Chapter II

1.7K 122 2
                                    

"Heh? Kau berani sekali datang ke sini sendirian Lindsey? " Seorang gadis berwajah boneka yang berkuncir dua itu memandangku dengan tatapan rendah.

Namanya adalah Maura de Salvino, seorang perempuan berdarah campuran itu selalu saja membenciku, menghinaku, membullyku, dan ini bukan yang pertama kali dia mengundang ku kebelakang sekolah.

Entah apa yang merasukinya, dia selalu saja suka dengan tempat ini. Bersama dengan ketiga temannya, sebenarnya dua, teman satunya bisa dibilang adalah budak setia yang selalu mengikuti kemana dia pergi.

"A-ada apa? " aku bertanya dengan nada ketakutan, aku sudah terbiasa dengan namanya 'Berpura pura'.

"Ah! Kasihan sekali dia bergetaran" Maura tertawa dengan sangat menghina.

Kedua temannya juga mengikuti dia, Alexander Fiona dan Niima Adabell. Nama Niima begitu lucu 'Ada-Bell'. Untung saja orangnya sangat lucu seperti di negeri dongeng, yang berperan sebagai peri kecil.

Fiona seperti kakak yang sangat bijak, Fiona adalah bendahara osis, dia sangat lah disukai karena kedewasaannya.

Niima seperti peri dinegeri dongeng.

Maura seperti Putri bangsawan.

Oh aku kelupaan dengan budaknya. Dia adalah gadis terjelek disekolah ini, tak pernah ada yang mengetahui asal usulnya. Dia hanya mengikuti Maura dan kawan kawan kemana saja. Namanya adalah Mavire Flexira, nama yang keren untuk gadis yang jelek.

Ku perhatikan baik baik si gadis jelek itu yang tanpa kusadari dia tersenyum semeringai kepadaku, tentu saja aku terkejut dan memalingkan kepalaku.

Ah... Dan itu dia. Segerombolan orang aneh. Mereka semua bersembunyi dibalik tempat pembuangan sampah yang besar itu. Haxel, Will, Marcus, Oliver dan Alice.

"Hei! Aku tak tahu dengan otakmu yang sempit itu!" Maura membentakku, "Bukankah aku sudah bilang tuk jauhi para pangeranku! Kalian memang bersaudara! Tapi Mertuaku (Vincent) tak pernah mengadopsi dirimu! Jadi jaga jarak deh dengan mereka".

Ugh... Kata kata ini menusuk sampai tembus dan merobek hati ku. Memang benar Ayah tak pernah mengadopsi diriku, tapi dia selalu mengakuiku dengan menyebutku anaknya.

Vincent tak pernah membawaku untuk menandatangani kepemilikan diriku. Aku ingin menjadi keluarga ini, setiap kutanya pasti dia menjawab "surat maupun tidak ada surat, kau tetap anakku".

"Aku sudah diasuh oleh ayah selama 8 tahun" kujawab dengan menundukan kepalaku.

"Tapi sebelum itu kau adalah pengemis yang menjijikan!" Maura sudah keterlaluan.
Ku raih dagunya dengan jari ku dan kutarik dia sampai muka kami sangat lah dekat.

"DENGARKAN AKU MAURA DE SALVINO! KAU TAK BERHAK MENGATUR KU MAUPUN MENGHINAKU!!" kulemparkan dirinya kesamping dan kulepas semua dandananku yang culun ini.

"W-what! " Maura terlihat terkejut bukan hanya dia tapi semua temannya termasuk budak itu.

"Kau tak berhak menghinaku, karna kau bukanlah tandinganku" aku tersenyum semeringai.

Namaku Lindsey Cartnegie, 15 tahun, dan aku sangat lah cantik.

Rambut ku berwarna hitam pekat yang bersinar Indah dibawah sinar matahari, mataku berwarna coklat kekuningan/keemasan yang memancarkan warna tembaga yang cantik, bisa dibilang warna mataku warna Amber.

"Ah~ Lindsey~ Lindsey~ untung aku ikut dengan mu" Marcus muncul dibelakangku sambil menutup kedua mataku dengan tangannya yang kuat.

Aku merasakan suhu tubuhnya yang sangat dekat dengan ku, dan juga lantunan nafas yang menyentuh leher ku.

"Harusnya 'Kami', Marcus. " Haxel tersenyum. Kurasakan ia memegang tangan ku dan mencium tanganku dengan sangat lembut.

"Kau terlalu egois" Suara Will terdengar kesal dengan marcus. Seperti Haxel, Will memegangin tangan ku dan mencium nya juga.

Oliver dan Alice ada di belakangku, mereka bergumam sesuatu yang tidak bisa aku mengerti. Seperti sebuah mantra. Ahaha, jangan di anggap serius sebenarnya mereka mengatakan.

"Alice tutup matamu" Oliv berkata dan menutup mata Alice.

"Kau juga Olive" Alice pun menutup mata Olive.

Mereka berdua sedang bermesraan di belakang kami.

"Kalian sebaiknya melupakan kejadian ini....." Marcus mengangguk kepada Haxel dan Will.

Marcus melepaskan tangannya yang menutupi mataku, dan ia berkata "Baikan? " ia tersenyum..

Tentu saja aku langsung membisu dan memalingkan wajahku "ya... "

Haxel menidurkan keempat gadis tersebut dan Will mengusap kening mereka satu persatu dan menghilangkan ingatan mereka, untuk beberapa menit mereka semua akan terbangun dan tak mengingat apa apa.

Dan juga, kejadian ini akan terulang lagi dan ini adalah 16 kali mereka memanggil ku.

Aku tidak boleh untuk cepat marah dan merubah penampilanku karena, sewaktu 2 tahun setelah ayah mengambilku. Terjadi sesuatu hal yang membuat satu keluarga ku itu khawatir.

Karna itu mereka menyuruhku berdandan dengan culun.

"Ayo pergi... Jam pelajaran sudah mau mulai"...aku tersenyum dan langsung pergi bersama ke lima orang yang berharga ini.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

I Say : Yes To Give My BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang