak capek apa mulut lo, ngisep mulu.” sindir Irman.

Sakha hanya menyengir kuda. Sore ini mereka sedang duduk santai di rooftop kantor ini sekedar menikmati senja. Sakha sejak tadi terus – terusan menghisap rokok. Sakha ini bukan laki – laki yang setiap harinya dan setiap saat merokok. Bukan. Ia hanya merokok jika pikirannya kacau. Seperti saat ini, pikirannya kacau balau semenjak percakapan malam itu dengan sang mama.

“Kha, lo serius sama omongan lo?”

“Heh Maman! Ya kali gue boong tentang hal yang menurut gue nggak banget ini?”

“Setau gue lo kan anti komitmen, bro.”

“Emang gue anti komitmen, Man Irman sayang.”

“Sekali lagi lo panggil gue sayang gue hajar lo.” Irman mengancam Sakha. Ia pura – pura akan melayangkan tinjuan ke Sakha. Yang dimaksud hanya menyengir saja.

Perfect WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang