Chapter 31: Regret Always Comes Late

4.9K 497 25
                                    

Thx buat vomment di chap 30

Happy reading guys

***

Hermione menghubungi Neville, Luna, Ron, dan Lavender agar mereka bisa turut membantunya menyelamatkan Zee yang di tawan oleh Amanda.

Ben begitu cemas dengan keadaan keponakannya itu, gadis kecil yang dia temui di Diagon Alley tempo hari. Kasihan sekali gadis cilik itu harus menjadi korban karena hubungan buruk Mommy dan Auntynya.

"Kumohon, jangan sampai terjadi apapun dengan Zee..." ucap Hermione lirih saat berada di belakang Draco saat mereka terbang menggunakan sapu terbang. Mereka melesat, menemukan lokasi Amanda lewat GPS. Sepertinya wanita itu sama sekali tidak ingin menyembunyikan keberadaannya saat ini. Seperti dirinya memang menunggu Hermione dan Draco untuk menghampirinya.

Mereka tiba, di sebuah gudang tua yang terbengkalai. Zee terikat di sebuah kursi dengan wajah penuh air mata.

"Hai, adik kecilku... Lama tidak bertemu. Wajahmu masih sama memuakkannya yah dengan dulu." dengus Amanda.

"Amanda, tolong kembalikan Zee padaku. Jika kau ingin membunuhku, bunuh saja. Tapi kembalikan dia, oke?" Pinta Hermione.

"Mengembalikan? Kalau semudah itu aku mengembalikannya, untuk apa aku susah payah menculiknya, hn?" Desis Amanda kesal.

Hermione menggenggam tongkat sihirnya erat, bersiap menyerang Amanda kapanpun dia membahayakan putrinya.

Amanda tersenyum meremehkan. Dia mendesis, merapalkan mantra hitam yang membuat tubuh semua orang disana kecuali dia, Zee dan Draco menjadi kaku tak bisa bergerak.

Ia memainkan tongkatnya.

"Apa yang kau lakukan Amanda! Lepaskan mereka sekarang juga!!" Bentak Draco panik. Mantra apapun yang ia coba, tidak bisa melepaskan teman-temannya dari pengaruh sihir Amanda. Percikan sinar silih berganti keluar dari tongkat Draco tanpa menghasilkan efek apapun yang mengindikasikan bahwa usahanya berefek.

"Kau mempelajari Dark Magic, sister?!" Pekik Ben kesal, tak habis fikir dengan apa yang ia lihat. Ini bahkan lebih berbahaya daripada Voldemort.

"Berhentilah, Amanda. Kau sudah gila ya?!" Teriak Harry yang cemas setengah mati melihat keadaan Ginny yang tengah hamil besar itu.

"Kalian berisik sekali." Amanda mengambil semua tongkat milih Harry, Ginny, Luna, Ron, Neville, dan Lavender. Ron berusaha melawan, namun sia-sia karena tubuhnya amat kaku.

"Oh ini buruk..." desis Neville kalut.

Tiba-tiba Amanda memakai tongkat Hermione untuk mengcrucio Zee.

"Crucio!"

"KYAAA!!!" Hermione merasakannya. Hatinya hancur karena tidak bisa melakukan apapun saat ini. Dia merasakan sakitnya juga. Setiap jeritan Zee meremas jantungnya, menghancurkan tulang dan kesadarannya.

"Hentikan!!" Luna, Ginny dan Hermione melirik takut ke arah Zee yang menggelepar kesakitan.

Draco segera menerjang Amanda untuk menghentikannya. Namun Amanda menghindar sambil terus mengcrucio Zee. Draco mengerang frustasi, sampai sebuah ide melintas ke dalam kepalanya.

Dia berlutut di depan Amanda, menunduk dengan segenap hati.

"Kumohon jangan sakiti anakku... Amanda... please..." lirih Draco yang kini bahkan sudah menangis.

Melihatnya, Amanda sakit hati. Dia tidak pernah merasa di cintai sampai sebegitu dalamnya.

Dia berhenti sejenak, menurunkan tongkatnya, membiarkan Draco melesat kearah Zee sambil menenangkan anak yang histeris kesakitan itu.

[END] Dramione-The Other Side of MalfoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang