SEPULUH

2.6K 179 11
                                    

"Aku bahagia walau kamu cuma pura-pura."

***

Hari itu, Allen dan team basket melakukan pelatihan terakhir sebelum lusa ia dan teman-teman bertanding. Allen kembali menshoot bola dari luar lingkaran, dan hap... bola meleset.

"Tumben nggak masuk? Lagi banyak pikiran ya lo?" Radit menepuk bahu Allen yang naik turun akibat latihannya yang tiada henti. Radit perhatikan sedari mereka berlatih, Allen selalu membuat kesalahan. Dan barusan adalah kesalahan kelima dalam latihan ini. Bukan seperti Allen yang biasanya, batin Radit.

Allen kembali menegakkan tubuhnya. Pandangannya kembali dingin. "Gue nggak apa-apa."

Radit mengangkat bahunya tak acuh. Ia berlari mengambil bola yang menggelinding, kemudian melakukan chest pash tepat mengenai dada Allen.

"Lo lagi ada masalah? Biar gue tebak, pasti Allea, kan?" Tebak Radit dan langsung mendapat tatapan tajam dari kapten team basket putra ini.

Radit bisa menebak hanya dalam sekali lihat. Kadang laki-laki ini seajaib orang yang memiliki ilmu cenayang.

"Nggak usah ngebantah. Gue denger kabar kemaren lo habis berantem sama anak baru yang nyoba deketin Allea. Kenapa? Lo cemburu sama dia? Lo ngerasa risih milik lo diambil orang?" Kali ini Radit tidak main-main dengan kata-katanya. Dia tahu, sekuat apa Allen mengelak, Radit sudah lebih tahu kalau temannya ini jatuh dalam pesona Allea -gadis yang dari awal Radit tahu hanya sebagai obyek pengalihan saja atas hubungan Allen dengan Cherry.

"Gue nggak cemburu!" Bantah Allen tak terima. Dia sama sekali tak cemburu. Kalau perlu apakah Allen harus mengumumkan pada semesta agar Radit percaya? "Gue cuma nggak suka aja ada yang ganggu milik gue."

"Halah, bacot lo! Elo sama Lea dari awal nggak ada relationship goals tahu nggak? Kasihan gue sama Lea yang tiap hari lo bego'in mulu."

Tanpa sadar genggaman Allen menguat. Giginya bergemelutuk dan ekspresinya berubah berkali-kali lipat lebih menyeramkan daripada sosok Allen yang pendingin.

Bukannya ciut, Radit malah tersenyum miring. "Udah, lo akuin aja kalau ternyata elo itu jatuh cinta beneran sama Allea." Melihat Allen yang masih diam, Radit kembali menambahkan. "Atau mendingan lo ngaku aja. Gue liat, makin kesini hubungan elo sama dia nggak ada kemajuan, tuh. Mungkin bener gue salah mengenai elo yang cemburu, jadi akhirin aja hubungan kalian, okey? Dan akui kalau elo nggak beneran sayang sama dia. Gue kasih tahu, anak-anak udah pada curiga sama hubungan elo sama Cherry, man." Radit menepuk bahu Allen tanpa rasa takut kalau-kalau laki-laki itu akan menyerangnya. Malah Radit rasa, dirinyalah yang menyerang telak ke Allen.

Allen mendengus. Ia mengalihkan perhatiannya ke segala arah. Muak lama-lama melihat wajah songong Radit itu.

***

Sudah Allea putuskan kalau hari ini ia ingin berbaikan dengan Allen. Ia tidak bisa berlama-lama bermaraham dengan laki-laki itu.

Di dekapan Allea sudah ada kotak bekal yang dari pagi ia siapkan seorang diri. Allea berlari ke lapangan tempat Allen dan teamnya berlatih. Baru beberapa langkah ia sampai pinggir lapangan, Allen sudah terlebih dahulu menangkap keberadaan Allea dan dengan segera menghampirinya.

Allea menelan ludahnya dengan susah payah. Semoga saja kali ini Allen ingin dengan murah hati menerima permintaan maafnya dan menahan keinginannya untuk melempar kotak bekal Allea begitu ia menerimanya.

Allea memasang senyum termanis saat Allen sudah berada di dekatnya. Tanpa membalas senyuman Allea, Allen langsung saja menggandeng tangan Allea dan menyeretnya pergi.

ALLEA √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang