Masa Lalu

1.3K 195 23
                                    

Suara kendaraan yang berlalu lalang di jalanan menjadi suara yang pertama kali hinggap di daun telinga Ali begitu ia keluar dari pintu rumah sakit. Matanya menyipit saat ia menengadah ke atas langit. Matahari sedang berada tepat di atas kepala.

Ali berjalan ke parkiran sambil menenteng sebuah kantong kresek berisikan obat obatannya. Tentu mulai hari ini ia mendapat tambahan obat karena beberapa waktu lalu ia mendapat diagnosis baru dari dokter. Ya beginilah hidupnya. Harus bertopang pada berbutir-butir obat setiap harinya. Ali ingin obat yang menyembuhkannya secara permanen, bukan hanya untuk sementara waktu. Sayangnya, semua itu mustahil.

Brukk!

Ali langsung mundur begitu ia menyadari bahwa dirinya menabrak seseorang karena jalannya yang terburu buru. Ia lantas berjongkok dan mengulurkan tangannya untuk membantu seorang gadis yang tersungkur di tanah itu.

"Maaf, saya nggak sengaja. Mbak nggak apa apa kan?" tanya Ali lembut. Gadis itu mendongak ke arah Ali, dan menatapnya dengan tatapan kaget.

"Ini...ini...." dahinya berkerut, seperti mencoba mengingat sesuatu.

"Hah?" balas Ali bingung.

"Lo Ali kan?"

"Kok elo tahu nama gue?"

"Ya ampuuuun lo gak inget gue? Ini gue, Natasha!"

Kini giliran Ali yang mengerutkan dahinya. Ia mencoba mencari wajah seseorang yang pernah ia kenal di dalam otaknya.

"Oh iya gue inget! Lo Natasha yang dulu culun kan? Hooh kan?" tanya Ali girang.

"Nah, iya!" balas gadis itu tak kalah girang. Ali membantu Natasha berdiri lalu membersihkan dressnya yang lumayan kotor terkena debu di tanah.

Mata bulat Ali menelusuri penampilan Natasha dari atas hingga bawah. Dimulai dari rambutnya yang panjang dan lurus, kulitnya yang putih seperti dulu, dan dress selutut berwarna biru yang terasa asing di mata Ali. Dulu Natasha hobi memakai baju kodok (overall) dengan rambut dikuncir dan kacamata tebal karena matanya minus dan silindris.  Tapi sekarang penampilannya sudah sangat jauh beda.

"Yaampuuuun beda banget ya lo sekarang. Dulu lo sering pake baju kodok, terus pake kacamata tebel. Sekarang jadi feminim gini yaampun!" tutur Ali terkesima. Natasha tersenyum malu.

"Lo..." Natasha melirik kresek yang dibawa Ali.

Ali menghembuskan napas sebelum kemudian ia mengangguk. Seakan mengerti apa yang dimaksud gadis itu walaupun belum dikatakannya. "Iya, gue masih kayak gini."

Gadis berambut panjang itu menarik tangan Ali. "Kita harus ngobrol dulu. Lo bawa kendaraan?"

"Bareng sopir."

"Lo ikut gue, oke? Kita harus ngobrol ngobrol dulu."

"Oke. Bentar gue sms sopir gue dulu," kata Ali seraya mengeluarkan ponselnya. Ia memang belum diperbolehkan lagi untuk membawa kendaraan semenjak insiden masuk rumah sakit kemarin.

****

"So, ceritain gue tentang lo." Natasha menyeruput matcha latte-nya. Ali terkekeh mengingat pertemuannya dengan Natasha tadi. Entahlah, Ali masih nggak percaya aja cewek culun itu bisa berubah jadi secantik ini.

"Ya gue ya gitu aja."

"Gitu gimana? Gak jelas ah lu!"

"Lo udah.... Sembuh?" tanya Ali ragu ragu.

Natasha ini teman lama Ali yang dulunya satu rumah sakit dengan Ali dan mengidap penyakit yang sama. Penyakit Jantung Bawaan. Tapi pada saat usianya empat belas tahun, ia pindah ke Amerika bersama orang tuanya sekaligus berobat di sana. Kabar terakhir yang Ali terima, setahun setelah Natasha pindah, cewek itu sembuh karena mendapat donor jantung.

The Last TearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang