Ada yang salah

1.5K 190 29
                                    

"Prilly, pacar lo berantem sama Adit!" teriak  Eva, teman sebangku Prilly yang baru.

"Hah?!" Gadis bermata coklat itu menggebrak meja dengan mata Prilly membola seketika. "Terus, sekarang gimana?"

"Pacar lo pingsan. Sekarang ada di UKS. Adit lagi di ruang BK."

"Oh oke thanks ya." Prilly langsung meninggalkan kelas dengan langkah terburu buru. Lebih tepatnya, ia menuju ke UKS. Karena Prilly nggak peduli dengan Adit yang lagi diceramahi di ruang BK.

Mata Prilly memerah, tapi ia mencoba menahannya sekuat tenaga. Bukannya Prilly lebay, tapi Prilly suka khawatir kalo denger Ali kenapa kenapa. Apalagi kalau mengingat Ali punya riwayat penyakit jantung.

Prilly menarik napasnya ketika ia membuka pintu UKS. Di sana ada dua orang anak PMR yang sedang memakaikan selang oksigen ke hidung Ali.

"Eh, ada Kak Prilly. Sini masuk kak," sapa salah satu anak PMR tersebut. Mereka adalah anak kelas 11 yang menggantikan kelas 12 yang sudah turun jabatan.

"Gimana kondisinya?" tanya Prilly panik sambil berjalan mendekati bangsal.

"Nggak apa apa kak. Tadi katanya dadanya sakit. Terus sempet pingsan juga. Tapi udah siuman kok, kak. Kak Ali bilang katanya mau istirahat sebentar. Napasnya agak sesak, jadi kita kasih oksigen."

"Oh iya makasih dek." Prilly tersenyum ke arah dua adik kelasnya itu.

"Semoga Kak Alinya cepet sembuh ya kak."

Prilly mengangguk. "Iya. Kalian boleh ke kelas. Ali biar aku yang jagain."

"Oh yaudah kalo gitu. Kita pergi ya kak."

Prilly menarik kursi dan menaruh bokongnya di sana. Tangannya meraih tangan kiri Ali lalu mengusapnya lembut. Tapi hal itu tidak berlangsung lama karena Prilly takut ketahuan guru. Bisa berabe nanti.

"Prill..," lirih Ali ketika matanya terbuka dan langsung menyadari kehadiran Prilly.

"Iya Ali ini aku." Prilly tersenyum hangat. Diam diam ia juga menyimpan rasa sedih, tapi enggan untuk menunjukkannya. Prilly nggak mau kalau kesedihannya malah menambah beban pikiran Ali. Semua cowok paling nggak tega kalo liat pacarnya nangis.

"Aku mau minum." Cowok beralis tebal itu bersuara parau. Selanjutnya ia berpegangan pada tepi bangsal dan beranjak mengubah posisi tubuhnya menjadi duduk.

Prilly memberikan segelas air putih yang disediakan anak PMR tadi dan Ali langsung meneguknya sampai habis.

"Kamu gakpapa?" tanya Prilly dibalas anggukan oleh Ali. Sebenarnya Prilly nggak perlu bertanya seperti itu karena tanpa bertanya pun ia sudah tahu kondisi Ali.

"Aku nggak apa apa, kamu gak usah khawatir."

"Terus, kamu kenapa sampe berantem sama Adit?"

Ali menghela napas lesu dan memejamkan matanya beberapa saat. Mengingat kejadian tadi membuat mood Ali hancur sehancur hancurnya. Rasanya Ali masih sakit hati sampai sekarang.

"Nanti aku ceritain ya. Guru-guru nyuruh aku pulang. Kalo balik ke kelas gak ngejamin aku gak berantem lagi sama Adit."

Gadis berambut panjang itu menghela napas. Prilly tahu kalau selama ini Ali dan Adit punya konflik internal. Akan tetapi Prilly nggak pernah menyinggung soal masalah itu setiap kali berbicara dengan Ali. Ciri-ciri yang paling kentara, Ali dan Adit memang jarang bertegur sapa setiap kali bertemu, walaupun pada faktanya mereka sekelas.

"Kamu dijemput siapa?"

"Aku dijemput sopir kok. Kamu balik ke kelas gih." Ali mengusap rambut Prilly sebelum perempuan itu beranjak berdiri.

The Last TearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang