Aku melangkah ke kelas pagi itu seolah olah aku tak punya harapan hidup lagi. Aku kesal karena aku masih saja tak bisa membaca isi hatinya Taruli meskipun dia telah mengungkapkannya langsung. Apa sih maunya ini cewek? Pacaran samaku mau test drive ya? Kalo cocok ambil, ga cocok tinggalin. Atau dia memang terkekang oleh galaknya bapaknya yang kurang sehat keadaannya? Sepolos itu kah dia tak mau memperjuangkan hubungan ini?
Rasa putus asaku semakin bertambah ketika aku melihat seisi kelas sedang mengerjakan tugas Fisika yang akan dikumpulkan hari ini. Termasuk Roy, Andreas dan Marlinton. Aku pikir kami berempat adalah kaum idealis yang tak mengerjakan tugas pun tak apa apa asalkan masih bisa bersantai. Ternyata aku salah. Mereka bertiga berubah menjadi liberal ketika tugas Fisika ini menentukan nilai akhir Fisika mereka. Tinggallah aku. Apakah aku mengerjakannya? Hahaha, tidak. Aku tetap teguh pada idealismeku. Di samping itu aku tak punya salinan tugas Fisika dan aku tak bisa mengerjakannya sendiri. Untuk meminjam salinannya? Rasanya tak akan mungkin ada yang mau memberikan. Karena aku tahu hampir semua di kelas itu adalah manusia primitif yang cuma ingin selamatkan diri sendiri.
Tapi aku tak menyalahkan 3 bedebah ini. Itu hak mereka. Aku merebahkan diri dan menutup mataku untuk mengistirahatkan badanku sebentar. Aku lebih menikmati hidup jika tidur daripada mengerjakan tugas. Belum ada 5 menit aku menutup mata, ada seseorang yang menarik narik rambutku supaya aku terbangun. Kalau itu adalah perbuatan si Andreas, berarti dia sedang mencari masalah. Tapi kalau itu adalah perbuatan guru, berarti aku yang sedang cari masalah. Hehehe. Aku membuka mataku dan melihat Taruli ada di sampingku.
"Tikusss, kau udah siap tugas Fisika?" tanya Taruli
"Ga kukerjakan Tar. Nyontek sama yang lain aja. Manalah ngerti aku kalo Fisika." jawabku
"Ihhh. Ngapain juga aku nyontek. Kerjakanlah kus. Nilaimu nanti anjlok."
"Ah, malas kali. Kau udah kenal aku kayak mana kan?"
"Ini buku tugasku. Kerjakan sekarang ya. Aku ga mau nilaimu jelek. " perintahnya. "Aku mau keluar dulu beli jajan." Sambungnya lagi.
Dia meletakkan sebuah buku di atas mejaku lalu pergi. Di sini aku malah kesal. Kenapa yang memberikan salinan tugas ini si Taruli? Kalau orang lain, aku bisa menolak mentah mentah. Tapi kalau si Taruli, ah sulit untuk mengabaikan permintaannya. Padahal ini juga demi kabaikanku sendiri. Memang aku pun tak tahu diri dalam hal ini.
Dengan rasa yang terpaksa aku mulai mengerjakan tugas Fisikaku ini. Tulisannya rapi dan berwarna. Sama seperti nasibku nantinya jika bersama dengannya. Ah, aku mulai memikirkannya lagi.
"Kau nyontek sama siapa Kus?" tanya Andreas.
"Dari Taruli. Kenapa?" jawabku.
"Ah, tai. Dari tadi si Taruli ga mau kasih pinjam buku tugasnya. Heran aku kok pelit kali dia hari ini. Rupanya bukunya udah sama kau."
"Itulah kau sepele. Aku kan ganteng."
"Ah, banyak kali cakapmu. Kerjakanlah itu. Eh, jadinya kalian putus?"
"Jadi."
"Ah, ga percaya aku. Biasanya kalo udah putus yaudah ga saling peduli."
"Putusnya kan baik baik. Terserah dia mau bawa ke mana. Mau dia ga peduli oke. Mau dia masih peduli ya bagus. Eh, kaulah dulu cerita, kenlap. Kayakmana sama kakak itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jepit Rambut
RomanceAwalnya kami bertemu pada suatu titik, titik itu menjadi ruang. Ruang yang hanya kami berdua di dalamnya. Awalnya...