13● Nano

2.9K 349 1
                                    

Baiklah, kalau ada yang menyebut Sean itu gila kerja, aku sependapat. Gila saja, aku sewaktu masih bersatu dengan tubuhku saja tidak pernah bekerja lebih dari delapan jam, disuruh lembur pun aku malah berpikir berulang kali untuk menerimanya.

Dan kini, laki-laki itu malah bersenang ria terus menghadapi kekasih elektroniknya (baca; laptop). Sudah hampir tiga jam kami berada di sini setelah dari rumah sakit siang tadi dan semenjak itu pula ia tak pernah sedetik pun bergerak dari kursinya. Bahkan fokusnya hanya berada di layar.

Ck. Aku jadi berfikir, jangan-jangan dia sudah berubah haluan dan menjadi disorientasi. Lebih mencintai laptopnya dari padapada dirinya sendiri. Atau bahkan dia lebih mencintai lapotopnya ketimbang wanita. Eh, tunggu. Memang Sean menyukai wanita? Iya, kalau dulu dengan Hana, nah sekarang, dia bahkan tidak pernah kulihat jalan bersama perempuan.

Kantor-rumah. Hanya dua tempat itu saja tujuannya. Kalau tidak mencari petunjuk yah pastinya dia mengerjakan pekerjaannya. Klien dan proposal tender, tidak pernah lepas darinya.

Ya Tuhan, aku jadi merasa Sean benar-benar sudah berubah haluan. Apalagi tiap urusan dengan klien, tidak pernah sekalipun aku melihat kliennya seorang perempuan. Bahkan, aku pernah melihat di depan mataku dia berpelukan dengan klient bule laki-laki─ entah dari perusahaan apa─ sambil elus-elus punggung Sean─ yah, meski aku hanya melihatnya dari belakang Sean. Lagipula, di kantornya pun ia tidak pernah terlihat memberi respon kepada para karyawatinya yang jelas-jelas sudah menyodorkan diri pada Sean. Mana ada kucing yang menolak ikan? Kecuali dia tidak menyukainya.

Aahh... Inilah yang selalu membuatku selalu merasa minder pada diriku sendiri. Aku memang tidak menentang bahkan membenci percintaan antar lelaki, tapi gara-gara ini pulalah aku tidak pernah mempercayai cowok ganteng. Kata Gilang gini, laki-laki ganteng itu kalo gak player akut yah paling pencinta sesama terong─

Ah, aku menggeleng kuat-kuat. Mana mungkin.

Sean, walau sifatnya kayak perempuan PMS dan hanya tiga perempuan yang dekat dengannya, dia tidak mungkin jadi disorientasi.

Tidak mungkin.

"Kau kenapa menggelengkan kepala seperti itu? Kau ingin mengetes apa kepalamu bisa lepas atau tidak?" tanya Sean. Nada heran terselip dalam tiap kata. Tapi, herannya aku bukannya ingin menjawab malah ingin melemparkan pot bunga ke arah wajahnya.

"Memang kau lihat, kepalaku bisa putus hanya dengan menggeleng?" tanyaku sarkas.

"Matamu saja bisa lihat tembus pandang, mungkin kepalamu juga bisa dilepas?"

Itu bukan alasan atau pujian, aku tahu itu. Dia hanya ingin mengejekku.

"Kau pikir aku Hantu Jeruk Purut?"

"Mirip."

Nah, ini nih yang selalu membuatku ingin melemparnya dengan gula batu bata. Tidak ada satu pun kata yang keluar dari mulutnya itu manis atau bisa menyenangkan orang lain.

"Apanya?" tanyaku balik. Pura-pura tidak mengerti maksudnya.

"Kau dan─"

Tok... Tok... Tok...

Dan seseorang memotong kata-katanya.

Tapi tak apa. Aku malah bersyukur tidak mendengar kelanjutan kalimatnya. Karena kuyakin, kalimat yang akan keluar adalah kalimat mengesalkan bin menyakitkan.

Sean melarikan tatapannya pada Karin, sekertarisnya itu sudah berdiri di depan pintu.

"Maaf, Pak. Ada tamu bapak."

Sean mengerutkan keningnya pun denganku. Biasanya kalau ada tamu atau klien Karin akan memberitahu Sean lewat intercome dan dia baru membukakan pintu kalau sudah dipersilahkan oleh Sean.

SLEEPING BEAUTY [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang