"Mut, maafin gue, masa lo tega sih, sama gue. Please... jangan cuekin gue kaya gini, Mut. Apa jadinya gue tanpa lo," rengek Arga layaknya seorang anak kecil yang meminta mainan pada ibunya, sedangkan Gain hanya diam saja tanpa ada niat menghiraukan Arga yang kini berada di sampingnya.
Iman, Ifo dan Yudhi duduk berjejer di lantai depan bangku Gain hanya menonton saja. Ya, mereka hanya menonton. Tidak ada niatan sama sekali membantu sahabat mereka yang kesusahan.
"Poor Arga," ucap Ifo dengan memasang wajah memelas.
"Kayaknya, bentar lagi ada yang menggalau ria nih," celetuk Iman.
"Man, jangan deket-deket ya, ntar lo jadi korban kegalauan dia." Yudhi berucap seolah-olah menakuti Iman.
"Sialan lo semua."
"Kabuuuuur." Ketiganya langsung berlarian keluar kelas begitu melihat Arga mulai berdiri dari tempatnya. Aldo yang berada di belakang tertawa kencang melihat teman-temannya menggoda Arga yang memang dalam keadaan badmood.
"Diem lo!" Aldo langsung mingkem begitu Arga membentaknya, tapi itu hanya berlangsung beberapa detik karena setelahnya tawa Aldo malah semakin kencang.
Gain melirik jam tangannya, bel istirahat sudah berbunyi dari beberapa menit yang lalu, tapi sampai saat ini Conan belum juga menghampirinya.
"Apa dia sakit?" tanya Gain pada dirinya sendiri. Dia lalu merogoh sakunya dan mengambil ponsel.
"Telepon nggak ya?" ucap Gain ragu. Gain sudah ingin menekan tombol hijau, tapi segera diurungkannya. Dia kembali memasukkan ponselnya dan berdiri dari bangku.
"Mungkin dia lagi ada urusan," gumamnya sembari mengayunkan kaki menuju kantin. Tidak di pedulikannya lagi Arga yang mencak-mencak di depan Aldo yang masih tertawa-tawa.
Sementara itu Conan terus saja melangkahkan kakinya tanpa henti. Di kepalanya selalu melintas sebaris kalimat yang baru saja ia dengar.
Apa jadinya gue tanpa lo.
Hanya itu. Tidak berarti banyak sebenarnya, tapi entah kenapa jika Conan mendengarnya dari mulut Arga terasa begitu berarti, apalagi kalimat itu untuk Gain.
"Sebenarnya mereka ada hubungan apa? Kenapa Arga tidak pernah menceritakan sesuatu yang mengarah ke hubungan mereka ke gue? Padahal Arga selalu cerita tentang apa yang dia alami. Gue harus cari tahu. Gue terlalu penasaran untuk hanya mengabaikannya," gumamnya pelan.
Conan cepat-cepat menghentikan langkahnya. Dia seperti melupakan sesuatu. "Oh, ya ampun... cewek itu." Conan menepuk dahinya pelan lalu dengan segera berbalik dan berlari menuju kelas 2-3. Gara-gara tidak sengaja mendengar Arga bicara dia sampai lupa dengan niat awalnya menjemput Gain di kelas.
Conan melongokkan kepala. Kelas sepi. Tidak ada seorang pun di sana. Dia menghembuskan nafas berat. Seharusnya dia tahu kalau Gain tidak mungkin menunggunya. Waktu istirahat sudah hampir habis, dia pasti sedang duduk manis di kantin saat ini. Kenapa Conan bisa berfikiran kalau Gain akan menunggunya? Entahlah. Dia hanya mengikuti kata hatinya.
Conan menoleh ketika dia merasakan bahunya ditepuk oleh seseorang. "Lo dari mana aja? Gue cari di kelas kok nggak ada?" tanya Gain begitu Conan menoleh.
"Loh? Gue pikir lo udah makan enak di kantin."
"Tadinya pengen gitu, tapi gue inget sama lo jadi gue ke kelas lo dulu, kali aja kelas lo belum bubar. Pas nyampe sana lo udah nggak ada. Di sana gue diliatin anak 2-1, udah gitu tampangnya nyolotin lagi minta ditampol." Gain menjelaskan dengan mimik lucu hingga membuat Conan tertawa. "Ih, kok lo ketawa sih? Gue kan nggak lagi bercanda, Nan." Gain memukul bahu Conan pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ssstt Pacar Pura Pura
TienerfictieConan seorang most wanted di SMA Nasional setuju dengan usulan salah seorang sahabatnya untuk mencari pacar pura-pura hanya karena ingin menghindar dari kejaran fans dan segala macam pertanyaan membosankan dari para sahabatnya mendadak terbiasa deng...