Bersitatap Lagi

1.2K 199 33
                                    

"Kenapa sih kayak yang gak nafsu makan gitu?" tanya Ali saat melihat Prilly tengah memutar mutar sendoknya di mangkuk berisi bakso.

Prilly menggeleng lesu. "Berat badan aku naik deh."

Ali terkekeh lalu bergerak mengacak rambut Prilly gemas. Prilly ini emang tipe orang yang baru nyium bau makanan aja beratnya langsung nambah. Gak tau kenapa, berat badannya emang gampang bertambah. Diet sebulan, berhasil turun 3 kg. Makan nasi goreng sepiring naik 5 kg. Kan ngeselin. Belum lagi karena tumpukan lemak di perutnya bikin Prilly susah jongkok. Alhasil dia selalu jadi bahan ejekan setiap pelajaran olahraga.

"Ya kamu makannya dikurangin dikit dong."

Iya, Prilly tersinggung setiap kali ada orang yang mengatakan kalau Prilly gendut, gendut banget. Tapi ia juga tidak menyangkal kenyataan kalau dirinya memang hobi makan. Prilly itu kalau lagi seneng ya makan, kalau stress apalagi. Makan mie instant aja pake nasi.

"Hmmh..."

"Kamu sih, makan bubur aja pake nasi. Lebih parah dari anak kost."

Prilly hobi makan bubur pake nasi

"Ihh!" Prilly memukul bahu Ali keras keras sampai cowok itu meringis.

"Nilai ulangan matematika kemarin berapa?" tanya Ali. Ali memang sering memantau perkembangan belajar pacarnya itu. Ali juga gak tega ngeliat Prilly sering diolok-olok karena prestasi belajarnya jelek.

"Empat," kata Prilly santai sembari menyedot jus mangganya.

"Empat?!" Ali memelototi gadis itu hingga aksi minum jus mangganya terhenti seketika. Pacarnya ini memang orang yang cukup pendiam, tapi kalo sudah marah, seramnya minta ampun.

"Ya.. Iya empat. Emang kenapa? Naik kok dari ulangan sebelumnya."

"Emangnya ulangan sebelumnya nilai berapa?"

"Tiga, hehe..."

Ali menggeleng dengan ekspresi wajah datar. Kadang ia bingung, apa yang salah di otak pacarnya ini. Sudah tahu sering diejek karena bodoh, tapi tetap malas belajar. Ali tahu Prilly depresi karena orang tuanya bercerai, tapi Prilly juga harus bisa bangkit dari keterpurukan itu.

"Yaudah si kamu gak usah lebay gitu. Lagian kan matematika itu emang susah."

"Susah kalo kamu gak mau belajar! Nilai empat? Nilai apaan itu? Anak IPA tapi gak bisa matematika. Matematika itu duniamu naaakk...." ujar Ali geregetan sambil menarik hidung Prilly.

"Ihhhh... Tauk ah pokoknya kamu lebay!" Prilly melepaskan sendoknya sehingga tercipta dentingan keras antara sendok dan mangkuk bakso itu. Sementara Ali cuma bisa ngelus dada. Lagian, gak ada faedahnyaa juga kalau ia marah. Yang ada malah penyakitnya bisa kambuh.

Ya Allah gusti.....

"Yaudah yaudah kamu lanjutin makannya ya. Udah, jangan marah marah," ucap Ali lembut. Prilly kembali meraih sendoknya dan memotong bakso berukuran besar menjadi bagian-bagian kecil, walaupun dengan wajah cemberut.

Prilly suka kesel kalo Ali udah ceramah soal pelajaran. Tapi di sisi lain, Prilly sangat menghargai perhatian Ali terhadap dirinya. Ali bisa jadi apa saja untuk Prilly. Ia bisa menjadi adik, kakak, pacar, boneka, bahkan ayah kalau dalam urusan menceramahi Prilly.

****

Ali menarik napas panjang begitu ia memasuki tempat ber-AC yang tidak lain tidak bukan adalah supermarket. Dengan asyik ia mengikuti kemanapun Prilly pergi sambil mendorong sebuah troli yang berkali-kali Prilly isi dengan barang belanjaan. Prilly memang sering ditemani belanja bulanan oleh Ali. Belanja bulanan bareng pacar, semua cewek pengen kayak gini bukan?

The Last TearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang