BAB 41

3.8K 99 5
                                    


"Lo nangis?" tanya Raveno, sedikit panik.

Sharin tak menjawab, membuat Raveno merasa bersalah. "Rin... sorry," gumamnya pelan. "Gue cuma bercanda tadi."

Namun, Sharin tetap bungkam. Tangisnya seolah makin nyaring, membuat Raveno semakin tak tenang.

"Lo boleh pukul gue, oke? Eh... atau apa aja deh! Jangan nangis dong," Raveno mulai putus asa.

Lalu, tiba-tiba...

"BWAAA!" Sharin mengangkat wajahnya dan berteriak, mengagetkan Raveno yang tak siap. Tawa Sharin pecah, ia tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya.

"Panik, ya? Panik, ya?" ejek Sharin.

Raveno menatapnya dengan ekspresi kesal. Menyadari dirinya baru saja terkena prank. Tapi, ide balasan sudah terlintas di benaknya. Tanpa aba-aba, ia mengangkat tubuh Sharin dan membawanya kembali ke dalam danau.

"RAV! GUE TAMPOL LU, YA?!" teriak Sharin sambil memukul-mukul punggungnya.

Kini giliran Raveno yang tertawa puas. Mendadak, Sharin mencubit pinggangnya keras, membuat Raveno refleks berteriak dan menurunkan tubuhnya. Sharin tersenyum penuh kemenangan.

"Gila! Gosong nih, lu cubit!" Raveno mengeluh, memeriksa bekas cubitan di pinggangnya.

Sharin hanya menjulurkan lidah dan mengangkat jari tengahnya, lalu berlari menjauh. Raveno menyusul di belakangnya, berlari mengejar Sharin, tawa mereka menggema di udara.

-

Raveno tersentak, terbangun di dalam mobil. dengan jantung berdegup kencang. Rupanya ia baru saja bermimpi. Ia mengusap wajahnya kasar, rasa rindu itu semakin menjadi-jadi. Padahal baru satu hari yang lalu ia akhirnya berhasil menemukan keberadaan Sharin. Ia menghela napas panjang, kemudian meraih kopi di cup yang diletakkan di dashboard.

Ia sama sekali tidak kembali setelah mengantarkan Sharin ke sebuah apartment kecil asing. Apartment itu terlihat using, tetapi masih memiliki gaya yang menarik. Raveno memandang bangunan tersebut dari jauh, hatinya berdesir antara rindu dan perih yang menyiksa. Mimpi tadi terasa terlalu nyata, membawanya kembali ke masa-masa manis yang pernah mereka habiskan. Ia hanya ingin sekali lagi merengkuh Sharin, menahan agar ia tak pergi lagi.

Namun, Sharin telah mengancamnya untuk tidak mendekat. Meski Raveno yakin ancaman itu hanya gertakan, ia tetap tak berani menentangnya. Ia takut kehilangan jejak Sharin sekali lagi.

"Gue kangen lo, Sharin..." gumam Raveno sendiri.

Tiba-tiba Raveno mendengar suara deruman mobil. Deru mesin mobil tua itu menggema dalam keheningan malam, membuat Raveno seketika terjaga dan duduk tegak, pandangannya terfokus. Mobil itu bergerak maju, lalu melaju kencang meninggalkan apartemen. Raveno memicingkan mata, berusaha menangkap detail mobil yang lewat. Ia yakin mobil itu adalah milik Sharin, yang sempat ia lihat kemarin di Star Sunny Nightclub. Tanpa membuang waktu, Raveno menginjak pedal gas dalam-dalam dan mulai mengikuti mobil itu dengan kecepatan tinggi. Ia merasa ada sesuatu yang tak beres, mobil itu melaju sangat kencang.

Di jalan yang lengang itu, Raveno fokus mengejar. Keringat dingin mulai membasahi dahinya saat kecepatan mobil semakin tinggi. "Shit!" umpatnya.

Tak lama kemudian, Raveno melihat Sharin berhenti di depan sebuah bangunan klub megah yang tampak familiar. Ia menyipitkan mata, memutar ingatannya. Ini klub yang sama, tempat ia dan Sharin datang beberapa waktu lalu, saat mereka mencoba menghalangi Javier dari pertemuan rahasia dengan Clara. Raveno mengepalkan tangan. "Apa yang dilakukan Sharin di sini?"

HOME SWEET HOME [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang