DUA BELAS

2.4K 170 16
                                    

"Kamu itu luka yang bahkan tidak pernah bisa aku sembuhin. Dan aku bahagia karena luka itu kamu."

***

Allen mengantarkan Allea pulang dengan motor ninjanya. Allea segera turun dan mengulurkan helm yang sudah dilepasnya dari kepala. "Makasih ya buat malam ini."

Allen balas dengan mengangguk dan menerima helm tersebut. "Udah malem, gih masuk."

Dengan senyum malu-malu, Allea mengangguk. Belum sempat Allea berbalik, terdengar suara pecahan dan teriakan dari dalam rumah Allea. Allea meringis, membayangkan apa yang sedang terjadi di dalam membuatnya ketakutan.

Allen tidak tuli. Ia mengernyit heran memandang rumah Allea. "Le," panggil Allen pelan.

Melihat ekspresi Allea yang gelisah, Allen hendak turun dari motor namun dengan segera Allea melarangnya.

"Udah malem, Len. Kamu mending pulang." Allea mendorong bahu Allen. Memberi isyarat untuk laki-laki itu segera pergi dari sini.

Bukan apa-apa, hanya saja ia tak mau orang luar mengetahui pertengkaran rumah tangga orang tuanya. Bukankah yang seperti ini namanya aib keluarga? Jadi Allea mencoba menjaga nama baik keluarganya agar orang luar tidak mengatahui aib tersebut.

Allen ragu-ragu menstarter motornya. Sekali lagi ia memandang Allea ingin tahu. Namun Allea hanya tersenyum. Senyum pedih terlebih lagi.

Setelah laki-laki itu pergi, Allea berbalik. Ia mengembuskan napas keras sebelum mulai memasuki rumah yang tampak seperti neraka baginya.

Mamanya menangis. Laki-laki itu yang sayangnya harus menjadi Papa tiri Allea, menggebrak meja. Pecahan guci dan vas bunga tercecer di antara mereka.

"Istri bangsat! Berani lo ngelawan gue?" Laki-laki itu menarik rambut Mamanya. Pelipis Papa tirinya itu mengeluarkan darah. Dapat sekali tebak kalau beliau baru saja terkena lemparan guci ataupun vas dari Siska.

Siska berteriak pilu. Ia memandang Allea yang berdiri di depan pintu dengan ketakutan dan kaki gemetar. Allea ingin marah, tapi ia terlalu takut. Genggaman tangan Allea juga ikut menguat.

"Sayang, masuk ke kamarmu!" Perintah Siska yang tak tega melihat anaknya menyaksikan secara langsung bagaimana laki-laki bejat ini menyiksanya.

Gutomo tertawa setan. Matanya memerah. "Ikut gue!" Dengan keras, ia menarik rambut Siska dan membawanya keluar dari rumah.

Siska makin kesakitan dan Allea masih tak bergeming. Ia mengepalkan kedua tangannya di sebelah jahitan celananya. Dengan amarah yang menggebu, Allea mengambil guci yang cukup besar di pojok ruangan, ia berderap menghampiri laki-laki itu dan sekali gerakan, Allea menghantamkannya ke kepala Papa tirinya.

Sejenak suara menjadi hening. Sekitar mereka adalah rumah kosong dan beberapa toko yang sudah tutup, jadi kemungkinan kecil ada tetangga yang mendengar pertikaian mereka.

Gutomo diam sejenak. Ia merasakan panas di tengkuknya. Siska bahkan sudah tak bisa berteriak saking terkejutnya dengan tindakan tiba-tiba dari putrinya ini.

Gutomo berbalik. Memandang Allea tajam. "Dasar anak durhaka! Gak tau diri! Cari mati lo!" Bentak Gutomo.

Dengan air mata yang sudah menggenang, Allea berujar lirih, "Lepasin Mama. Bebasin Mama."

Gutomo tak menghiraukan. Giginya bergemeletuk. Namun, sedetik kemudian, ia kembali menyeret Siska, tapi kali ini lebih manusiawi.

"Masuk, sayang. Sudah malam." Pesan Siska yang tak tega melihat Allea yang sudah menyaksikan kesakitannya selama ini.

ALLEA √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang