14● Perjanjian

3K 320 0
                                    

"Apa kau tidak ingin beristirahat, Sean?" tanyaku pada Sean.

Laki-laki itu sedang memilah laporan di ruang kerjanya. Setelah kepulangan kakaknya beberapa menit yang lalu, ia tidak lagi beranjak dari kursinya dan terus mengerjakan pekerjaannya.

Sejujurnya, aku tidak mengerti, kenapa orang kaya selalu mengerjakan pekerjaan rumit tanpa memedulikan dirinya hanya untuk segepok uang. Padahal uang tidak akan berarti jika kesehatan memburuk.

"Cobalah untuk beristirahat. Istirahat juga penting untukmu. Kau tidak ingin pekerjaanmu memburuk karena kesehatanmu, bukan?" kataku lagi mencoba membujuknya. Dan aku juga tidak ingin pencarian kita tertunda karena kau sakit, lanjutku dalam hati.

"Baiklah. Kau benar." sahutnya.

Wah tumben langsung mau, biasanya juga tidak menghiraukanku dan menganggap ucapanku seperti dengungan lalat.

Laki-laki itu kemudian bangkit setelah membereskan meja kerjanya. Namun, bukannya ia berjalan menuju pintu keluar, ia malah berjalan menghampiri lemari di belakangku dan mengambil beberapa lembaran kertas lalu menaruhnya dalam map coklat. Aku tidak tahu isi lembaran itu apa, tapi mengetahui kebiasaannya, aku yakin jika kertas itu adalah pekerjaan.

Aku memutar mata jengah. Yah, sean dan pekerjaannya. Mereka berdua tidak akan terpisahkan. Mere
ka seperti sepatu dan kaos kaki yang saling melengkapi.

"Kita pulang sekarang. Aku juga harus memikirkan sesuatu." katanya lagi seraya melangkah menuju pintu keluar.

Keningku bertaut, "Sesuatu? Apa? Apakah tentang pekerjaan, lagi?" tanyaku tidak menyembunyikan rasa penasaran. Tatapanku secara refleks melihat map coklat yang berada di tangannya.

Kalau dia memikirkan pekerjaannya lagi, sama saja dia bekerja walaupun tanpa bantuan benda elektronik, tapi pikirannya akan terus bekerja, sarafnya akan menegang dan itulah yang akan menjadi penyebab penurunan kondisi fisiknya.

"Aku masih penasaran dengan orang yang membuatmu seperti ini." kata Sean seraya menekan tombol lift. Hanya beberapa detik setelahnya, lift tersebut terbuka dan kami masuk. Ia kemudian menekan angka satu. "Namun, aku juga penasaran kenapa jiwamu sampai terlepas dari tubuhmu. Kau tahu kan ini adalah hal mustahil, sesuatu yang tidak masuk akal, tidak logis sama sekali. Kalau kau diracuni sampai membuat kemampuan otakmu jadi tidak sinkron dengan tubuhmu, dan kau koma, kenapa mesti dengan jiwamu ikut terlepas?" lanjutnya.

Untuk beberapa detik aku terdiam dalam bisu yang sesak. Pertanyaan ini sangat wajar. Aku bahkan selalu menanyakan pada diri sendiri sejak dinyatakan koma oleh dokter dan sampai sekarang pun aku tidak menemukan jawabannya.

"Apa itu 'sesuatu' yang ingin kau pikirkan di rumahmu?" tanyaku setelah meredakan perasaan sesak yang tiba-tiba datang. "Kalau begitu, kau hanya akan melakukan pekerjaan sia-sia. Bukankah kau itu orangnya realistis, selalu menggunakan logika? Hal seperti ini tentu saja tidak masuk akal. Sampai kapanpun kau berpikir dan berusaha untuk mendapatkan jawabannya, kau tidak akan bisa menemukannya. Yah, kecuali kalau kau percaya dengan hal magis, astral dan tak berlogika atau sejenisnya." kataku acuh sambil mengendikkan bahu.

Namun, Sean tak menatapku sama sekali. Ck.

"Kau cerewet sekali. Bukan itu yang ingin kupikirkan. Lagipula, memang siapa yang ingin mencari jawabannya. Aku bukan penganut metafisika. Aku hanya penasaran." elaknya.

Ck, apa bedanya. Orang yang penasaran pasti ingin tahu dan karena rasa ingin tahunyalah yang membuatnya bertindak dan mencari tahu.

Aku tidak ingin mendebatnya. Mendebatnya hanya akan membuatku sakit hati. Alhasil. kami jadi saling terdiam dan untuk beberapa saat kami terjebak dengan pikiran masing-masing.

SLEEPING BEAUTY [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang