Chapter #9

616 72 7
                                    

"Bisa saja Kedasih sudah mengubah pendiriannya. Siapa tahu karena sekarang dia tinggal jauh di seberang samudera, dia merasa rindu pada kita. Apa lagi akses wifi di sana sangat cepat dan gratis kan?" Triko mencoba mengusir keraguan dalam benaknya.

Diperlihatkannya profil Kedasih di blog yang telah mengajukan permintaan pertemanan dengannya tadi pagi. Mario meraih ponsel Triko lebih dulu sebelum Camelia merebutnya.

"Lagipula yang tidak disukainya hanya akun jejaring sosial, kan? Kalau ini kan blogging, jadi mungkin saja Kedasih lebih menyukainya!" Imbuh Triko memastikan.

Camelia meraih ponsel Triko dari tangan Mario bersamaan datangnya para pelayan mengantarkan makanan dan minuman yang telah mereka pesan.

"Loh, ini kan foto Kedasih waktu di bawah pohon bungur itu dulu!" Ditunjuknya lagi sebatang pohon bungur yang kelopak bunganya telah habis jatuh berguguran tadi. Dia menyamakan suasana latar caffe dalam foto profil Kedasih di blog dengan keadaan caffe saat ini.

"Dan ini foto-foto kami waktu main ice skating dulu!" pekiknya tertahan.

Rudy dan Obby mengerumuninya bagai semut mengerumuni gula. Pandangan Rudy beralih pada Badai yang menunjukan gelagat mencurigakan, Badai terlihat sangat gugup di matanya. Kendati demikian Rudy tak ingin mengacaukan suasana pesta yang sedang dirayakan tepat hari ulang tahun Badai. Bagaimanapun Rudy selalu dapat mengontrol emosinya.

Seorang pelayan lain datang mendorong sebuah meja beroda, di atas meja itu tersaji dengan rapi sebuah kue tart berukuran besar, berbentuk persegi, berwarna biru muda nan lembut. Di atas kue tart dihiasi berbagai ornamen terbuat dari gula berwarna-warni bertuliskan HAPPY BIRTHDAY! Serentak keenam remaja itu menyanyikan lagu Happy Birthday to You bersama-sama. Untuk sejenak perihal Kedasih mereka lupakan.

Beberapa saat setelah Triko dan Badai meniup lilin bersamaan, Camelia berlari ke arah meja kassa dan berbisik-bisik pada salah seorang pelayan caffe yang bertugas di sana. Dengan sigap Camelia kembali ke hadapan kawan-kawannya sambil memegang sebuah mic. Di kejauhan beberapa orang pelayan pria tengah menyiapkan dua buah sound system untuknya.

"Hadirin para pengunjung Catelia Caffe yang saya hormati, perkenankanlah saya Camelia yang mempunyai nama hampir sama dengan nama caffe ini untuk menyumbangkan lagu sebagai bingkisan dari saya kepada dua orang teman saya yang sedang berulang-tahun pada hari ini: Badai Ombak Samudera dan Triko Muljarno! Happy birit day friends, wish you all the best!" entah disengaja entah tidak, Camelia selalu mengucapkan birthday dengan sebutan birit day.

Para pengunjung caffe bertepuk-tangan serta bersorak menyambut hangat Camelia di tengah-tengah mereka, Camelia bak seorang artis yang sedang mereka elu-elukan. Akan tetapi lain halnya dengan kawan-kawannya yang sedang duduk di salah satu corner. Mereka sudah bersiap menyumbat telinga masing-masing dengan tisu yang tersaji di atas meja makan.

"Semoga lagu yang dinyanyikan kali ini bukan lagu 'Sang Dewi' lagi seperti biasanya!" Badai bersembunyi di kolong meja bersama Obby.

Ucapan Badai turut diamini Triko yang meringkuk menghadap sandaran kursi. Hanya Rudy yang tidak mengerti akan polah-tingkah aneh teman-temannya. Rudy sama sekali tidak mengetahui bagaimana suara Camelia sedang bernyanyi.

"Gawat Rud, mending aku pergi saja dari sini! Kayanya sebentar lagi bakal pecah perang dunia ke tujuh di sini!" Mario berusaha kabur namun pinggangnya berhasil ditahan Rudy. Sudah pasti Mario tak kuasa bergerak karena pinggang adalah sumber kelemahan Mario. Baik Badai, Rudy maupun Obby tahu akan hal itu.

"Perang dunia ke tiga saja belum kok bisa sampai perang dunia ke tujuh?" Tanya Rudy setengah bercanda.

"Soalnya kalau perang dunia ke tiga sampai ke enam sudah sering terjadi di negara-negara Arab Timur Tengah!" Sungut Mario, kedua tangannya berusaha melepaskan pegangan Rudy di pinggangnya.

Namamu KupinjamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang