TIGA PULUH (EPILOG)

4.3K 195 38
                                    

"Susah buat gue kembali percaya, setelah semua rasa sakit yang lo buat. Biarkan waktu yang menentukan kapan tepatnya gue bisa kembali percaya lagi sama lo."

***

Allea keluar dari kamar hotel dengan koper yang berada di tangannya. Kamar yang berada di depannya terbuka lebar dengan seorang laki-laki sudah memakai kemeja flannel warna biru juga sama menenteng koper.

"Ada yang ketinggalan?" tanyanya memastikan kepada gadis di depannya ini yang sudah berpakaian rapi, siap berangkat.

"Nggak, deh, kayaknya," sahutnya kemudian mengikuti langkah lelaki di depannya yang berderap menuju lobi hotel.

"Bang! Afifa nggak ikut pulang?"

Dengan acuh, lelaki yang dipanggil Abang oleh gadis itu tidak menyahut. Malah asik bermain dengan ponselnya.

"Anjir! Gue dicuekin."

Sebelum keluar dari hotel, kedua kakak beradik itu terlebih dahulu harus chek out dari hotel ini. Sudah satu minggu tepatnya dirinya dan sang kakak pergi berlibur ke Bali dan menginap di hotel ini bersama sahabat tercintanya, Afifa. Tapi sepertinya dikarenakan Afifa bertemu dengan sanak saudaranya di Bali, jadilah gadis itu memilih tinggal lebih lama di sini.

"Dengan nama siapa?" tanya sang resepsionis sembari menatap layar komputer yang menyala.

"Allea sama Mario," jawab Allea sekenanya sembari memberikan kunci kamar, begitu juga Mario.

Setelahnya mereka berjalan keluar untuk mencari taksi.

"Abang, kapan mulai kerja?" Tanya Allea saat mereka sudah berada di dalam taksi yang berjalan menuju bandara.

"Lusa, mungkin."

"Afifa beneran, nggak jadi pulang, nih?" tanya Allea sekali lagi sembari mengamati wajah Mario yang sepertinya acuh tak acuh.

Karena tak mendapat jawaban, Allea kembali bertanya, "Lo kenapa, sih? Dari tadi gue ngomong soal Afifa nggak lo sahutin. Marah sama gue? atau sama Afifa?" geram Allea.

Bukannya menjawab, Mario malah asik mendengarkan lagu lewat earphone yang menggantung di telinganya.

Allea sudah capek menghadapi Abangnya yang sekarang jadi lebih sensitif tiap kali membahas nama sahabatnya Afifa. Dirinya memang tak begitu tahu menahu mengenai hubungan Afifa dengan Mario, Allea hanya sebatas tahu mereka dekat beberapa tahun ini dan entah bagaimana, akhir-akhir ini juga hubungan mereka merenggang. Satupun dari keduanya bahkan tidak ada yang ingin bercerita kepadanya.

Allea memandangi keluar kaca taksi yang transparan. Melihat hiruk-pikuk keramaian yang ada di Bali membuat dirinya mungkin akan merindukan tempat ini untuk melepas penat ketika dirinya sudah mulai bekerja.

Matanya menatap layar ponsel yang gelap total. Sudah lebih dari enam tahun lamanya. Bahkan Allea masih tetap mengingatnya. Nama yang kerap Allea melamun, selalu gadis itu ingat. Nama laki-laki yang dulu sering menggores luka hatinya.

Siapa bilang move on itu gampang? Mungkin untuk sebagian orang akan menganggapnya masalah sepele. Tapi tidak dengan Allea. Luka yang lelaki itu tinggalkan terlalu dalam sampai rasanya tidak akan pernah hilang meskipun ribuan tahun lamanya.

Allea kembali menatap hiruk-pikuk yang terjadi di luar kaca taksi. Bahkan, kenangan manis pun tak Allea miliki. Gadis itu tersenyum miring.

***

Untuk kesekian kalianya, Allen menggerutu karena lagi-lagi pesawatnya delay. Padahal ia harus sudah sampai di pulau Jawa tiga jam lagi untuk pertemuan penting dewan devisi marketing. Ia menatap ponsel yang berkedip karena ada pesan masuk dari Cherry.

ALLEA √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang