"Yang gendut di belakang dong woy!"
"Blocking cuy blocking!"
"Kapan kurusnya sih lo kebo!"
Bukk!
"Aduh!"
Gadis bertubuh bulat itu meringis ketika pantatnya dipukul cukup keras oleh Adit, teman sekelasnya yang terkenal hobi ngatain orang. Dengan terpaksa, Prilly berpindah ke barisan belakang saat upacara. Tadi Prilly memilih di barisan depan karena ukuran tubuhnya yang cukup pendek. Tapi kenapa teman temannya memperlakukannya seperti itu? Padahal gak ada yang salah dengan badan gendut. Prilly makan pake uang sendiri, jajan pake uang sendiri, sekolah bayar pake uang sendiri, enggak minta dari mereka. Apa yang salah dari bentuk tubuh Prilly?
"Udah jangan nangis, mereka iri gara gara kamu punya kelebihan," ujar Ali menenangkan gadis berkulit putih itu sambil mengusap bahunya.
"Kelebihan apa?"
"Kelebihan lemak."
"Ih! Lo sama aja deh sama mereka!"
"Ssstt.. Udah udah, becanda tahu. Cantik kok." Seketika itu juga, wajah Prilly yang tadinya merengut kesal langsung berubah jadi sedikit kemerahan. Gadis itu kemudian memfokuskan pandangannya ke depan.
Upacara sudah berjalan setengahnya, sudah sampai pembacaan undang undang dasar. Hal yang Prilly yakin, semua anak sekolah paling malas dalam sesi ini. Apalagi kalo yang bacainnya lelet. Barisan yang tadinya lurus lama kelamaan malah jadi kayak ular. Meliuk liuk.
"Lelet banget nih yang baca. Gak bisa sambil nge-rap aja gitu," gerutu Prilly sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Bodo amat sama posisi istirahat di tempat. Prilly kan baris di posisi ketiga dari belakang. Jadi guru guru gak ada yang merhatiin.
Lagi lagi Ali, pacarnya, terkikik gemas. Ali sangat hafal keluhan Prilly. Karena badannya yang terhitung gemuk, Prilly paling malas kalau berdiri lama lama seperti ini. Badannya akan mudah berkeringat, terus bau. Belum lagi dari lapangan ia harus naik tangga dua kali menuju kelasnya yang ada di lantai tiga. Itulah kenapa Prilly selalu bawa bawa parfum ke sekolah.
Gadis yang selalu jadi bahan ejekan itu, Alanis Prillyta Askarani namanya. 150 cm, 60 kg. Orang yang terlalu mager buat dengerin pembina upacara berpidato. Orang lain tepuk tangan, Prilly ikut ikutan tanpa tahu apa yang dibicarakan. Terus sehabisnya dia celingukan bingung.
"Eh Pak Kepsek ngomong apaan si? Kok pada tepuk tangan?"
"Haha gak tau dah. Gue juga cuma ikut ikutan orang lain aja."
Begitulah Prilly. Susah banget fokus. Raganya ada di lapangan, tapi pikirannya ada di warteg. Ya gimana mau konsentrasi. Malahan Prilly pernah sampe pura pura sakit waktu upacara biar dibawa ke UKS. Pas Ali nyamperin dia ke UKS dengan wajah panik, eh sampe sana Prilly malah ketawa ketawa.
"Kamu sakit?"
Prilly menarik Ali lalu membisikkan sesuatu ke telinganya.
"Ssstt... Aku cuma pura pura sakit doang. Abis males berdiri lama lama di lapangan. Pegel tau."
***
"Pelan pelan dong makannya," kata Ali sambil menyusut saus yang mengotori wajah Prilly. Prilly cuma terkekeh. Kemudian melanjutkan kembali aksi makannya.
Prilly ini makannya banyak banget. Di kelas bisa saja dia bilang cuma mau beli kuaci, tapi kalo udah ketemu sama kantin, semua makanan dibelinya. Prilly paling gak bisa tahan kalo bakso, somay, cireng, cilor, cilok, tahu bulat dan basreng ada di hadapannya. Pasti langsung diborong, gak perduli uang jajannya habis hari itu juga. Akibatnya, hari sabtu minggu ia harus puasa karena biasanya uang saku mingguannya habis di hari jumat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Tears
FanfictionIni cuma cerita biasa, tentang dua orang remaja berbeda yang punya keunikan masing masing. Alanis Prillyta Askarani, gadis yang hampir obesitas dan kekurangan sel otak a.k.a bodoh kebangetan berpacaran dengan Alyasa Gallendra, si kidal yang manis da...