Dengan tergesa-gesa Widi berlari keluar dari tempat kost yang ditinggali nya. Jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya menunjukkan pukul 8:55, yang artinya Ia hanya mempunyai waktu 5 menit sebelum kelas Sosiologi dimulai.
Pak Hendra, Dosen yang mengajar mata kuliah Sosiologi dikenal sebagai dosen yang kejam. Beliau tidak pernah memberikan toleransi kepada mahasiswa yang datang terlambat di kelasnya. Semua mahasiswa yang belajar di kelas beliau tahu betul bahwa datang terlambat sama dengan tidak di ijinkan masuk kelas dan mendapat tugas ganda. Bagi sebagian besar mahasiswa yang sudah bisa menebak mereka tidak akan sampai di kelas tepat waktu, mereka biasanya memilih untuk absen dari kelas Pak Hendra secara sukarela.
Yaah, dari pada diusir di depan kelas, mending nggak usah masuk aja sekalian. Begitulah dalih teman-teman Widi.
Tapi bagi Widi yang punya misi mendapat nilai minimal B+ di setiap mata kuliah demi kelangsungan beasiswa yang diterima nya, kelas pak Hendra adalah kelas yang penting. Ditambah lagi dengan status Widi sebagai mahasiswa semester tiga Fakultas Ilmu Sosial, prodi Pendidikan Sosiologi dan Antropologi menjadikan kelas Pak Hendra Kelas wajib-dapat-nilai-A bagi Widi.
Satu-satu nya hal yang ada dikepala Widi waktu itu adalah bagaimana caranya agar bisa sampai di kelas dalam 5 menit.
Gang Kecil.
Otak Widi langsung teringat dengan gang kecil yang ada di ujung jalan. Gang kecil ini adalah jalan pintas yang bisa membawanya ke kampus tepat waktu. Setelah melompat keluar pagar, Widi langsung membelokkan badan nya ke kanan dan berlari menuju gang kecil tersebut.
Gang kecil yang hanya bisa dilewati dengan berjalan kaki atau naik motor ini tergolong sepi. Di sebelah kanan gang didominasi oleh tanah kosong yang di tumbuhi oleh belukar dan pohon. Hanya ada tiga bangunan rumah di dalam gang tersebut, sementara di sebelah kiri gang membentang pagar beton setinggi dua meter yang memisahkan gang dan sungai selebar 10 meter. Pagar beton ini berhenti tepat di depan gang kecil sehingga orang yang lewat dapat melihat sungai dari jalan besar karena pinggir sungai yang terletak di ujung jalan ini hanya di batasi oleh pagar kayu setinggi pinggul orang dewasa. Di seberang gang kecil yang tak bernama ini ada Jl. Cokroaminoto, yang didepan nya, tepatnya di pinggir sungai ada sebuah pohon besar berdaun lebat.
Setiap kali Widi memutuskan untuk pergi kekampus melewati gang kecil ini, matanya selalu tertuju pada satu titik di dekatpohon tersebut. Hari itupun demikian. Sembari berlari, mata Widi sempat meliriktitik tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
DROPLETS: Perempuan di Ujung Jalan
Horror(Tamat) HR: #147 in HORROR Widi hampir mencapai ujung gang ketika Ia dikagetkan oleh petir yang menyambar. Widi menengadahkan kepalanya. Ia bisa melihat kilat menghiasi awan gelap di langit. Sesaat kemudian ia merasakan sesuatu jatuh di pipinya. Ai...