Tim kami menang telak dengan selisih sepuluh poin. Piala juara umum siap dipajang di ruang tropi sekolah. Medali emas kini menggantung dengan gagahnya di leher masing-masing anggota. Sebagai kapten, aku benar-benar bangga.
Sambil mengelus lembut bulu Mato dan membiarkan keringat menetes perlahan di setiap sudut kulitku, aku memperhatikan bagaimana seluruh anggota tim heboh bercerita. Semua rasa letih akibat jadwal bermain tiga kali dalam sehari terbalaskan dengan status menang yang kami bawa. Beberapa kali pelatih melirik ke arahku dan tersenyum lebar.
Saat semua sedang sibuk tertawa dan tidak ada yang memperhatikan, aku keluar.
Udara dingin menyambutku begitu aku keluar dari bagian gedung tempat diadakannya pertandingan. Sepanjang kakiku melangkah, beberapa pemain dari tim lawan menghampiriku dan memberi selamat. Aku hanya menanggapi ala kadarnya. Di bagian selatan gedung, aku merebahkan diri di bawah pohon sakura kering di depan kolam ikan. Selama beberapa saat, aku memejamkan mata—menikmati keheningan yang ada. Lalu, aku ambil ponsel dari saku jersey.
Banyak sekali pesan yang masuk. Dari teman sekelas, dari junior dan rekan yang tidak hadir, dari guru pembina, dan dari keluargaku. Isinya tentu saja memberi selamat. Tambahan ancaman untuk mentraktir khusus dari teman sekelas. Aku tersenyum sambil mengetik balasan untuk mereka. Laporan pengiriman diterima, aku terdiam. Terus mengarahkan mataku untuk memandang deretan pesan yang masuk.
Tak ada pesan dari Sakura.
Aku menghela napas, mengantongi kembali ponselku. Tak ada gunanya mengeluh. Bersamaan dengan pertandingan, sekolah mengadakan school trip ke Kyoto. Pengurus OSIS punya acara sendiri. Mungkin saja dia tidak membalas karena ponselnya dimatikan.
Baru juga beberapa detik aku kembali memejamkan mata, ponselku kembali bergetar. Mato menggonggong tiba-tiba, anak anjing itu tampak berbahaya. Aku tidak lupa memberinya snack anjing tadi, kan? Kenapa dia terlihat…kesal?
Menarik keluar ponsel dan melirik kontak pengirim pesan, aku tak bisa menahan tawa. Kugelitiki Mato dengan gemas, senang dengan respon yang kudapat darinya. Bagaimana anak anjing ini tahu siapa pengirimnya aku tidak mengerti. Selalu begini. Bahkan sebelum aku membaca pesannya.
From : Akasuna Sasori
Selamat atas kemenangan timmu, Kapten.
Aku mengangkat sebelah alis mata.
To : Akasuna Sasori
Thanks. Dari mana senpai tahu?
Balasan datang tak lama.
From : Akasuna Sasori
Berterima kasihlah pada kehebohan teman sekelasmu.
Bfft. Aku bisa membayangkannya. Kelasku memang terkenal paling kalem dalam belajar. Namun, urusan gosip dan tetek bengeknya, mereka paling tidak bisa mingkem.
Lalu, pesan susulan darinya membuatku ingin melempar ponsel ini ke dalam kolam.
From : Akasuna Sasori
Sayang sekali kau tidak ikut school trip. Sakura titip salam.
Aku berterima kasih pada Mato yang menerjang tanganku sampai benda elektronik yang kupegang terjatuh. Anak anjing itu terus menginjak benda itu dengan kaki-kaki kecilnya. Entah bagaimana, dia terlihat sangar dengan gonggongan imutnya. Ingatkan aku untuk membawa Mato lain kali aku bertemu Sasori. Mungkin saja…dia bisa menggigitnya? Jari, minimal? Haha.

KAMU SEDANG MEMBACA
All of Me
FanficItachi selalu bilang, jika ada perempuan dan laki-laki bersahabat, salah satunya pasti memiliki perasaan lebih. Aku selalu menyangkal, kami akan bersahabat sampai kapanpun. Tak peduli jika orang-orang bilang kami pasangan yang sempurna. Bertemu kemb...