05

1K 39 0
                                    

Vanda

Selesai sudah kegiatan Masa Orientasi Siswa (MOS) lega sekali rasanya hari itu.

Sepulang sekolah aku tidak langsung pulang ke rumah. Memang sengaja ingin mencari laki-laki itu. Sekalian mengembalikan topi bola miliknya. Aku rasa dia ada di warung dekat sekolah, karena memang dia sering bilang begitu kalau tidak ikut MOS. Aku menanyakan ke salah seorang teman, aku rasa dia tau di mana warung yang dekat dari sekolah yang biasa dijadikan tempat nongkrong murid sekolahku.

“Ren, tau warung yang biasa dipake buat nongkrong sama anak sekolah kita engga?” Aku bertanya kepada Rendi. Dia teman sekelasku.

“Deket-deket sini ada sih, Kei. Kenapa emangnya?”

“Bisa anter aku ke sana?” Aku tidak memberi tau kalau aku ingin bertemu laki-laki yang menolongku itu.

“Bisa kok”

Aku diantar Rendi ke warung itu. Warung kopi ternyata. Rendi bilang, anak-anak sekolahku itu biasa menyebut warung ini dengan sebutan Gorde. Entah apa artinya. Tempatnya memang sangat dekat dengan sekolah. Gorde ini tempatnya tertutup. Mungkin ini alasan kenapa sering dipakai anak sekolah berkumpul. Kalau merokok pasti tidak akan ketauan.

Aku sampai di depan Gorde. Laki-laki itu memang ada di sana ternyata. Dia sedang duduk di luar.

“Udah Ren sampe sini aja” Aku berada di pingggir jalan tepat Gorde itu berada.

“Oh. Ya udah kalo gitu. Aku duluan Kei”

“Iya, makasih ya Ren”

“Sama-sama. Assalamualaikum”

“Alaikum salam”

...

Aku sampai di depan Gorde. Laki-laki itu sedang merokok di luar, seperti tidak ada takutnya dia tuh. Yang lain kalau merokok di dalam, dia malah di luar. Aku mendekat ke laki-laki itu. Wajahnya sudah diobati pakai obat merah. Syukurlah.

“Ngapain ke sini?” kata laki-laki itu sambil mematikan rokoknya.

“Aku boleh duduk dulu?”

“Iya. Duduk aja. Ini bangku untuk umum” Dia menggeser posisi duduknya.

“Ngapain ke sini?” Dia mengulang pertanyaannya.

“Aku mau minta maaf”

“Kenapa?”

“Gara-gara aku kamu jadi kaya gini”

“Ah biasa. Namanya juga laki-laki”

“Ya tapi kan tetep aja itu gara-gara aku. aku ngerasa bersalah”

“Iya. Engga apa”

“Sakit?”

“Engga. Udah diobatin”

“Maaf”

“Iya. Engga apa”

“Harusnya kamu engga perlu ngelakuin hal kaya gitu”

“Maksudnya lo seneng kalo si kampret itu naik ke badan lo?”

“Ih. Bukan! Maksudnya kalo pun kamu engga ngebela aku. Aku bisa kok berontak”

“Gue engga ngebela siapa-siapa”

“Terus?”

“Kebetulan gue liat. Gue tau itu salah. Ya udah kejadian deh”

“Kamu hebat”

“Biasa aja”

“Ini punya kamu” Aku memberikan topi bola miliknya.

Vanda [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang