06 | Arwah Monique (II)

103 11 0
                                    

-Apartemen Casia, 05.00 pm-

Sore ini Casia akan pergi ke kampus. Ia sudah bolos selama tiga hari kemarin. Kelas akan di mulai tiga jam lagi. Sehingga ia berniatan untuk berendam di bathup. Sudah lama sekali ia tidak berendam.

Casia memasuki kamar mandi, melapaskan handuknya dan membuka keran air di bathup. Namun ia begitu kaget karena air yang mengalir dari keran itu berwarna merah seperti darah. Ia langsung mematikan keran dan kembali memakai handuk lalu pergi ke luar kamar mandi.

***

Casia duduk di sofa yang ada di ruang tengah. Berulang kali ia menarik nafas mencoba menenangkan diri. Mungkin ini hanya halusinasinya saja karena terlalu banyak pikiran akhir-akhir ini. Casia tidak mungkin pergi kuliah tanpa mandi lebih dulu. Apalagi kuliahnya sampai malam.

Setelah merenung sejenak, Casia memutuskan untuk kembali ke kamar mandi. Perlahan ia masuk ke kamar mandi dan menyalakan keran. Ia bernafas lega karena air yang mengalir tidak berwarna darah seperti tadi. Kemudian Casia merendamkan diri ke dalam bathup. Matanya tak pernah lepas dari keran yang ada di depannya. Perasaan was-was masih ia rasakan.

Untungnya, selama 30 menit ia berendam, tidak ada kejadian aneh. Semuanya aman. Lalu Casia keluar dari kamar mandi. Tapi saat melewati cermin meja riasnya, ujung matanya menangkap sosok bayangan dari pantulan cermin. Langkahnya terhenti. Casia kemudian melangkah mundur mencoba memastikan bayangan yang ia lihat tadi. Tidak ada apa-apa. Lagi-lagi Casia menghela napas.

***

Casia sudah siap pergi ke kampus. Pakaiannya rapi dan ia terlihat cantik. Sepulang dari kampus, ia akan clubbing
seperti malam-malam biasanya. Kemudian gadis itu keluar kamar. Namun ia kembali di buat kaget dengan bercak noda berwarna merah kecoklatan di lantai. Berceceran di mana-mana hingga menuju dapur.

"Sialan! Siapa yang lakuin hal nggak jelas kayak gini?!" Ujarnya sebal.

Casia ingin mengabaikannya saja, tapi ia tidak ingin meninggalkan apartemen dengan keadaan kotor seperti ini. Ia terpaksa mengambil alat pel dan membersihkannya. Selain kesal, ia juga merasa aneh. Siapa yang melakukan hal ini? Bercak noda apa ini? Dari mana asalnya?

Lagi, Casia kembali menepis pemikiran alay dan keanehan yang terjadi. Dia terus membersihkan lantai dengan alat pel. Tapi noda itu sangat susah hilang.

"Sial banget, sih!" Gusarnya.

Casia terpaksa harus membersihkannya dengan kain pel dan kekuatan tangannya. Perlahan noda itu bisa di bersihkan. Hingga akhirnya, Casia terdiam dan mematung. Tepat di depannya kini berdiri sosok perempuan. Tidak. Lebih tepatnya kaki yang melayang.

Casia perlahan menengadahkan wajah, mencoba melihat siapa sosok pemilik kaki itu. Ia sangat terkejut dan mulutnya membentuk huruf O besar. Ia tahu siapa sosok itu. Monique!
Wajahnya yang bercucuran darah, serta busa yang terus keluar dari mulutnya. Casia tahu persis hantu di depannya ini.

Kini ia percaya dengan adanya arwah penasaran. Dan ternyata mereka tidak keluar hanya pada malam hari, namun juga di jam sore seperti ini.

"Mo..mo..mon..monique..." Casia terbata-bata menyebut nama itu. Ia benar-benar shock sekarang.

"Kenapa lo tega..." rintihnya. "Tolong gue..."

Casia dapat mendengar suara tangisan Monique yang sangat pedih. Ia bisa merasakan sahabatnya itu pasti menderita.

"Gu...gue...gue..." Casia benar-benar tidak sanggup untuk berbicara. Bahkan mengedipkan mata saja ia kesusahan.

Semenit dua menit Casia berharap sosok itu akan hilang. Namun Monique tetap berdiri di hadapannya.

TOK TOK TOK. Seseorang mengetuk pintu dari luar, membuat Casia tersentak kaget.

"Room service," ucap seseorang dari luar.

Ajaib! Sosok Monique tiba-tiba menghilang. Casia menghembuskan nafas lega. Ia kemudian melempar kain pel di tangannya dengan sembarang, dan membuka pintu.

"Saya nggak ada manggil room service, Pak." kata Casia kepada OB itu saat membuka pintu.

OB itu mengerutkan alisnya bingung. "Tadi ada yang telepon dan minta tolong untuk membersihkan noda di lantai?" Ujarnya.

"Hah?" Casia bingung. Jelas-jelas dia tidak menelpon tadi.

OB itu menengok ke arah belakang punggung Casia. "Saudara Mbak yang perempuan itu yang telepon tadi," katanya sambil menunjuk ke arah belakang Casia.

Seketika wajah Casia memanas dan ia merasakan hawa dingin mengenai punggungnya. Bagaimana bisa? Dia tidak memiliki saudara satu pun.

"Mbak Monique, kan?" OB itu bertanya kepada seseorang di belakang punggung Casia.

Dengan jantung yang berdegup kencang, Casia menoleh ke belakang dan benar saja. Ia melihat Monique berdiri di samping laci dekat sofa. Tersenyum ke arahnya. Senyuman yang syarat akan arti.


TO BE CONTINUE

PS: Jangan lupa vomment-nya readers😊

MONIQUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang