I'm so in love that I acted insane
And that's the way I loved you.
~ Taylor Swift ~
Aku menatap layer ponsel yang masih menyala, pesan dari Raveno tertulis jelas:
'Kita ketemu di Garden Grove Park. Gue bakal ceritain semuanya, sekalian liat pesta kembang api 😊'
Sudah beberapa jam sejak dia mengirim pesan itu. Aku mendesah panjang, menundukkan kepala. Di mana dia?
Langit malam semakin gelap dan aku sudah duduk di bangku ini selama dua jam. Angin dingin menyapu kulitku, membuatku merapatkan tangan di dada, berusaha memberi kehangatan yang seolah enggan hadir.
"Gue akan tunggu 30 menit lagi," gumamku, hembusan napasku terlihat di udara malam yang semakin menusuk.
Waktu berlalu perlahan. Satu demi satu kembang api mulai menyala, menciptakan kilatan indah di langit yang kosong. Orang-orang di sekitar bersorak, terpesona oleh percikan warna-warni yang menghiasai langit malam, semetara aku hanya bisa duduk diam, menahan perasaan campur aduk yang semakin menguat. Beberapa kali aku mencoba menelepon Raveno, namun tak ada jawaban. Rasanya seolah-olah aku berbicara pada dinding. Dia benar-benar tak datang.
Puluhan panggilan masuk dari Mommy dan Daddy menghiasi layar ponselku, namun aku mengabaikannya. Festival kembang api semakin ramai, suara gemuruhnya memenuhi udara, tapi aku tidak bisa merasakan keceriaan itu.
"Raveno lama banget sih!" keluhku pelan. Aku menunduk, melihat jam tangan. "Tunggu 15 menit lagi deh.."
Tapi bahkan 15 menit berlalu tanpa tanda-tanda kemunculannya. Rasa dingin kini semakin menembus tulang, menggigilkan tubuhku yang tak berjaket. Akhirnya aku menyerah. Dengan Langkah lemas, aku meninggalkan taman, berjalan menuju rumah sakit. Kamar Elisa mungkin lebih hangat, meski pikiranku justru terasa semakin beku. Raveno telah membohongiku. Dia selalu punya alasan, selalu dengan caranya yang memikat, namun kali ini, hatiku tak bisa lagi menutup mata. Mengapa aku selalu mengikuti kemauannya? Bodoh.
"Dari mana saja kamu?" Daddy menyambutku dengan tatapan tajam. Wajahnya tampak marah karena aku kembali selarut ini.
Aku menunduk, merasa seperti anak kecil yang ketahuan berbuat salah. "Abis jalan-jalan aja," jawabku lirih.
"Dengan Raveno?" tanyanya menebak-nebak.
Aku menggeleng pelan. "Tadinya sih udah janjian... Tapi dia gak dateng," jawabku, suaraku hampir tak terdengar.
Daddy mengerutkan alis. "Jadi kamu nungguin Raveno tadi?" tanyanya dengan nada mencurigai.
Aku mengangguk lemah, masih tak berani menatap matannya.
"Kamu ngapain nungguin dia? Sejam yang lalu Daddy baru aja ngobrol sama dia di sini sama perempuan."
Kata-kata Daddy menamparku keras. Apakah perempuan itu Tiara? Tubuhku kaku seketika. "Beneran, Dad?"
Daddy mengangguk, taka da keraguan di matanya.
Tanpa berpikir lagi, aku segera masuk ke dalam kamar Elisa. Duduk di sofa yang ada di sudut ruangan, aku menggigit bibir menahan tangis yang tak bisa lagi kutahan.
'Kenapa, Rav? Kenapa lo bohong sama gue? Kenapa lo janjiin sesuatu yang lo gak bisa tepati?' batinku kecewa.
"Sayang kamu kenapa??" tanya Daddy mendekatiku.
"Nope!" jawabku dingin, mataku masih menatap kosong ke depan. Aku bangkit, meninggalkan ruangan tanpa menoleh lagi. Rasanya aku ingin menjerit, namun hanya satu kalimat yang terus bergema dalam kepalaku.
'Gue benci sama lo, Rav. Benci!'

KAMU SEDANG MEMBACA
HOME SWEET HOME [SUDAH TERBIT]
Teen Fiction[PRE-ORDER NOVEL HOME SWEET HOME] Dalam dunia yang penuh luka dan ketidakpastian, Sharin berjuang untuk menemukan cinta di tengah kehampaan keluarganya. Dibesarkan di keluarga yang lebih memuja karier daripada kasih sayang, Sharin tumbuh dalam bayan...