Besoknya kujalani hari seperti biasa, hanya saja tanpa menggoda Taruli. Aku tahu nantinya aku akan merasa ada yang kurang, tapi aku tak mau tingkah konyolku ini membuat jawaban dia nantinya lebih mengarah "tidak" . Aku belum pernah menembak cewek secara langsung seperti ini,dan dianya memberikan jawaban tiga hari setelahnya. Jadi, wajar kalau aku sangat berhati hati dan menjadi kalem selama seharian.
Menunggu selama 72 jam itu sangat sulit. Dan aku tak tau apa yang harus kulakukan. Aku teringat akan kesukaanku menulis sesuatu. Entah apapun itu yang penting menulis.
Andai aku tahu, pasti aku akan mengerti
Andai aku mengerti, pasti aku akan paham
Andai aku paham, pasti aku akan berhenti
Berhenti untuk berpikir darimana asal manusia itu
Berhenti untuk berpikir apakah Adam dan Hawa memang ada
Berhenti berpikir apakah Romeo dan Juliet itu nyata
Andai Adam ada, apa dia akan bahagia
Bahagia walaupun itu bukan Hawa ?
Andai Romeo ada, apa dia tetap akan berjuang
Berjuang untuk wanita yang bukan Juliet ?
Andai kau tahu, pasti kau akan mengerti
Andai kau mengerti pasti kau akan paham
Andai kau paham pasti kau akan berhenti
Berhenti berpikir adakah cinta sejati itu
Berhenti berpikir siapakah cinta sejati itu
Berhenti berpikir dari mana cinta sejati itu
Cinta sejati datang tanpa kau duga
Sekalipun kau berpikir membahas itu bukan waktunya
Bisa saja dia datang dengan gaun hitam cantik
Bisa saja kau temukan pada orang yang tak menarik
.
*****
Malam itu, ketika aku ingin menulis lagi puisi yang lainnya, ada yang menelpon. Aku lihat Taruli yang menelponku. Ada apa ini? Apakah dia akan memberikan jawaban yang prematur? Aku angkat telpon itu untuk menghilangkan penasaranku sekaligus rasa rinduku padanya.
"Halo"
"Ini Cikus ya?"
"Iya, kenapa Tar?"
"Betulan ini Cikus? Cikus yang nembak aku semalam?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jepit Rambut
Roman d'amourAwalnya kami bertemu pada suatu titik, titik itu menjadi ruang. Ruang yang hanya kami berdua di dalamnya. Awalnya...