Part 10

501 124 5
                                    

"Jadi sekarang kalian udah jadian?"

Al menganguk. Saat ini Al dan Maxime ada di taman belakang kampus yang entah mengapa menjadi tempat yang sangat sering di kunjungi mereka akhir-akhir ini.

"Selamat selamat..." Maxime menyalami Al.

Al tersenyum lebar. Tanpa Al sadari perasaan Maxime yang sangat sakit saat ini. Tapi Maxime tak mau menyalahkan siapapun dalam kisahnya. Karna inilah yang memang dia inginkan.

"Lalu sekarang apa yang harus aku lakukan?" tanya Al.

"Mungkin gue cuman nyaranin loe jangan tinggalin Yuki dan jangan pernah biarin dia menangis kesepian"

"Kalo itu tanpa kamu mintapun pasti bakal aku lakuin"

"Oke kalo gitu... jalanin aja sewajarnya" Al mengangguk dan kembali tersenyum senang.

"Yaudah kalo gitu gue balik ke kekelas dulu ya" pamit Maxime sembari berdiri dari kursinya. Sekali lagi Al mengangguk.

Maxim melangkahkan kakinya menjauhi Al. tapi bukan kelas yang di tujunya, melainkan kamar mandi. Saat di rasa tak ada seorangpun di sana Maxime segera mengeluarkan botol obatnya dan menelan beberapa butir obat. Di pejamkannya matanya perlahan, menikmati setiap rasa sakit yang tidak hanya di rasakan kepalanya, tapi juga hatinya. Sebuah senyum terlukis di bibir Maxime, di saat bersamaan beberapa likuit beningpun mengalir dari matanya.

"Ciyeee yang udah jadian... mana traktirannya nih" goda Maxime pada gadis keturunan indo jepang itu. Yuki menatap Maxime sekilas sebelum mengalihkan pandanganya kembali pada novel yang di bacanya sedari tadi. Maxime mengerutkan halisnya heran, diapun segera duduk di samping Yuki.

"Kenapa loe?" tanya Maxime penasaran.

"Gak kenapa-kenapa. Cuman males aja sama loe. Loe sendiri jadian sama Fathin gak bilang-bilang" jawab Yuki ketus tanpa melihat Maxime.

"Gue jadian sama Fathin? Siapa yang bilang?"

"Gak usah bo'ong deh... gue lihat sendiri kok kalian mesra banget"

"hahahaaa... gue mesra sama Fathin? Ada-ada aja loe... emang sih gue lagi PDKT sama dia, tapi gue belum ke tahap penembakan kok"

"Jadi loe belum jadian sama Fathin?" tanya Yuki penasaran sembari menatap Maxime. Maxime menggeleng.

"Tapi sebentar lagi pasti gue juga bakal jadian sama dia kok" ujar Maxime santai.

Yuki menatap Maxime tajam. "Serah...!!" Yuki kembali menatap novelnya. Maxime hanya mengendikan bahu dan mulai asik dengan Hpnya. Walaupun keduanya nampak asik dengan kegiatan masing-masing tapi satu sama lain saling memikirkan orang yang duduk di sebelah mereka.




Al memasangkan helm di kepala Yuki sebelum Yuki duduk di boncengannya dan melaju meninggalkan kampus.

"Mang kita mau kemana?"

"Ada deh... loe pasti suka..."jawab Al yang semakin mempercepat laju motornya.

Ternyata mereka datang ke salah satu mall ter besar di Jakarta.

"Ngapain kita ke sini?"

"Main es sketing" ucap Al santai sembari mengadeng tangan Yuki menuju tempat es sketing. Mungkin karna bukan hari libur jadi tempat itu sedikit lenggang.

"Tapi aku gak bisa main" rajuk Yuki.

"Kan ada aku. Nanti aku ajarin deh"

"Tapi..."

"Udah... pakek dulu aja sepatunya" Al memasangkan sepatu khusus es sketing ke kaki Yuki. Setelah itu dia menuntun Yuki masuk ke dalam ruangan yang dimana lantainya merupakan balok es. Yuki tampak sangat takut sehingga dia memegang tangan Al dengan erat.

"Coba kamu buka kaki bagian depan lalu...." Al mulai mengarahkan Yuki. Mula mula Yuki masih agak takut tapi lama-lama dia mulai terbiasa. Walau bebrapa kali masih sering jatuh. Keduanya benar-benar menikmat acara kencam mereka. Beberapa kali terdengar tawa juga teriakan dari Yuki dan Al. ini adalah kali pertama Yuki bisa merasa nyaman dengan seseorang selain Maxime.




"Max... obatnya udah kamu minum?" tanya Lecia di depan pintu kamar Maxime. Maxime yang sedang menulis sesuatu di meja belajarnya memalingkan wajahnya menatap sang kakak dan mengangguk.

"Udah kok Kak..."

"Ya udah kalo gitu... kamu nanti jangan tidur malam-malam ya... kakak mau keluar sebentar" Maxime mengangguk sebelum sang kakak kembali menutup pintu kamarnya. Maxime pun kembali melanjutkan menulis sesuatu di kertas merah muda yang tadi sempat terhenti.




"Kak... makasih ya untuk hari ini... aku seneng banget" ucap Yuki saat Al mengantarnya pulang kerumah. Al mengangguk.

"Kakak yakin nih gak mau mampir dulu ke dalam?"

"Gak usah... kamu juga dah capek. Besok aja aku jemput kamu ke kampus ya..." kali ini Yuki yang mengangguk.

"Ya udah kalo gitu aku masuk dulu..." pamit Yuki sembari berbalik. Tapi belum sampai satu langkah Al menarik tangan Yuki hingga gadis itu kembali menghadap Al.

"Kena..." Yuki menghentihan kata-katanya saat sesuatu tiba-tiba menekan bibirnya. Yuki membelalakan matanya mendapati Al telah menciumnya. Dengan cepat di dorongnya tubuh Al

"Maaf... aku benar-benar terkejut" ujar Yuki yang merasa bersalah pada Al yang juga tampak terkejut mendapatkan penolakan dari Yuki.

"Tidak... harusnya aku yang minta maaf. Tiba-tiba saja aku menciummu"

"Aku...-"

"Apa kamu kecewa pada ku?' potong Al.

"Tidak... tentu saja tidak... hanya saja aku benar-benar terkejut"

Al menatap Yuki dalam kemudian tangannya menyentuh dagu gadis itu secara perlahan Al mendekatkan wajahnya kearah Yuki. Yuki hanya diam dan saat hembusan nafas Al semakin terasa, Yuki mulai memejamkan matanya. Di rasakannya bibir Al yang menyentuh bibirnya. Cukup lama Al mencium bibir Yuki tanpa balasan dari Yuki. Hingga Al melepaskan bibir gadis itu. Keduanya kembali saling bertatapan. Sebelum akhirnya Al pun melepaskan tangannya dari dagu Yuki.

"Ah... em... aku... aku pamit" gugup Al sembari naik ke atas motornya. Yuki masih diam bahkan hingga motor Al telah hilang di belokan jalan. Yuki menyentuh jantungnya yang berdetak kencang. Sebelum dia menggelengkan kepalanya dan berbalik untuk masuk ke dalam rumahnya.

Tanpa mereka sadari bahwa ada seseorang yangmenatap kejadian itu dari pertama mereka datang di depan rumah Yuki. Maximeyang dari tadi berada di balik pohon menyentuh dadanya yang terasa nyeri dansesak. Apa yang di lihatnya barusan terasa bagaikan sebilah belati yangmenancap tepat ke hatinya. Rasanya begitu sakit hingga air matanya tak dapatdia bendung. Kertas berwarna pink yang tadi akan di berikannya pada Yuki sudahtak berbentuk karna remasan di tangannya. Dengan berlari Maxime melangkahkankakinya menjauhi rumah Yuki. Entah kemana kakinya membawa Maxime pergi. Diaterus berlari, berlari dan berlari. Hingga sakit di kepalanya mulai dirasakannya kembali. Maxime menghentikan langkahnya saat pandangannya mulaikabur. Bumi yang di pijaknya terasa berguncang dengan hebat. Maxime berusahameraih sesuatu untuk dia berpegang, tapi tak ada apapun yang dapat di raih olehtangannya. Hingga kesadarannya benar-benar hilang, dan ayunan adalah halterakhir yang di lihatnya sebelum semuanya menjadi gelap. 

LOVE - ARTI CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang