"Cowok yang bener-bener sayang, nggak akan pernah berani kasar sama ceweknya."
***
Allen mengetukkan ujung sepatunya pada lantai putih depan kelas Allea. Punggungnya bersandar pada tembok dan giginya bergemeletuk keras. Emosinya sedang menggebu saat ini.
"Hai... kok belum pulang?" Suara manis itu menyentakkan Allen dari emosinya. Ia mendongak dan menyadari Cherry sudah berada di depannya.
Allen tersenyum. Meski senyuman terpaksa, Allen harus terlihat baik-baik saja di depan Cherry.
Allen berdiri tegak dan menepuk puncak kepala Cherry. "Kamu sendiri?"
Bibir Cherry maju lima senti. Ia memandang kesal pintu kelas XI IPA 1 yang masih tertutup. "Aku nanya kamu! Ngapain kamu malah nanya balik ke aku?" Jeda Cherry. "Kamu nungguin Allea?" Tanya Cherry dengan nada tidak suka.
Allen meringis. "Aku ada yang mau diomongin sama dia. Kamu nggak apa-apa, kan?" Tanya Allen berhati-hati. Ia sama sekali tidak mau bertengkar dengan Cherry hanya karena masalahnya dengan Allea.
Cherry mengembuskan napas kasar. "Serah kamu, lah. Orang kamu pacar dia. Aku mah apa? Cuma pelampiasan kamu, doang!"
Setelah berkata seperti itu, Cherry segera melangkah pergi dengan menghentakkan kakinya. Dia kesal. Teramat kesal. Batin Cherry juga capek dinomor duakan terus oleh Allen. Cherry ingin jadi prioritas. Cherry ingin diutamakan. Bukan Allea.
Allen dengan segera menarik tangan Cherry untuk kembali ke sisinya. "Aku janji. Nanti malem kita jalan, ya? Kamu jangan marah gitu! Tambah pengen kucium tau."
Godaan Allen sukses membuat Cherry senyum malu-malu. Namun, tak bertahan lama, pintu kelas XI IPA 1 terbuka. Dari sana keluar beberapa siswa dan juga orang yang diperdebatkan sejak tadi.
Allea melihat Allen yang memegangi tangan Cherry. Cewek mana yang tidak sakit melihat pacaranya malah berpegangan tangan dengan wanita lain?
Cherry dengan gelagapan melepas tangan Allen dan tersenyum tipis ke arah Allea lalu segera pergi. Selama ini hubungannya dengan Allea hanya sebatas kenal dan tahu nama masing-masing, tidak lebih.
Allea melihat Allen yang ekspresi wajahnya sudah berubah tegang dan penuh kabut emosi. Dalam hati Allea tertawa miris, beda sekali ekspresi Allen saat berhadapan dengan dirinya dibandingkan dengan Cherry.
"Kamu... tumben nyamperin kesini duluan? Ada apa?" Tanya Allea berusaha tetap bersikap tenang meski hatinya bergemuruh.
Wajah Allen mengeras saat menyadari wajah tanpa dosa Allea. Dia kesal, Allea sama sekali tidak tahu kesalahannya.
Memang salah Allea apa?
"Ikut aku!" Dengan kasar, Allen menggenggam pergelangan tangan Allea. Dia sama sekali tidak memperdulikan rintihan Allea yang kesakitan.
"Woy.. bro! Santai dong sama cewek!" Tiba-tiba Mario menghempaskan tangan Allen yang memegang kuat tangan Allea.
Allea terkejut. Ini bukan saatnya Mario harus bersikap seolah dirinya adalah pahlawan kesiangan Allea.
Wajah Allen berubah beribu kali lipat menyeramkan. Dia memegang kerah baju Mario. "Apa urusan lo, hah?" Kemudian setelah itu, Allen mengempaskannya begitu saja dan kembali menggandeng tangan Allea.
"Bangsat! Lo cowok apa banci? Berani kasar ke cewek, hah?" Mario ikut naik pitam melihat Allen dengan tidak berperasaannya menyeret Allea tanpa ampun.
Allen berhenti dan melepaskan tangannya. Matanya setajam elang, menghunus tepat kearah Mario yang malah membalas dengan tatapan meremehkan.
"Dia cewek gue! Bukan urusan elo untuk ikut campur!" Tegas Allen dengan mengetatkan tangannya yang mengepal.
"Lo cowoknya? Yakin?" Sekali lagi Mario tidak bosan meremehkan Allen. "Cowok nggak akan berani kasar sama ceweknya, asal lo tahu. Kecuali kalau emang lo bukan cowok." Balas Mario santai.
Allen maju selangkah, memperpendek jarak diantara mereka. Allea? Dia sudah ketar-ketir tidak karuan. Apalagi saat ini banyak anak yang mengerubungi, bukannya melerai, mereka malah bersorak tak tahu diri.
"Lo siapa sih sebenernya? Mau jadi pahlawan kesiangan, hah?"
Mario tertawa sumbang. Kini giliran dirinya yang maju selangkah. "Lo bakal terkejut kalau tahu gue siapa. Dan elo, gue peringatin jangan pernah coba-coba bikin Allea nangis. Lo jauh dari kata layak buat jadi cowoknya -" Mario menggantungkan kalimatnya. Melihat ekspresi marah Allen, barulah ia menyambungkan, "BANCI."
BUKKK
Satu bogeman tepat mendarat di pipi bagian kanan Mario. Cowok itu terjungkal kebelakang. Anak-anak yang menyaksikan malah bersorak menepuk tangani aksi Allen yang sudah kelewat batas.Allea segera berlari mendekat, meskipun kakinya gemetar ketakutan. Ia coba membantu Mario berdiri, namun Allen dengan tegas meneriakinya.
"Sampek lo sentuh seinci cowok itu, kita putus!" Ancam Allen tegas, tanpa minta dibantah.
Allea membeku di tempat. "Maaf, Yo. Lo sebaiknya ke UKS bareng Afifa, biar dia yang obatin elo." Pesan Allea dengan nada khawatir karena bagimanapun juga Allea ikut andil dalam hal ini.
Afifa yang merasa terpanggil, muncul dari kerumunan segera membantu Mario berdiri dan membawanya menyingkir.
"Lo ikut gue!" Kata Allen dengan dingin kemudian berjalan mendahului Allea.
Allea hanya menurut dan berjalan menunduk di belakangnya.
***
Bersambung...
Akhirnya ... apdet juga gaes.. Wkwkw
Siapa yang tambah kesel sama Allen? Kenapa kalian kesel sama dia?
Siapa yang suka Mario? Kenapa kalian suka Mario?Kasih komen kalian ya... asli aku selalu menunggu notif komen dari kalian tiap hari 😥
Oh iya.. Kasih krisar juga buat cerita ini... biarpun pendek, aku harap kalian masih mau mampir ya 😅😅
I hope you like this #bahasanya....
Love 💖
Erisyakw
KAMU SEDANG MEMBACA
ALLEA √
Teen Fiction[FOLLOW DAHULU SEBELUM MEMBACA] Allea sayang Allen. Tapi Allen hanya menganggap Allea sebagai mainan. Allea cinta Allen. Tapi Allen membuat Allea menangis hampir setiap hari. Allea rindu Allen. Tapi Allen mencampakkan Allea begitu saja. Tentang Alle...