Chapter 19

238 11 0
                                    

"Astaga... Apa yang sebenernya terjadi? Gue kira pura-pura pacaran nggak serumit ini, tapi apa yang terjadi pada gue sekarang? Ini lebih rumit dari pacaran beneran. Bahkan pas sama Ivan dulu nggak serumit ini. Kami tidak pernah diam-diaman tanpa adanya alasan yang jelas. Dan ini, sudah 2 hari Conan nggak mau ngomong sama gue. Nyebelin banget deh tu orang," gerutu Gain panjang kali lebar. Arga memandang Gain ngeri. Dia hanya bingung, sebenarnya siapa yang punya masalah di sini? Kenapa dia yang malah harus pusing  memikirkan jalan keluar dari permasalahan pasangan bohongan itu? Lama-lama ia menyerah juga kalau harus selalu dia yang bertindak saat keduanya dalam masalah. Sepertinya Arga butuh seseorang untuk membantunya, sayangnya ia tidak bisa melakukan itu karena resikonya juga cukup besar.

Arga menghela napas panjang. Agak ngenes sih, jatuhnya jadi dia yang terlihat sedang punya masalah, tapi dia juga tidak tega membiarkan Gain kebingungan sendiri.

"Mut, mending lo istirahat deh, ini udah malem banget loh, besok kan masih UTS." Gain menoleh. Dia berdiri dengan malas, berjalan menuju kamar lalu masuk dan mengunci pintu.

Arga kembali menghela napas. Ia menoleh ke Kak Jio yang tengah berkutat dengan kerjaannya di ruang tengah. Ingin sekali Arga meminta saran dari Kak Jio, tapi jika dia tahu Arga sudah melibatkan adiknya pada situasi sulit, maka habislah. Dia pasti akan marah besar. Arga memilih merebahkan tubuhnya di atas sofa. Dia harus bicara pada Conan. Biar bagaimanapun dia sudah salah sikap, tidak seharusnya Conan mendiamkan Gain seperti sekarang.

***

Gain dan yang lainnya sedang nongkrong santai di depan kelas mereka. Gain, Ifo, Irma dan Reva duduk di atas kursi panjang yang memang disediakan di depan kelas. Arga berdiri di dekat pintu sambil menyender dan bersedekap tangan. Iman, Yudhi dan Aldo duduk lesehan tak jauh dari kursi, sedangkan Bima tak jelas apa yang ia lakukan,  sebentar-sebentar duduk bareng Iman, sebentar-sebentar berdiri di samping Arga, sebentar-sebentar dia jalan mondar mandir kayak orang yang lagi nungguin istrinya lahiran.

"Eh, itu Kak Robin kan ya?" tanya Ifo sambil menyikut tangan Irma. Matanya berbinar menatap sosok Robin yang sedang bermain basket bersama teman-temannya.

"Iya. Manis kan? Dia juga jago nyanyi loh, suaranya merdu."

"Alah, gue juga bisa nyanyi." Iman tidak mau kalah.

"Nggak nanya." Ifo dan Irma berkata bersamaan dengan nada sinis membuat semua yang ada di sana tertawa. Gain ikut melihat ke arah lapangan. Robin yang sedang dibicarakan oleh Irma dan Ifo adalah senior mereka. Dia baik dan ramah pada semua orang. Gain sendiri tidak begitu tahu tentang seniornya itu, tapi dia sering sekali mendengar teman-teman ekskulnya membicarakan Robin. Selain anak Kepala Sekolah, Robin juga berprestasi. Itulah sebabnya dia dikenal banyak orang.

"Mut... Imut." Panggilan Arga membuat Gain tersentak. Saat ia menoleh, semua temannya sedang memandangnya aneh.

"Lo ngeliatin apaan sampe dipanggil berkali-kali nggak nyaut?"

"Ngeliatin Kak Robin, ya?"

"Apa sih, Fo. Enggak kok," ucapnya bohong, "Ada apa sih, Ga, kok manggil gue?" Pandangannya beralih pada Arga. Gain terdiam saat melihat sosok yang berdiri di samping Arga.

"Gue cabut deh, Ga."

"Loh, kok cabut sih, Nan, tadi katanya mau ketemu Gain?"

"Nggak jadi. Dia lagi sibuk kayaknya," katanya sambil melirik Gain. Lalu cowok itu berbalik dan pergi.

"Hayoloh, Conan ngambek. Lo sih, Mut, udah punya cowok masih aja lirik-lirik cowok lain."

"Apa sih, Man," sungut Gain. Aldo yang berada di samping Iman langsung menabok punggungnya keras. Anak itu benar-benar tidak tahu situasi dan kondisi.

Ssstt Pacar Pura PuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang