Gain menatap kesal orang yang saat ini tersenyum sangat lebar di hadapannya. Bagaimana tidak kesal kalau terus-terusan diikuti kemana pun ia pergi? Neal mengikuti semua yang Gain lakukan. Dia juga mengambil ekskul yang sama dengan Gain. Anak itu benar-benar mengganggu.
"Lo bisa nggak sih jangan duduk di depan gue!"
Suara Gain pelan, tapi nadanya tegas dan sinis. Neal mengangguk. Dia berdiri dari duduknya lalu pindah ke samping Gain. Cewek itu membulatkan matanya melihat kelakuan Neal. Anak itu membuatnya frustasi.
"Hei!"
"Apa? Gue kan nggak duduk di depan lo," kata Neal dengan wajah tanpa dosanya. Gain menggeram. Bagaimana bisa Neal semenyebalkan ini? Benar-benar membuatnya kesal. Gain berdiri. Dia mencari tempat lain untuk membaca. Kali ini Gain duduk di bangku yang sudah penuh agar Neal tidak lagi duduk di sampingnya.
"Jangan duduk di depan gue!" tegasnya pada Neal yang akan menduduki bangku depan Gain. Beberapa detik Neal merasa bingung. Dia tidak mau jauh-jauh dari Gain, tapi dia juga tidak bisa bilang tidak. Terpaksa dia mengangguk saja. Namun, jangan panggil Neal kalau dia berhenti sampai di situ. Cowok itu mengangkat satu kursi dari meja lain dan mensejajarkannya dengan kursi Gain lalu ia duduk di sana. Gain menahan nafasnya. Kesabarannya benar-benar sedang diuji saat ini.
Arga menurunkan buku yang sedari tadi ia gunakan untuk menutupi wajahnya agar tidak ketahuan oleh Neal dan Gain kalau ia sedang mengawasi mereka.
"Gue pikir ada alasan kenapa Neal selalu ngikutin Gain kemana pun dia pergi. Iya kan?" Arga menoleh pada Iman di sampingnya. Arga berdecak sebal, jadi sejak tadi dia ngoceh panjang lebar itu ternyata cuma dongeng tidur? Lihat saja Iman tertidur lelap dengan buku yang menutupi separuh wajahnya. Arga mengambil karet dari saku seragamnya. Ia memang biasa membawa karet untuk mengikat rambut Gain, tapi terkadang karet itu ia jadikan mainan. Seperti sekarang ini, Arga sedang membidik sasarannya yaitu Iman.
"Satu... dua... tiga."
PLETAK
GUBRAKK
Iman beserta kursinya ambruk tak berdaya. Arga tertawa terbahak-bahak.
"Sssssst."
Perjaga perpustakaan menegurnya. Arga diam sebentar, tapi hanya sebentar karena setelahnya ia tertawa lagi, hanya saja kali ini ia tertawa tanpa suara. Dia bahkan sampai mengeluarkan airmata.
Iman menatap Arga kesal sambil mengusap jidatnya yang terkena jepretan. "Lo mah gitu sama gue."
"Salah sendiri tidur. Kita ke sini kan buat mata-matain Neal bukan pindah tidur."
"Gue bete ah, sama lo. Biasanya kalo lo tidur kan nggak pernah gue ganggu."
"Iya nggak pernah. Nggak pernah absen maksudnya." Iman manyun.
"Whoa, tumben ke perpus, Man?" Reno yang kebetulan sedang lewat berseru heran. Tentu saja dia heran. Aiman Perdana alias Iman itu tipe orang yang tidak suka masuk perpustakaan. Kalau pun masuk itu juga karena terpaksa pakai banget atau kalau tidak dia lagi nyari tempat untuk tidur, itu pun kalau UKS tidak penuh.
"Iya nih, gue lagi ada misi penting."
"Misi apaan?"
"Lo mau tahu?" Reno mengangguk. "Sini!" Reno menurut. Dia berjalan mendekati Iman. Arga geleng-geleng kepala melihat Reno yang mau saja dikerjai Iman.
"Lo mau tahu kan? Beli sana di kantin," bisiknya pelan.
"Kampret lo. Gue kira mau ngasih tau misinya," umpatnya kesal. Arga tertawa.
"Yee, gue kan nanya lo mau tahu? Bukan mau ngasih tau."
"Shue, lo."
Arga kembali terbahak. Sepertinya dia harus cepat keluar dari perpustakaan sebelum dilempar kamus sama Penjaga perpus. Dia ngeri saja kalau sampai beneran kejadian. Kamus yang ada di meja Penjaga perpus itu kan tebel banget bakal kayak apa mukanya nanti kalau kena timpuk, jadi sebelum hal itu terjadi dia harus cepat pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ssstt Pacar Pura Pura
Teen FictionConan seorang most wanted di SMA Nasional setuju dengan usulan salah seorang sahabatnya untuk mencari pacar pura-pura hanya karena ingin menghindar dari kejaran fans dan segala macam pertanyaan membosankan dari para sahabatnya mendadak terbiasa deng...