Suara langkah kaki itu semakin terdengar jelas, pertanda bahwa akan ada yang masuk kedalam kelas ini. Kelas yang semula gaduh seketika menjadi sunyi ketika sosok tinggi besar itu mulai memasuki kelas.
"Selamat pagi, anak-anak." sapanya dengan lantang."Selamat pagi, pak!" jawab seisi kelas kompak.
"Hari ini kelas kalian kedatangan siswa baru. Van, silahkan masuk dan perkenalkan diri kamu." pak Anwar memberi titah kepada seseorang yang berada dibalik pintu kelas.
Tak lama kemudian, sosok tinggi semampai dengan bentuk tubuh yang atletis itu memasuki ruang kelas dan berdiri disamping pak Anwar."Halo semuanya, perkenalkan nama saya Revan Mahedra. Saya pindahan dari Bandung. Senang bisa menjadi bagian dari kalian." dia memperkenalkan dirinya dengan sangat ramah.
"Baiklah, Revan. Kamu silahkan duduk dikursi itu yaa!" perintah pak Anwar seraya menunjuk tempat duduk kosong dibelakangku.
"Baik, pak. Terima kasih."
Revan berjalan kearah kursi yang akan didudukinya. Saat melewati tempat dudukku, ia berhenti sejenak seraya membisikkan sesuatu padaku.
"Hai, Flora. Kita ketemu lagi kan?"Aku melihat seisi kelas memandang kearah kami berdua dengan tatapan ingin tahu. Aku jadi grogi sendiri. Ku lirik Digo yang duduk tepat disamping kiriku. Dia memandangku dengan tatapan sulit diartikan.
"Baiklah anak-anak. Buka buku fisika kalian halaman 105. Kita lanjutkan pelajaran minggu kemarin!" titah pak Anwar.
Seketika kupalingkan wajahku kedepan. Mencoba kembali fokus kepada pak Anwar.
***
Tetttt tettt tetttttt. . .
Bel tanda pulang berbunyi nyaring seantero sekolah. Dengan cepat kumasukkan semua buku dan alat tulisku kedalam tas."Ayo, Flo. Buruan!" Digo berujar setengah memerintah.
"Iya, sabar ihhh." jawabku sewot.
"Udah beres nih." lanjutku lagi."Ya udah, yuk." Digo menggandeng tanganku untuk melangkah bersama.
"Flora, tunggu!" teriak Revan menghentikan langkahku.
"Iya? Kenapa, Van?" tanyaku bingung."Boleh minta kontak lo gak? Siapa tau gue mau tanya soal pelajaran ke elo." Revan menyodorkan handphonenya padaku. Aku meraihnya dan segera mengetikkan nomer handphoneku.
"Nih, udah gue save." aku mengembalikan handphonenya.
"Oke, thanks Flora."
"Yuk, Flo. Buruan. Gue udah laper nih!" Digo kembali menarik tanganku.
"Iya iya, sabar ih Digo!"
***
"Flo, elo kenapa kasih nomer handphone elo ke dia sih? Dia itu cuma modus tau, alesan minta buat tanya pelajaran. Itu sih modus lama." digo mengoceh sewot.
"Dih, kenapa elo yang sewot sih? Udah ah, fokus nyetir aja sana. Katanya udah laper, yaudah buruan ngebut kek!"
***
Suasana malam ini begitu menenangkan. Aku sedang berbaring diatas trampolin yang terdapat dibalkon kamarku. Yaa balkon ini terbilang luas, sehingga bisa untuk menempatkan sebuah trampolin yang ukurannya lumayan besar.
Aku menengadah menatap gemerlap bintang yang bertaburan dilangit. Betapa besar kuasa tuhan yang mampu menciptakan jutaan bintang yang sangat indah. Purnama bersinar tak kalah indahnya dengan jutaan bintang. Malam ini bulan purnama penuh. Menambah keeksotisan sang permadani yang terbentang luas diatas sana.
Semilir angin malam membuatku menggigil. Tetapi rasa nyaman ini menahanku agar tidak segera masuk ke kamar.Ku pejamkan mataku perlahan.
"Kalo mau tiduran diluar gini pake baju panjang dong, Flo. Lah ini bajunya pendek gitu. Dingin tau. Angin malam itu gak baik."
kurasakan sesuatu yang tebal menutupi tubuhku.Kelopak mataku terbuka.
"Digo? Ngapain elo kesini? Gangguin aja sih!" kataku kesal.Kulirik bagian tubuhku yang mulai terasa hangat. Ternyata Digo memakaikan selimut untuk menutupi tubuhku.
"Ya ampun, Flo. Elo kayak baru kenal gue aja sih. Gue kan udah biasa keluar masuk seluruh ruangan dirumah ini, termasuk kamar lo. Elo lagi amnesia ya? Aneh banget sifat lo." Digo mengeluarkan argumentasinya yang gak jelas itu seraya ikut berbaring disampingku.
"Purnama nya indah ya, Dig."
"Iya, Flo. Indah. Kayak lo." gumam Digo pelan.
"Hah? Apa? Lo bilang apa tadi?"
"Ya, gue bilang purnamanya indah. Bener kan?""Hmm, banget!" aku menganggukkan kepalaku.
"Flo, kita sahabatan udah 10 tahun kan?" tanya Digo."Iya, kenapa?" aku balik bertanya.
"Gak kerasa yaa. Kita udah melalui banyak hal bareng-bareng. Kita tumbuh dan besar bareng, kita sekolah dari kelas 1 SD sampe sekarang bareng terus."
"Iya, Digo. Elo bener."
"Gue gak bisa bayangin kalo seandainya kita pisah. Untung aja lo gak mau waktu diajak bokap lo pindah lagi ke Amrik. Gue bakal marah besar sama lo kalo sampe lo berani ninggalin gue ke Amrik."
"Gue juga gak mau pindah kok. Gue udah nyaman disini. Gue udah nyaman sama keadaan ini." Gue nyaman bisa deket dan melalui hari-hari gue sama elo terus, Dig. Sambungku dalam hati.
Aku kembali memejamkan mataku. Kurasakan tangan Digo membelai rambutku perlahan.
"Semoga kita bisa kayak gini terus yaa, Flo." Gumam Digo perlahan, namun masih dapat terdengar olehku.Aku tersenyum samar.
'Semoga Dig.' jawabku dalam hati.
*bersambung*
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIENDZONE!
Teen Fiction[SELESAI] Dibilang sahabat, tapi tingkahnya udah kayak pacar. Dibilang pacar, tapi gak pernah jadian. Duhh pusing!