Adzan Maghrib baru saja berkumandang saat honda jazz merah yang dikendarai Nino berhenti di depan rumah Prilly. Saat itu kebetulan hujan sudah reda jadi Prilly tidak perlu repot repot menyuruh Bi Idah membawakan payung.
"Makasih udah nganterin gue abang ninosaurus," kata Prilly sambil tersenyum manis.
"Nino aja ndutttt," balas Nino geregetan. Pasti Prilly ketularan Ali nih. Karena cuma Ali yang sering manggil Nino dengan sebutan Ninosaurus.
"Nino nino nougat?"
"Itu Nano Nano o'on!"
Seketika itu juga bibir merah Prilly langsung mengerucut. "Yaudah sih biasa aja ngejeknya keles," ujarnya seraya membuka pintu mobil namun lengannya malah ditarik oleh Nino. Spontan Prilly langsung mendelik kesal.
"Apaan sih?!"
Lelaki berkulit putih itu menyodorkan sling bag hitam milik Prilly yang ia ambil dari jok belakang.
"Tas lu ketinggalan begok!"
Prilly nyengir dengan wajah tanpa dosa, seolah olah tidak ingat bahwa barusan ia berbicara dengan suara tinggi.
"Eehehehe makasih abang." Sekitar lima detik keduanya bersitatap. Tepatnya, Nino dengan tatapan dingin dan Prilly dengan tatapan cengengesannya. Tapi tidak menutup fakta bahwa retina lelaki bermata sipit itu berhasil menangkap potret mata coklat Prilly.
"By the way, mata lo bagus."
Dahi Prilly mengernyit. "Bagus gimana?"
"Indah, kayak bulan purnama."
"Hah? Gue gak lagi datang bulan kok."
Jawaban gadis bertubuh bulat itu langsung membuat Nino mendorong tubuhnya ke luar dan menutup pintu mobilnya. Kemudian Nino mencondongkan tubuhnya ke arah jendela mobil yang masih terbuka.
"Makanya kalo punya duit tuh jangan dipake makan mulu. Pake beli korek kuping!" ujar Nino lalu melajukan mobilnya.
Sambil menikmati hembusan angin malam, cowok itu sesekali melamun di lampu merah. Kali ini, Nino mengerti alasan kenapa Ali menyukai Prilly. Walaupun ukurannya berlebihan, tapi pesona gadis itu kuat. Bukan hanya cantik, tapi bisa dilihat kepribadiannya juga baik. Walaupun cengengesan dan sering malas, tapi Nino yakin kalau gadis itu sebenarnya memiliki sisi positif tersendiri. Prilly memang anak broken home, tapi ia bukan tipe orang yang lari kepada seks dan pergaulan bebas. Prilly terlalu polos untuk lari ke club club seperti itu.
Sejak itu, entah kenapa tiba-tiba muncul sedikit sisi menarik dari Prilly di mata Nino.
***
Kala itu, Ali baru saja menyelesaikan makan siangnya yang terasa begitu hambar. Nino terlalu malas membelikannya makanan sehingga ia terpaksa untuk makan makanan rumah sakit. Meyra tidak bisa menemaninya di rumah sakit karena hari ini masih hari kerja. Ayahnya pun juga begitu. Hanya sang kakak, yang setia menemaninya walaupun sejak tadi menggerutu karena ia batal ngedate bersama Ayesha, pacarnya.
"Lo tuh kalo kagak ikhlas yaudah sono minggat dari sini!" cerca Ali pada Nino yang sedari tadi mengerling sinis kearahnya.
"Heh kasar ya lu sama kakak sendiri?!"
"Gue emang kasar, gue kan bukan makhluk halus!"
"Dasar lu anak monyet!"
"Elu tuh anak gajah!"
"Anak monyet!"
"Anak gajah!"
"Heh jadi bunda ini monyet apa gajah?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Tears
FanfictionIni cuma cerita biasa, tentang dua orang remaja berbeda yang punya keunikan masing masing. Alanis Prillyta Askarani, gadis yang hampir obesitas dan kekurangan sel otak a.k.a bodoh kebangetan berpacaran dengan Alyasa Gallendra, si kidal yang manis da...