Aku terbangun dari tidurku dengan perasaan malas. Di sampingku, Elisa terlihat asyik memainkan ujung selimutnya. Aku melirik jam sebentar, menunjukkan pukul 08.15 WIB. Ahh.. aku ingin tidur lagi.
"Kakak gak sekolah??" tanya Elisa sambil menarik sedikit selimutku.
"Ini kan hari minggu, sayang," jawabku sambil menggeliat malas.
"Oh, iya ya" balasnya cengengesan. Tawanya yang polos sejenak membuat suasana terasa ringan.
Aku hanya menggelengkan kepala dan menarik selimut kembali, berharap bisa melanjutkan mimpiku yang terpotong. Bertemu dengan seorang pangeran tampan.
"Kak, cerai itu apa??" tanya Elisa dengan polos.
Aku langsung terbangun dari posisi tidurku, menatapnya kaget.
"Kamu tau dari mana kata cerai itu?" tanyaku, berusaha tetap tenang meski hatiku bergejolak.
"Tadi, aku dengar Mommy teriak ke Daddy ngomong cerai-cerai gitu," ucapnya tanpa beban..
DAMN!!
Jantungku berdetak sangat kencang, terasa seperti ada sesuatu yang runtuh dalam diriku. Apa mungkin mereka akan bercerai?
Aku bangkit dari kasur dan meninggalkan Elisa sendirian dibalik selimutnya. Langkahku terasa berat saat menuruni tangga. Setiap pijakan seolah semakin mendekatkanku pada kenyataan pahit yang tak ingin kuhadapi. Kulihat disana ada Daddy dan Mommy, namun mereka saling membisu. Hanya keheningan yang mengisi ruangan itu.
Aku berjalan menghampiri mereka.
"Mom?" panggilku pelan, mungkin nyaris tak terdengar. Tidak ada respon.
"Dad?" panggilku ke Daddy, kali ini lebih keras. Masih tidak ada jawaban.
"Mom, Dad, apa kalian benar-benar ingin bercerai?" tanyaku bergetar menahan tangis dan sesak saat melontarkan kalimat itu.
Mereka berdua menoleh bersamaan, tatapan kosong menghujamku. Kebisuan mereka semakin membuatku cemas.
"Mom, Dad jawab!" sentakku dengan nada tinggi.
"Ya, minggu depan sidang perceraian kami!" Daddy akhirnya membuka mulut, terlihat begitu santai, seolah ini bukanlah masalah besar.
"Kalian ingin bercerai?? Apa Mom sama Dad sudah pikirkan semua tentang bagaimana nasib aku dan Elisa selanjutnya??" suaraku pecah, isakanku tak lagi bisa ditahan.
"Kamu dan Elisa akan ikut dengan Daddy," tambah Daddy sambil menyesap kopinya.
Aku tak percaya dengan apa yang kudengar. Sementara itu, Mommy langsung menoleh, menatap tajam ke arah Daddy.
"Tidak, Sharin dan Elisa akan ikut denganku," bantah Mom.
"Kau tidak bisa mengurus anak-anakku." ucap Daddy lagi.
"Aku ini ibunya! Tentu saja aku bisa mengurus mereka!" balas Mom dengan nada meninggi.
"Aku ayahnya, aku berhak mengambil hak asuh anak-anakku!" balas Daddy lagi, semakin memanas.
Mereka berdua mulai berdebat kembali.
"STOP!" Teriakku, suaraku serak dan penuh dengan kebencian pada mereka. "Kalian hanya mementingkan ego kalian! aku benci keluarga ini, aku benci!" isakanku pecah.
Tanpa berpikir panjang, aku bergegas ke kamar. Membereskan semua barang-barangku. Semua pakaian, buku pelajaran dengan tangan bergetar. Sudah cukup aku bersabar dengan segala drama mereka. Kini aku tidak bisa lagi! Mereka memang bukan orang tua yang baik!
Aku segera turun dari kamar dengan membawa koper.
"Sayang, kamu mau kemana??" tanya Mom langsung berdiri menghampiriku.
"Urus saja perceraian Mom sama Daddy!" ucapku dengan terus menyeret koperku.
"Sayang, dengarkan kami dulu!" ucap Daddy panik, mencoba menarik koperku. Sontak wajah mereka dipenuuhi kekhawatiran yang terlambat.
"Kalau kalian tidak ingin aku pergi, Mom dan Dad harus batalkan perceraian itu!" teriakku frustasi
"Kami tidak bisa!" ucap Dad melirik Mom dingin, seolah sudah memutuskan segalanya.
"Oke.. kalau begitu jangan cegah aku untuk pergi dari rumah ini!" ucapku kembali berjalan dengan cepat, menggenggam erat pegangan koperku
"Kakak!" teriak Elisa memanggilku sambil berlari menangis.
Aku berhenti dan menoleh ke belakang, air mata berlinang di wajahnya. Tangannya yang kecil menarik-narik tanganku, mencoba menahanku pergi.
"Kakak, El ikut!" rengeknya, suaranya pecah dalam tangis.
Hatiku terasa sakit. Aku berjongkok di hadapannya, menyamakan tinggi badan kami, berusaha menahan air mataku. "Elisa, kamu disini aja ya." ucapku lembut.
"Gak mau! aku mau ikut kakak!" teriaknya lagi sambil memeluk ku.
"Oke, Oke, Daddy akan batalin perceraian ini!" ucap Daddy dengan nada pasrah.
Aku berhenti, berbalik menatapnya.
"Promise?" ujarku ragu.
"Ya, kami akan membatalkannya. Jadi, tolong jangan pegi dari rumah, okay?" ucap Mommy mengelus kepalaku kemudian membawaku masuk kembali.
'Mission success!' batinku senang. Aku dan Elisa tersenyum penuh kemenangan. Rencana kami berdua berhasil menghentikan mereka
Percaya? Tentu tidak. Tapi setidaknya rencanaku berhasil membuat mereka memikirkannya kembali keputusan mereka.
Tak lama kemudian, Daddy merangkulku, "I'm sorry, Daddy's girl" bisik Daddy pelan. Aku hanya tersenyum simpul.
"Aku gak diajak!" ucap Elisa dengan nada manja, menyempil di tengah-tengah pelukan kami.
"Pasti dong." ucap Daddy menggendong Elisa.
Aku tersenyum melihat kedua orang tuaku kembali akur.
'Ya tuhan semoga ini benar-benar yang terakhir.'
![](https://img.wattpad.com/cover/98867530-288-k384211.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
HOME SWEET HOME [SUDAH TERBIT]
Jugendliteratur[PRE-ORDER NOVEL HOME SWEET HOME] Dalam dunia yang penuh luka dan ketidakpastian, Sharin berjuang untuk menemukan cinta di tengah kehampaan keluarganya. Dibesarkan di keluarga yang lebih memuja karier daripada kasih sayang, Sharin tumbuh dalam bayan...