Malam semakin larut, suasana di rumah sakit terasa hening. Suara detak jantung Elisa, adikku yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit, terus memecah keheningan. Tak ada tanda-tanda ia akan sadar. Aku menatap wajahnya yang pucat, tubuh kecilnya tertutupi selimut putih. Sungguh, andai aku bisa menukar tempat dengannya.
"Elisa sayang, Kakak kangen," ucapku lembut sambil menggenggam tangan mungilnya dan menciumnya. Hanya suara monitor yang terus berbunyi monoton. Kenapa harus Elisa? Kenapa bukan aku saja yang menanggung semua ini?
Aku melirik ke pintu. Mommy dan Daddy entah ada di mana, lagi-lagi tak ada di sini ketika Elisa paling membutuhkan mereka. Hatiku semakin panas, marah dan benci bercampur menjadi satu.
Perlahan, aku merasakan ada sesuatu yang bergerak di tanganku. Jari-jari kecil Elisa mulai menggeliat, hampir tak terlihat. "Elisa?" panggilku kaget, jantungku berdegup kencang. "Elisa, bisa denger kakak?" lanjutku, harapan melonjak di dadaku.
Matanya yang selama ini tertutup rapat, mulai terbuka perlahan. Sepasang mata indah itu akhirnya terlihat kembali. "Kakak?" suaranya terdengar sangat lirih, nyaris seperti bisikan. Tapi itu cukup untuk membuatku tersenyum lebar.
"El, kamu sadar!" seruku penuh kebahagiaan, hampir tak percaya.
Elisa mengerjapkan matanya, tampak kebingungan. "Mommy?" gumamnya dengan suara serak. Aku menggigit biibirku, mencoba menahan kegelisahan.
"Mommy di luar, Sayang," jawabku, berusaha tetap tenang. Bohong, tentu saja. Aku bahkan tidak tahu mereka di mana sekarang.
"Aku mau Mom dan Dad..." rengekannya membuat hatiku semakin sakit. aku membelai rambutnya yang halus, mencoba menenangkannya.
"Iya sayang, nanti mereka ke sini, sekarang Elisa istirahat dulu, oke?" Suaraku selembut mungkin, mencoba menenangkan rasa gelisahnya.
"Kepala El sakit, kak..." rintihnya, wajahnya meringis kesakitan.
"Elisa istirahat dulu ya, jangan banyak ngomong dulu, kakak panggilin dokter dulu, ya?" aku mengelus rambutnya lagi, mencoba meredakan rasa sakit yang tergambar di wajahnya.
Namun air mata mulai membasahi pipinya. "Mommy..." bisiknya pelan lalu memejamkan matanya.
"Sebentar ya, sayang," kataku, akhirnya memutuskan untuk keluar dari ruangan. Hatiku gelisah, kesal, marah semua perasaan bercampur aduk. Aku keluar dengan langkah cepat, mencari Mommy dan Daddy yang seharusnya ada di sini.
"Mommy sama Daddy ke mana sih? Gumamku dengan geram. "Masa anaknya lagi sakit begini malah ngilang!" sambung sambil tak henti-hentinya menghubungi Mommy.
Belum sempat aku mencari lebih jauh, Mommy datang berlari ke arahku, wajahnya penuh kekhawatiran. Tanpa berkata apa-apa, di langsung masuk ke kamar Elisa. Dari matanya yang merah dan sembab, aku tahu dia pasti habis menangis. Ada apa lagi? Pikiranku langsung terarah ke Daddy. Pasti mereka baru saja bertengkar lagi.
Tak lama kemudian, seorang pria yang tak kukenal menghampiriku. Dia berbadan besar dan terlihat cukup tampan, mungkin seumuran dengan Daddy. Tapi, siapa dia? Kenapa dia di sini?
"Kau Sharin, ya?" tanyanya pelan.
Aku mengangguk pelan, masih terkejut dengan kehadirannya yang tiba-tiba. Mataku terus memandanginya, mencari tahu siapa pria ini. Tapi belum sempat bertanya, dari kejauhan aku melihat sosok Daddy. Jantungku berdegup keras. Ia berjalan ke arah kami, tapi yang membuatku terkejut adalah wanita yang berjalan di sampingnya.
Wanita itu cantik, jauh lebih muda dari Mommy. Dia berjalan dekat sekali dengan Daddy, seolah tak peduli siapa yang melihat. Siapa perempuan itu? Dan siapa pria di sampingku ini?
![](https://img.wattpad.com/cover/98867530-288-k384211.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
HOME SWEET HOME [SUDAH TERBIT]
Novela Juvenil[PRE-ORDER NOVEL HOME SWEET HOME] Dalam dunia yang penuh luka dan ketidakpastian, Sharin berjuang untuk menemukan cinta di tengah kehampaan keluarganya. Dibesarkan di keluarga yang lebih memuja karier daripada kasih sayang, Sharin tumbuh dalam bayan...