Bab 18 - Kecewa

27.6K 1.5K 102
                                    

Setelah lama tidak bertemu Mila, Alysa kini menemani sang mama bertemu keluarga besar pihak Purnomo—papa Alysa. Acara itu berlangsung di rumah Purnomo tapi Alysa tidak bergabung dengan saudara seusianya yang berenang di belakang. Dia memilih duduk di sofa sambil mengupas buah untuk Bobi, salah satu sepupunya.

"Tante, ambilin Bobi kue keringnya dong!"

"Ogah," jawab Alysa menoleh sekilas. Dengan perasaan jengkel, ia memunguti sampah plastik yang berserakan di bawah sofa lalu membuangnya di tempat sampah. "Jangan buang sampah sembarangan dong, Bob!"

"Habis tong sampahnya jauh."

Kesabarannya mulai habis. Alysa harus berusaha mengatasi sendiri. Karena semua orang dewasa sedang di belakang memanggang daging sambil karokean.

"Cepetan! Kalau enggak, Bobi bilangin ke Papa Bibi kalo Tente Alysa nakal." Bukannya takut, anak itu justru mengancam.

Alysa tak ambil pusing. "Bilangin aja."

Alysa memungut permen karet yang menempel di lantai lalu menyapu remahan snack.

'Gapapa. Latihan jadi ibu yang sabar. Bobi bisa temani kamu juga' Itu kata Haris dari obrolan chat. Kalau begini sih bukan menemani, melainkan bikin stres.

Suara musik pada game Bobi menggelegar ke seluruh ruang keluarga. Itu mengganggu Alysa, ia pun langumsung memprotes."Bobiiiii, kecilin napa volume game-nya?! Kalau enggak, sono main di luar aja sama yang lain!" Alysa sudah mencengkeram bantal, siap melemparkannya ke arah Bobi.

Bobi malah sengaja menaikkan volume. "Wle." Lidahnya menjulur.

Bantal melayang. Kalau saja Bobi tidak menghindar, pasti ponselnya sudah jatuh. Anak itu segera beranjak dari sofa, berlari entah ke mana. Alysa tak mau ambil pusing. Ia lebih memilih membenarkan posisi agar lebih nyaman bermain ponsel. Masa bodo dengan Bobi.

Bobi berlari menuju dapur. Ia membuka lemari es lalu mengambil kotak susu dan tepung beras. Ia berniat membuat kue seperti buatan bundanya. Dengan gaya sok-sokan seperti koki, ia mengaduk kedua bahan tersebut. Karena Bobi meletakkan wadah di sisi pentri, wadah itu tumpah. Semua bahan berceceran.

Mendengar suara kekacauan itu, Alysa berlari terbirit-birit ke dapur. Ia shock seketika begitu melihat keadaan dapurnya yang sudah seperti kapal pecah. Ia naik pitam. Ia menjewer telinga Bobi. Anak itu meronta kesakitan. "Tante, lepasin! Sakit! Sakit!"

"Makanya, jangan bandel! Lihat sekarang, dapurnya kotor banget, kan!" Alysa marah-marah. "Dasar Anak Gajah! Gak tahu diri kamu! Udah main ke rumah orang, kurang ajar! Gak mau tahu, pokoknya kamu harus bersihin dapur sampai kinclong."

Ok. Alysa salah karena body shaming tapi dia memang sudah kehilangan kesabaran.

"Lepasin dulu tangan Tante!" pinta Bobi.

Alysa akhirnya melepaskan jeweran. Wajahnya sudah merah saking emosinya. "Sekarang bersihkan dapur. Tante gak mau tahu. Gimanapun caranya, dapur ini harus bersih seperti semula!"

Alih-alih menuruti, anak itu menendang wadah ke arah Alysa hingga tepung bertebaran memberikan kesan putih pada rambut, wajah, tangan, kaki, dan pakaian Alysa. Ia pun naik ke lantai dua mengejar bocah itu. Darah Alysa sudah naik 180 derajat Celsius. "BOOOOOBIIIII!!!" teriaknya hingga menggema ke seluruh ruangan, Bobi malah menjulurkan lidahnya pada sang tante.

"Dasar anak bandel."

"Dasar Nenek Lampir." Alysa ingin menyeruduk anak itu. Mungkin kalau dianimasikan, di kepala gadis itu sudah muncul tanduk runcing. Dan, keluar asap tebal dari kedua lubang hidungnya. Bagaimana lagi menghadapi anak kayak Bobi. Amit-amit cabang bayi dah!!! Nyebelinnya masya Allah, bikin kepala orang pusing tujuh keliling.

Doctor Marriage [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang