Ali menghentikan langkahnya di depan tukang bubur ayam di taman komplek yang cukup ramai di hari minggu ini. Setelah memesan seporsi bubur, ia memilih duduk di kursi pelanggan dengan pandangan celingak celinguk mencari seseorang. Tak seberapa lama kemudian seorang gadis dengan celana pendek di atas lutut memanggil namanya. Tubuhnya yang bulat berkulit putih itu entah kenapa tampak begitu lucu di mata Ali. Ali ini, tipe cowok yang macarin cewek bener bener apa adanya, bukan ada apanya.
"Hay!" seru Prilly sambil duduk di sebelah Ali.
Hari ini hari minggu, Prilly biasanya jogging di sini dari pagi ditungguin sama Ali. Iya ditungguin, karena Ali gak bisa nemenin. Jadi Ali suka nungguin Prilly sambil nongkrong di pedagang makanan.
"Ayo semangat olahraganya. Biar kurus."
Mendengar kata itu Prilly langsung cemberut. Sedikit tersinggung, tapi perkataan Ali ada benarnya juga. Kalo kurus kan Prilly juga yang enak. Nggak krisis percaya diri lagi, nggak diejek sama temen temennya lagi, nggak bau badan lagi. Dan yang pasti jadi lebih sehat juga.
"Eh ada kakak kamu," kata Prilly menunjuk cowok bertubuh jangkung yang memakai celana training dan t-shirt berwarna putih.
Ali mengerling ke arah kakaknya itu. "Yaudah sana kamu lanjutin joggingnya. Tapi jangan deket deket sama Nino ya, dia itu suka nikung."
"Hah?" Dahi Prilly mengernyit.
"Intinya gak boleh deket deket sama Nino ya. Dia itu biadab sama adeknya yang satu ini."
Prilly melengkungkan senyumannya. "Okay boss!"
Ali tersenyum tipis menatap kepergian gadis berambut kuncir itu. Sebenarnya, Ali ini lebih suka Prilly gendut. Kalo gendut, gak akan banyak yang suka sama Prilly. Terus, Prilly cuma jadi milik Ali. Begitu. Tapi punya badan yang gak ideal itu membuat Prilly krisis percaya diri, ditambah prestasinya di sekolah yang lebih dari jelek itu. Ali jadi gak tega aja ngeliatnya.
Prilly melanjutkan joggingnya mengelilingi sekitaran kompleks dengan headphones terpasang di telinganya yang tersambung ke IPhone yang terselip di armband-nya. Jogging kalo gak sambil dengerin musik tuh rasanya,...bosenin.
"Aduh!" Spontan Prilly mendarat dengan kasar di jalanan saat merasakan lengannya disenggol seseorang. Ia membersihkan kakinya yang kotor sambil mengumpat kesal.
"Eh maaf mbak, gak sengaja," kata seorang laki laki yang langsung menghentikan joggingnya. Prilly meliriknya sejenak,— Nino. Iya, Prilly sudah tahu orang ini. Walaupun baru bertemu dua kali, tapi rasanya kayak udah mainstream aja gitu sama orang ini karena Ali sering banget cerita tentang dia.
Gadis dengan rambut dikuncir itu lantas beranjak sambil menepuk nepuk pantatnya yang juga kotor.
"Pake mata kek kalo lari. Sakit tahu."
"Yang ada juga lari tuh pake kaki, pake tenaga. Mana ada lari pake mata?" balas Nino sambil tetap berdiri di sana, tanpa berbuat apa apa. Kan, kan, bener kata Ali. Cowok ini emang nyebelin.
Lihat saja, bukannya minta maaf dengan lembut cowok itu malah langsung berlalu dengan santainya.
"Lanjutin joggingnya ndut!" seru Nino dengan senyum mengejek. Bibir Prilly langsung mengerucut. Kemudian dengan cepat gadis itu menyusul Nino hingga Prilly kembali pada posisi beberapa meter di depan Nino. Tapi detik selanjutnya, cowok itu sudah menyeimbangi Prilly hingga posisi mereka sekarang adalah bersebelahan.
"Caper lo, suka ya sama gue?" tanya Nino percaya diri yang langsung membuat Prilly bergidik jijik.
"Apaan coba? Hihhh."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Tears
Fiksi PenggemarIni cuma cerita biasa, tentang dua orang remaja berbeda yang punya keunikan masing masing. Alanis Prillyta Askarani, gadis yang hampir obesitas dan kekurangan sel otak a.k.a bodoh kebangetan berpacaran dengan Alyasa Gallendra, si kidal yang manis da...