Bab 12 - Selamat Jalan Karin

234K 14.9K 442
                                    

Allahhummasholialasayyidina muhammad
Waalaalisayyidina muhammad (baca 3 kali)

Semoga baca sholawat dikabulkan hajatnya, dimaafkan dosanya, masuk surga, dimudahkan rezekinya, selamat dan beruntung dunia akhirat  aamiin...

Masih adakah yang menunggu cerita ini?

ENJOY!

***

Ikhlas. Mudah diucapkan tetapi sulit untuk diamalkan, selalu begitu. ini hari ketiga kematian Karin. Dan selama tiga hari berlalu, Alysa tidak memiliki semangat. Mama Alysa sampai menginap di rumah sang besan, sangking khawatirnya dengan Alysa. Makan susah, selalu menyendiri, dan sering menangis. Hanya itu yang menjadi rutinitas Alysa akhir-akhir ini.

Alysa duduk di atas jembatan kolam ikan. Sesekali tangannya menghamburkan butiran-butiran kecil berwarna-warni dan disambut riuh oleh ikan-ikan di bawah sana. Alih-alih tersenyum lebar seperti biasanya, gadis itu justru menatap genangan air kolam itu dengan tatapan kosong. Fikirannya melayang kepada kasus kematian Karin.

Karin diduga meninggal karena racun mematikan, Arsenik. Dugaan itu diperkuat dengan hasil otopsi yang menyatakan terjadi rusaknya sistem pencernaan. Beberapa saksi mata juga melihat bahwa sebelum Karin terkapar di tanah, ia sempat muntah dan mengeluh kesakitan sambil memeras perut. Dugaan sementara, pembunuh memasukan racun bersamaan dengan minum dan makanan. Mengingat, racun arsenik sangat mudah menyatu dalam air dan makanan. Dilihat dari cara pembunuhan, terdakwa adalah pembunuh kelas kakap.

Di balik jendela transparan Mila-mama Alysa- menatap pilu sang anak. Kakinya segera melangkah menuju kolam ikan.

"Alysa."

Yang dipanggil masih diam di tempat. Bahkan mengedipkan matapun tidak.

"Alysa." Panggil Mila lagi sambil menepuk lembut bahu gadis berambut ikal itu.

Alysa merespon. Hanya dengan satu kedipan mata, tanpa menoleh ke arah Mila.

Mila mengambil posisi duduk di samping Alysa. "Ikhlas itu sulit, tapi tanpa ikhlas akan lebih sulit, sebab orang yang ikhlas akan dengan mudah melewati berbagai macam cobaan. Allah selalu menyertai langkah orang yang ikhlas. Keluar dari ikhlas, coba kamu fikirkan, andai Karin masih hidup apakah ia akan bahagia melihatmu seperti ini gara-gara dirinya?"

Alysa menatap Mila. Hingga tatapan keduanya bertemu pada satu garis lurus. Ada genangan air bening di mata Alysa.

"Dia pasti ingin kamu terus maju ke depan. Tidak terus seperti ini. Hidupmu masih panjang, Nak," Mila mebelai rambut Alysa, "Doakan dia. Semoga Allah memberikannya tempat terbaik dan menemukanmu dengan Karin di Surga."

Genangan air bening itu jatuh.

"Coba kamu lihat Haris. Betapa sedihnya dia melihatmu seperti ini. Dia tidak pernah mau makan sebelum kamu makan. Padahal coba kamu ingat berapa kali kamu makan dalam sehari," Mila memberikan sedikt jeda, "dua kali? Satu kali? Atau tidak makan? Begitu pula Haris. Dia sering tidur di ruang tamu. Takut tiba-tiba kamu pergi dari rumah seperti malam pertama kematian Karin,"

"Kamu pergi begitu saja ke rumah Karin tanpa berpamitan. Haris yang paling gelimpungan mencarimu. Wajahnya terlihat kusam dan khawatir. Walaupun sikap Haris dingin di depanmu, tapi dia adalah lelaki yang sangat bertanggung jawab, Sayang. Dia tulus mencintaimu." Mila tersenyum simetris. "Pekerjaan Haris itu banyak. Jangan tambah bikin dia pikiran ya."

"Besok kamu harus menghadapi ujian sekolah. Belajar mengikhlaskan Karin, sedikit demi sedikit," Mila diam. Berat mengatakan kata ini kepada anaknya, "Mama harus pulang. Papa udah kangen sama Mama."

Alysa terkekeh meski air mata masih berlinang, "Mama," kosa kata Mila adalah kosa kata yang tidak tepat. Masak lagi serius-serius malah ngelawak.

"Ih, Mama gak bohong," perkataan Mila terpotong oleh nada dering panggilan, "nih, Papa telepon lagi." Ia menunjukkan layar ponsel. Benar saja, ada panggilan masuk dari Surya. Bukannya menjawab panggilan, kedua wanita itu justru terkekeh. Geli sama sikap Surya.

****

Sudah tiga hari Haris harus melembur membaca laporan kesehatan pasien. Fikirannya sulit sekali diajak memikirkan pasien. Awalnya pasien, ujung-ujungnya pasti Alysa. Apakah Alysa sudah makan? Apa Alysa baik-baik saja di rumah?

"Dokter Haris, dari tadi dipanggil kok malah jalan terus." Protes seorang koas laki-laki berkulit sawo matang.

Haris berbalik menatap lawan bicaranya. Menaikan satu alis sebelah kanan. Terlihat sangat cool. Haris memang selalu terlihat keren.

"Dokter, silahkan lihat ini. Ada sesuatu di pembuluh nadinya. Ini laporan pasien kamar 405, kamar Dahlia."

Haris menerima map coklat lalu membukanya, "Siapkan pemeriksaan kedua. Saya akan mengecek pasien ke kamar."

"Baik, Dokter."

Sebagai residen, Haris harus berusaha tetap profisional. Ia meyakinkan dirinya sendiri untuk tetap fokus dengan beberapa pasien yang perlu perawatan intensive. Masalah Alysa, pasti orang tua dan mertuanya akan menjaga sebaik mungkin.

Pukul 21:00 WIB. Haris baru selesai mengoperasi pasien. Ia menyerahkan salah satu koas yang memiliki keahlian baik dalam menyelesaikan operasi. Tidak lupa Haris juga memberi hormat konsulen.

Sebelum pulang, Haris menyempatkan diri mampir ke ruangan Lida, sahabat Haris yang juga menjadi dokter residen. Perempuan itu tengah mengambil spesialis anak.

"Tumben ke sini! Pasti ada maunya." Rupanya tebakan Lida tak meleset sedikit pun.

Haris duduk di depan Lida, "Alysa lagi sedih," akunya. Tanpa ekspresi. Meski Lida tahu lelaki itu sedang frustasi.

"Ubah tuh muka datarmu. Haha ...." Lida berhenti tertawa setelah merasa puas. Haris? biasalah, kalem-kalem aja.

"Lagian anak kecil dilamar. Masih labil, Ris ... Ris ... " Lida malah menghakimi seolah Haris menyalahi aturan. Telah melamar Alysa. Sebenarnya, Haris ingin memberi tahu Lida bahwa sebenarnya mereka sudah menikah. Namun, ia urungkan.

Kesal dengan ulah sahabatnya, Haris beranjak dari kursi.

"Elah, ngambek. Duduk-duduk, aku bercanda Ris."

Haris kembali duduk.

"Kamu kan tunangannya kamu lebih tahu apa yang membuatnya sedih. Terus hibur dia dengan hal-hal yang dia suka. Mudah."

Haris menimang, "Dia suka nonton drama Korea." Ia sendiri tidak yakin dengan perkatannya.

"Nah, drakor lovers," Lida menekankan nada pada kata nah. Seolah ia menemukan sebuah titik terang, "Biasanya kalau orang yang suka drama korea, suka sama hal-hal romantis," Lida tidak yakin dengan sarannya. Bukan karena sarannya tidak ampuh, tapi, mana bisa Haris romantis?

"Saya pulang dulu." Tuh kan Haris, gak nanggepin sarannya Lida. Eh, malah nyelonong pergi. Kalau bukan sahabat udah digebukin sama Lida sampai masuk UGD.

****

Kurang baik apa aku? Upload lagi loh!

Vote vote vote!
Komen juga jangan pelitlah 🤭

Doctor Marriage [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang