-Ini baru saja dimulai-
Wilson memarkirkan mobilnya dipinggir jalan. Gerbang sekolah maupun gerbang parkiran murid sudah ditutup. Ia terlambat tiga puluh menit. Sempat ada keraguan memakirkan mobil kesayangannya diluar, namun ia harus melerelakannya hari ini. Ia menyogok tukang parkir dengan uang seratus ribu, untuk terus memantau mobilnya agar jangan sampai tergores sedikit pun. Tukang parkir menerima dengan senang hati, dan meyakinkan Wilson bahwa ia akan menjaganya dengan baik.
Wilson sudah tidak pulang dari semalam. Ia mengambil beberapa helai pakaiannya, baju seragam, buku – buku, sepatu, dan menjadikan mobilnya sebagai rumah kedua untuknya. Ia hanya akan pulang, jika Hera sendiri yang memintanya. Bahkan, ia tidak memberitahu Surya bahwa ia kabur dari rumah. Sebenarnya bukan kabur dari rumah, tapi pindah rumah untuk sementara.
Wilson berdiri di depan gerbang sekolah dengan beberapa anak lainnya. Dua satpam berdiri menunggu sang empunya kunci gerbang bagi anak – anak terlambat.
“Eh itu Wilson kan?”
“Iya, duh ganteng banget.”
“Ssttt, awas dia denger.”
“Biarin ajalah, emang ganteng kok.”
Wilson melipat tangannya di depan dada. Ia sudah terbiasa dengan tatapan memuja dari cewek – cewek disekolah barunya.
“Lo Wilson kan?” tanya seorang cowok dengan wajah oriental. Wilson meliriknya sekilas, lalu mengangguk dengan malas. Kepalanya masih terasa sedikit pusing, karena terlalu banyak minum semalam.
“Gue Sonny, temen sepupu lo, Si Surya. Lo mau nggak ikutan lomba futsal?” Sonny masih mengulurkan tangan kanannya, menunggu respons nonverbal dari Wilson untuk segera menjabat tangannya. Wilson yang sedaritadi berdiri menyamping, membalikkan badannya dan menjabat tangan Sonny.
“Gue pikir – pikir dulu.” Jawab Wilson sambil menjabat tangan Sonny.
“Usahain nanti malem lo kasi tau gue, proposal disetor besok, gue masih bisa ngomong sama Natasya buat revisi.” Sonny menatap Wilson dengan dengan tersenyum lebar.
“Natasya?” Wilson menautkan kedua alisnya.
“Iya, si bule cantik itu. Natasya Abigail Ga-“
“Garcia?” potong Wilson.Sonny mengangguk pelan.
"Lo kenal dia? Dia tuh incaran di sekolah ini. Kalo lo mau ikutan, lo harus bersaing dengan sehat."
Wilson menatap Sonny dengan tatatap "gue nggak peduli", namun akhirnya Wilson mengangguk pelan sambil tersenyum simpul.
“E-eh Pak Mudita dateng, yok masuk.” Sonny menepuk pundak Wilson dengan pelan.
“SEMUANYA BERKUMPUL DI LAPANGAN TENGAH!” suara serak yang khas terdengar sampai radius 70KM.
Pak Mudita berdiri disamping meja dan kursi kecil sudah disediakan dipinggir lapangan.Dua orang satpam mengawal anak – anak yang masuk, agar tidak ada kabur dari hukuman. Wilson mengikuti dari belakang. Saat itu lapangan tengah sedang dipenuhi anak – anak kelas sepuluh yang sedang berolahraga. Tatapan – tatapan kagum mulai menghujaninya.
“Ih Kak Wilson tuh!”
“Dia telat, kasiann.”
“Ganteng banget yaowloh.”
“Gue butuh oksigen.”
“Eh-eh dia ngeliatin kita.”
Wilson kembali mengalihkan pandangannya ke gerombolan anak – anak yang terlambat. Ia berdiri paling belakang, menunggu pengisian daftar hadir bagi siswa – siswa yang terlambat. Ia tidak menyadari seseorang sedang memperhatikannya dari jauh, menangis dalam diam, dan hanya bisa memendam rasa sakitnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE, HATE & REGRET
Teen FictionLOVE, HATE & REGRET _____________________________ Natasya, seorang gadis berdarah campuran Spanyol - Indonesia yang memiliki sahabat laki - laki bernama Kevin. Mereka sudah bersahabat saat mereka berumur lima tahun. Berawal saat mereka tidak sengaja...