Mungkin sudah satu tahun lebih Alysa tidak bertemu lelaki yang kini berdiri di depannya. "Kak Farel."
Lelaki yang masih menjinjing kantong makanan dan kopi itu berjalan mendekat. "Alysa. Lo kok di sini?"
"Iya."
"Ngapain duduk di meja Dokter Haris?"
Belum Alysa menjawab, seorang koas menyahut. "Dia keponakan Dokter Haris."
"Eh, ini pesenan lo." Farel memberikan kantong itu kepada temannya. "Lo gantiin gue bentar ya. Gue mau ngobrol dulu sama Alysa."
Alysa mengatakan kalau ia hendak menuju kantin. Farel yang sudah berbulan-bulan di rumah sakit pun menawarkan untuk membeli salah satu bakso enak langganannya. Alysa menyambut itu dengan baik. Keberadaan Farel akan sangat membantunya. Lantas keduanya berjalan bersama melewati koridor panjang runah sakit.
"Lo makin kece tau Kak," puji Alysa melihat gaya rambut Farel yang tetap keren seperti dulu. Ditambah jas dokter yang membalut tubuhnya.
Farel, memiliki tinggi 173 cm, dibanding Haris ototnya tidak terlalu berisi, tetapi tidak bisa juga dibilang kurus. Karena papanya keturunan Tionghoa, mata Farel pun sipit dan memiliki kulit putih bersih. Dari rahang lancip, alis rapi, dan bibir sehat yang dimiliki Farel, Alysa paling suka dengan lesung pipi kanannya.
Tangan Faren dengan usil mengacak-acak rambut Alysa. "Lo juga lebih cantik sekarang."
Bibir Alysa manyun. Dia merapikan rambutnya kembali. "Hobi dari dulu gak pernah berubah!" kesal Alysa yang dibalas kekehan oleh Farel.
"Jadi lo juga masih inget setiap detail tentang gue nih?" Farel belum berubah. Dia begitu mudah berbaur dan ramah. Seperti tidak lelah terus tersenyum. "Jangan bilang lo gagal move on?"
Alysa tertawa sambil bertepuk tangan. "Daebak... Gue kira seseorang ketika makin dewasa akan semakin bijak, tapi lo makin eksis ya Kak. Jadi mana Kak abang baksonya? Gue keburu mati kelapan kalo harus jalan lagi."
"Ntar gue gendong deh," jawab Farel enteng.
"Gue berat. Gue yakin lo gak sekuat itu." Alysa menoleh, menatap kedua lengan Farel seolah menilai masa ototnya.
Farel tak terima. "Gue tau kok kalo lo berat. Lo gak lupa kan? Kalo gue satu-satunya orang yang gendong lo dari lapangan sampai lantai 3 karena lift rusak."
Lagi lagi keduanya terkekeh. Alysa menepuk lengan itu. "Maeu gamsahabnida."
"Masih suka Oppa Korea ya."
"Masih dong. Aku aja habis putus dari Song Kang. Gak percaya?"
Farel menjitak kepala Alysa. Membuat perempuan itu mengusap dahinya. "Ish!"
"Jangan lupa dulu gue pernah beliin foto kecil seharga dua ratus ribu! Foto siapa itu? ... Cha kangkung?"
"Cha Eun Woo, Kak! Kenapa jadi masakan sih!"
"Gue tebak lo juga mau kuliah yang bau bau Korea."
Alysa menjentikkan jari. "Daebak! Selamat nilai Anda sempurna."
Farel menyeret kursi, mempersilakan Alysa duduk lebih dulu. Sikapnya manis tidak seperti Haris. Setelah Alysa duduk, barulah Farel duduk di sampingnya. Warung bakso yang Farel tunjukkan tidak begitu besar, hanya ada 3 meja kaya dengan masing-masing 4 kursi plastik mengelilinginya.
"Bang, Bakso 2. Satunya komplit. Satunya lagi tanpa sayuran sawi maupun seledri, bakso isian telur ya, tanpa urat, tanpa mie juga."
Alysa menganga. Lagi-lagi ia memberi apresiasi atas daya ingat lelaki itu. "Lo masih inget aja kalo gue gak suka sayur dan berbagai detail lain Kak. Keren. Emang gue susah sih dilupain." Dia mengikuti jejak kenarsisan Farel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Doctor Marriage [LENGKAP]
SpiritualHaris, seorang dokter yang menikahi gadis labil dan childish bernama Alysa. Kalau Haris banyak diam, Alysa banyak bicara. Kalau Haris itu dewasa, Alysa sangat kekanak-kanakan. Bagaimana pernikahan keduanya akan bertahan? Dan apakah Haris bisa bersab...