part 8

6.4K 449 22
                                    

Jangan! Jangan sekarang, aku gak siap dan belum pernah dicium.

"Oi Telmi. Ngapain kamu pake merem segala?"

Icha membuka mata nya secara perlahan.

"Tuh ada kotoran disudut mata mu. kamu gak cuci muka ya?" Tegur Dimas dengan tegas.

Sontak Icha langsung menutupi kepala nya dengan selimut.

Ih malu malu in banget sih! Gerurut Icha sembari tangan nya menmbersihkan kotoran di sudut mata nya.
Ica dibuat malu.

Dimas hanya terkekeh dengan tindakan Icha.

Pasti kamu mikir, aku mau cium  kamu kan?
Hmm, Icha Icha.
Batin Dimas gemas

                ****

"Dimas. Icha sudah tidur?"

Langkah Dimas yang sedang menyusuri lorong-lorong rumah sakit terhenti ketika mendengar seseorang memanggil namanya.

"Letnan Bagas," Dimas memberi hormat pada Dokter milliter berpangkat letnan dua yang tak lain dan tak bukan itu adalah Bagas.

Bagas tersenyum ramah.

"Mohon izin letnan saya hendak kembali ke asrama. Dan Icha pun sudah tidur," jawab Dimas dengan sopan.

"Hm. Baiklah, saya tinggal dulu,"
Bagas pun berlalu menuju kamar perawatan Icha, meninggalkan Dimas disana.

Dimas hanya diam dan menyimpan sedikit rasa kesal dalam hati nya saat langkah kaki Bagas masuk menuju kamar Perawatan Icha.

_

"Bener, rupanya udah tidur," lirih Bagas pelan, yang melihat Icha sudah terlelap.

Aku gak tahu perasaan apa yang aku rasakan ke kamu Cha. Tapi kenapa rasanya dada ku berdegup kencang?

Bagas mengelus rambut Icha dengan lembut. Sembari membenarkan selang Infus yang menancap di tabung Infus, Bagas memelankan tetesan air Infus yang akan menuju kedalam tubuh Icha sebagai pengganti cairan tubuhnya. Mungkin sekitar lima belas detik, cairan itu baru mulai menetes.
Sedikit demi sedikit.

_

"Icha. Bangun sayang,"
Budhe Sulis membangunkan Icha yang masih terlelap.

Icha membuka mata nya sedikit demi sedikit.

"Gimana cha? Udah agak mendingan kan?" Tanya Budhe Sulis.

Icha melihat Budhe nya itu memakai baju dan hijab berwarna putih, dengan membawa papan yang berisikan berkas kesehatan Icha.

"iya dhe. Udah mendingan, gak lemes lagi, jam berapa sekarang?" jawab Icha semangat.

"Iya, karna kamu hari ini udah boleh pulang cha. Jam setengah sembilan," jawab Budhe Sulis yang melihat arloji ditangannya.

"Benarkah? Aku udah boleh pulang?"

Budhe Sulis mengangguk.

"Budhe. Ngomong- ngomong, papa sama mama kemana?"

"Papa sama mama mu kemarin pagi berangkat lagi ke luar kota. Icha tolong ngertiin mereka ya, mereka sibuk juga demi kamu cha,"

"Budhe. Budhe tahu gak? Mereka itu jarang banget ada waktu denganku,aku fikir mereka itu sayang dan takut kehilangan pekerjaannya daripada anak nya,"
Tak disangka butiran air mulai membasahi mata Icha.

"Hust! Gak boleh gitu, gak ada orang tua yang gak sayang pada anaknya Cha. Kamu belum paham, tapi kalau kamu sudah mampu memahaminya kamu akan mengerti,"
"Budhe kemasin barang barang mu ya,"

Ich mengangguk pelan.

Sampai di rumah Budhe Sulis, Icha langsung berbaring diranjang tempat tidur nya.

"Budhe. Om Bagas baik banget sama aku,"

"Hem. Icha suka sama Bagas?," goda budhe Sulis.

"Ih! Budhe apa apaan sih, aku kan cuma bilang kalau om Bagas baik, tadi aku gak bilang gitu loh."

Budhe Sulis tersenyum.
"Budhe juga pernah muda Icha,"

"Eh Budhe. Om Bagas tau gak kalau aku udah pulang?"

"Udah, tadi budhe sempat bilang ke Bagas, tapi dia gak bisa jenguk kamu soalnya ada tugas dari komandannya,"

Icha mengangguk sembari memutar kedua bola mata nya. Ia mengadahkan kepalanya dengan kedua tangan.

Sore hari nya,

"Assalamualaikum,"
Salam seseorang.

Budhe sulis membukakan pintu rumah.

"Waalaikumsalam. Nak Bagas," jawab Budhe sulis. Ternyata orang itu Bagas.

"Bu. Bagaimana keadaan Icha?"

"Alhamdulillah sepertinya mulai membaik, silahkan duduk nak Bagas," Budhe Sulis mempersilahkan Bagas untuk duduk disofa ruang tamu.

"Assalamualaikum,"

Saat Budhe Sulis hendak berjalan menuju ke kamar Icha, tiba tiba saja ada seseorang yang mengucap salam lagi.

"Waalaikumsalam,"
Jawab Budhe Sulis, ternyata orang itu adalah Dimas.

"Bu. Ku dengar Icha sudah kembali dari RST?" Tanya Dimas.

"Iya nak Dimas, kemarin pagi, ayo ayo silahkan duduk." Budhe sulis mempersilahkan Dimas untuk duduk.

Dimas terkejut.
Dilihat nya, Bagas juga tengah diduduk disana, Dimas pun duduk disamping Bagas dan hanya memberikan senyuman samar ke arah Bagas, begitu pula Bagas terhadap Dimas.

"Eh ada Om Dimas sama Om Bagas," Icha keluar dari kamar nya dengan dipapah oleh Budhe Sulis, didudukkannya Icha dihadapan kedua orang Tentara itu.

"Kok Om Bagas sama Om Dimas bisa berdua? Atau, kesini nya udah janjian?" Tanya Icha.

"Gak!" Jawab Bagas dan Dimas serentak.

Icha mengedipkan mata nya berulang kali.

Mereka kenapa? Batin Icha penasaran.

"Icha, obat sudah kamu minum belum?" Tanya Bagas lembut yang memberikan perhatian nya kepada Icha.

"Telmi. Apa masih Ada yang sakit ?" Tanya Dimas kemudian.

"Untuk Om Bagas, aku sudah meminumnya. Dan untuk Om Dimas, adasih tapi dikit, udah agak mendingan juga,"
Jawab Icha membalas pertanyaan dari Bagas dan Dimas.

Icha melihat kelakuan dari Bagas dan Dimas yang saling diam dan tidak berbincang bincang, mereka saling apatis.

"Kok pada diam?" Tanya Icha membuyarkan keheningan.

Kenapa Dimas harus kesini sih, aku kan ingin bicara berdua dengan Icha. Batin Bagas kesal. Bagas melemparkan senyuman ke arah Icha untuk menutupi kekesalan dihatinya.

Kenapa juga aku keduluan sama Bagas. Mau ngomong berdua dengan Icha, gak jadi deh. Batin Dimas sebal.

Icha mengigit bibir bagian bawahnya, ada aura ketidaksukaan antara Bagas dan Dimas.

Kaya'nya mereka semalam gakpapa deh. Kok sekarang disini kesan nya jadi  horor ya?
Batin Icha kalut dan canggung.

LINE DESTINY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang