Prologue

2.2K 155 3
                                    

Hidup sendiri dari umur 7 tahun sangat lah susah. Terlebih lagi jika kau memanglah sendirian.
1 jam terasa 1 tahun.
1 hari terasa seperti 10 tahun.

Tak ada yang ku ingin kan sekarang, mati sekarang pun aku rela.

Hidup terlantar tanpa ada yang mengasihani ku.

Keluarga ku sendiri telah membuang ku ketika aku masih kecil. Ibu berkata bahwa aku adalah seorang anak yang tak pernah di harapkan, aku tak tahu siapa ayahku dan yang kutahu hanyalah ibuku yang kini entah berada dimana sekarang. Aku masih tak tahu kenapa aku masih bisa hidup sampai sekarang karena didunia ini sama sekali tak ada yang mengharapkanku.

Mereka yang lewat memanglah melihat ku tapi mereka tidak menolong ku sama sekali melainkan membicarakan aku.

"Anak itu kasihan sekali"

"Pasti dia akan mati sebentar lagi"

"Kotor sekali dia hahaha"

"Kasihannya, pasti dia di tinggal oleh orang tuanya"

Bla bla bla bla...

Kenapa mereka tidak mau menolongku?
Apakah karena aku ini kotor?
Apa kah karena aku tidak punya apa apa?
Apa karena aku jelek? Bau?

Ratusan mati itu sudah sering memandangku, terkadang senyuman yang terukir di bibir mereka membuatku takut. Terkadang aku merasakan perasaan lainnya ketika melihat beberapa dari mereka yang tersenyum kepadaku. Hati mereka yang sudah di makan oleh kegelapan membuat ku memandang mereka sebagai bayangan hitam yang akan terus menghantuiku selama aku hidup.

Aku menutup mataku dengan sangat kuat dan menutup telingaku dengan kedua tangan ku sambil berkata, "Monster jahat pergilah kalian!!!".

Ku ulangi kalimat itu terus menerus sampai orang orang berjaga jarak terhadap ku. Terkadang ada yang mengatakan bahwa aku sudah tidak waras padahal mereka benar benar seorang monster yang terus menertawaiku tanpa membantuku.

Rasanya setiap orang yang lewat terlihat seperti monster yang jelek. Mereka tersenyum seakan senang melihat kondisi ku yang seperti ini dan mereka menatapku seakan aku lah monster yang sebenarnya.

Aku begitu kurus dan kotor, baju yang seharusnya putih bersih ini telah menjadi coklat.
Aku lapar, tapi aku tak tau harus mencari makanan dimana.
Aku lapar, dan sangat lah lapar.
Terkadang ada yang melemparkan roti sisa kepadaku, atau pun air putih sedikit.

Aku memang ingin sekali mati. Tapi Mati begitu menyakitkan, aku tak tahu akan begitu menyakitkan dan sangatlah sulit.

Sudah berhari hari aku terbaring ditanah ini. Di malam hari aku mencoba untuk menghangatkan diriku dengan koran yang kujadikan tempat duduk ku dan juga selimut tipis yang melindungiku dari dinginnya udara malam

"Sudah malam... Apa kau tak tidur? "

suara seorang lelaki bertopi hitam yang berdiri di depan ku. Perlahan ia melepas topi hitamnya dan tersenyum lembut kearahku. Matanya merah dan kulitnya terlihat putih pucat namun rambutnya yang hitam begitu cantik ketika cahaya rembulan menyinari nya.

"Aku sangat lah lelah, tetapi aku tak ingin tidur" kujawab dengan suara yang lemah.

"Kau sudah berjuang dengan sangat keras, apa kau mau merubah takdir mu? " tanyanya.

"Takdir? "

"Ya..., Banyak kebahagiaan.. dan banyak orang yang akan menyukai mu"

"Apa kah ada yang seperti itu? "

"Jika kau ingin tahu ikut lah dengan ku... " dia mengulurkan tangannya yang besar itu kepada ku seakan dialah malaikat yang akan membebaskanku.

Tanpa berpikir panjang ku raih tangan nya dan sebuah aroma Cokelat panas yang menenangkan pikiranku membuat ku ingin tertidur. Si topi hitam itu berbisik di telingaku dengan lembut, "Selamat tidur, Lindsey"

I Say : Yes To Give My BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang