Yang namanya pertemanan atau persahabatan itu pasti punya kisah pertengkaran di dalamnya. Baik pertengkaran kecil nan konyol yang selalu diakhiri tawa, atau pertengkaran serius berakhir gencatan senjata dari kedua belah pihak yang bersengketa. Selama bersahabat, aku tidak pernah berselisih paham dengan Sakura. Kalau ada yang mengganjal, kami pasti saling terbuka. Itulah mengapa orang-orang berkata pertengkaran kami adalah suatu hal yang mustahil untuk terjadi. Kata guru-guru, aku dan Sakura itu bagaikan buku dan covernya.
Entahlah apa hubungannya antara buku, cover, dan persahabatan kami.
Pertama kalinya Sakura tidak mau berbicara padaku dan terus menghindari, satu sekolah mendadak galak semua. Di setiap sudut sekolah aku dihujami tatapan tajam, seolah aku telah memutilasi anak kucing tak berdosa. Bisa mengembalikan semuanya menjadi seperti biasanya membuatku sadar. Tidak bisa mendengar ocehan Sakura itu benar-benar tidak enak.
Aku tidak mau jauh atau pun dijauhi Sakura.
Abaikan pujian dari teman sekelas bahwa aku adalah anak yang cerdas, terutama dalam konten pelajaran Fisika. Sebut aku dungu. Sebut aku bodoh. Sebut aku payah. Sebut aku cemen. Aku berkata bahwa laki-laki sejati tidak pernah mengingkari janji, tapi aku sendiri yang melanggarnya.
Bukannya bersenang-senang dengan Sakura, aku malah menghabiskan waktu dengan Naruto. Kubilang pada Sakura aku ingin membuat Naruto yakin kalau aku memang menganggapnya sahabat, di samping sikapku padanya selama ini.
Aku berbohong.
Yang terjadi itu kebalikannya.
Naruto-lah yang membuatku yakin kalau dia sahabatku.
Naruto adalah satu-satunya orang yang menjadi saksi janjiku pada Sakura. Begitu sadar kalau guyuran shower tidak menghilangkan bayangan kurang ajar yang mampir di kepalaku tentang Sakura, bahkan malah memperburuknya, aku tidak peduli pada harga diriku—langsung menghubungi Naruto dan bilang padanya kalau aku tak sanggup berhadapan dengan Sakura untuk beberapa waktu ke depan. Meski awalnya Naruto tertawa terbahak-bahak—menyebalkan sekali, dia menawari apartemennya sebagai tempat bersembunyi dari kenyataan.
Kami menghabiskan liburan dengan banyak hal. Bermain game, hang out ke banyak tempat, jelajah kuliner sekaligus movie-marathon-day, atau bermalas-malasan seharian. Naruto bilang semua ini agar aku lebih tenang dan mau bercerita ada apa denganku dan Sakura. Atau barangkali menemukan pemecah masalahku sendiri.
Hari terakhir libur telah tiba, aku dan Naruto lari pagi. Aku melihat Sakura sedang beristirahat di Markas Persembunyian 3. Tentu saja aku langsung menarik Naruto untuk memutar haluan, menjauh sejauh-jauhnya dari sana.
"Kau yakin tidak mau memberitahuku masalah kalian, Sas?" ujar Naruto bertanya setelah aku menariknya sejauh dua blok.
"Hn. Ini sedikit…memalukan."
Tawa Naruto saat itu terdengar begitu menyebalkan di telingaku.
"Oh, Sasuke…! Coba kalau kau lihat wajahmu di cermin! Kau seperti anak anjing yang dibuang! Hahaha!"
Omong-omong soal anak anjing yang di buang, di ujung jalan ada kardus dengan anak anjing di dalamnya. Malang sekali. Matanya beriris hijau, terlihat begitu jernih, kontras dengan bulu putihnya yang kotor oleh debu dan tanah.

KAMU SEDANG MEMBACA
All of Me
Hayran KurguItachi selalu bilang, jika ada perempuan dan laki-laki bersahabat, salah satunya pasti memiliki perasaan lebih. Aku selalu menyangkal, kami akan bersahabat sampai kapanpun. Tak peduli jika orang-orang bilang kami pasangan yang sempurna. Bertemu kemb...