Part 10 : Have a Nice Dream

6.4K 244 8
                                    

Pagi ini adalah hari ke 3 mereka tidur satu atap. Walaupun satu atap tapi mereka tidur berbeda ranjang bahkan berbeda kamar. Ardila menerimanya dengan lapang dada. Mungkin Sakha masih canggung dengan dirinya kan sebelumnya belum ada saling mengal kayak pasangan umumnya, pikirnya saat itu.

Arsakha hanya bersikap sinis, judes, dan dingin kepada Ardila. Pokoknya turunannya itu lah. Ya mau bagaimana lagi, Ardila juga belum tahu seluk beluk suaminya seperti apa. Tapi ia ingat dengan pembicaraannya dengan sang mama mertua saat dirinya dirias.

"Sakha itu anak yang baik sebenarnya. Kamu yang sabar - sabar ya ngadepin anak mama itu," ujar Mutia waktu itu.

Kata mamanya saja suaminya itu anak yang baik, berarti mampu dong menjadi suami untuk dirinya? Tapi kenapa saat dengan dirinya bisa berubah jadi sinis bin dingin ya? Ahhh bikin pusing saja.

Hari ini Ardila bangun pagi. Seperti biasa, ia salat subuh, membereskan rumah hingga memasak untuk mereka sarapan. Ardila hanya bisa memasak sekenanya. Ia tidak terlalu mahir dalam dunia masak - memasak. Yang penting ia tahu dasar masak - memasak itu seperti apa. Ya walaupun hanya memasak yang simpel yang penting suaminya itu tidak banyak komentar. Sakha tipe orang yang mudah makan jadi kalau Ardila masak apapun Sakha akan tetap menikmatinya. Ah senangnya hati ini.

Pagi ini Ardila memasak nasi goreng jamur. Kalau suruh masak seperti ini sih ia masih mampu. Tapi kalau suruh masak yang susah - susah seperti rendang, mending dia beli di rumah makan masakan padang. Nggak mampu lah aku!

Arsakha menikmati sarapan dalam diam. Dalam hatinya ia memuji masakan istrinya itu. Namun ia hanya bersikap biasa saja seperti tidak terjadi apa - apa. Ardila diam - diam melirik ke arah suaminya. Suaminya bagai freezer, beuh dingin benar permisah. Mau tidak mau ya Ardila lah yang jadi microwave, menghangatkan hati suaminya. Ih perumpamaan dari mana?

"Gimana rasanya, Mas?"

Ya, setelah menikah Ardila memang memanggil Sakha dengan sebutan 'mas'. Awalnya sih Sakha menolak.

"Kenapa lo manggil gue 'mas'? Emang gue mas - mas ojek?" omelnya saat itu.

Ardila hanya menjawab bahwa itu tanda baktinya pada suaminya. Lagian umur mereka juga selisih jauh kan? 5 tahun?

"Biasa aja." Sakha menjawab sekenanya. Dengan tenang ia menghabiskan sarapannya pagi ini.

Ardila menatapnya datar. Bilangnya biasa aja eh ternyata habis juga. Mau muji aja berat banget kayaknya. Huh dasar suami nyebelin!

**

"Mulai sekarang lo kalo ke kantor sama gue. Pulangnya lo bisa sama sahabat lo itu karena jam pulang gue kadang nggak tentu. Kasihan gue kalo ngeliat lo harus nunggu gue di kantor sampe jam 8 malem."

"Hah? Jam 8 malem? Yang benar aja, mas."

"Kalo lagi banyak proyek ya gue pulang jam segitu lah,"

"Lah, malem banget mas."

"Maka dari itu. Mendingan lo pulang sama sahabat lo siapa itu namanya.."

"Rere?"

"Nah itu. Kantor kalian kan deket. Kalo lo mau pulang telat hubungi gue. Gue juga bakal gitu ke lo,"

"Iya, mas."

"Lo pulang bareng Rere kalo gue nggak bisa jemput doang. Selebihnya gue bakal jemput lo,"

Sepanjang perjalanan menuju kantor, Sakha terus mengoceh tentang kesehariannya tapi yang penting - penting saja seperti jam berapa ia pulang kantor. Ia juga mengoceh tentang tugas istri di rumah yang harus melayani suaminya dengan baik. Dan sebagainya.

Perfect WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang